إِنَّ هَٰذِهِۦٓ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَٰحِدَةً وَأَنَا۠ رَبُّكُمْ فَٱعْبُدُونِ
Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. (QS. Al-Anbiya, 92)
Mengembalikan persatuan manusia, menjadi satu ummat yang satu adalah target dalam dakwah. Keberhasilan yang tidak hanya dimaknai dalam bentuk kelembagaan atau identitas indrawi (makna yang terlihat). Kesuksesan dakwah yang dimaksud dalam ayat ini adalah persatuan yang diikat oleh kesatuan nilai, nilai yang mengembalikan manusia pada pengakuan bahwa Allah sebagai tujuan asasi kehidupan. Nilai yang bisa disuntikkan dala, berbagai aktivitas kehidupan.
Disinilah pekerjaan dai yang sesungguhnya. Yang dibina kepada audien dakwah meliputi proses yang panjang dan menjadi amanah bagi setiap Rasul. Juru dakwah hari ini juga sama, menyampaikan tauhid kepada setiap orang. Inilah inti dakwah yang tidak pernah putus. Media, cara, pendekatan boleh jadi berbeda, tapi pesannya sama. Jadi persatuan umat jelas memiliki alat ukurnya yang khas, yaitu tauhid.
Maka jangan gampang menafikan orang atau komunitas masyarakat karena perbedaan cara angkat tangan dan model pakaian penutup aurat, sebelum kita mengenalinya pada aspek tauhidnya. Sepanjang tauhidnya mengikuti SOP yang sah, mereka adalah umat yang satu. Dilarang menghina, menyepelekan, menafikan dan membuat jiwa itu seakan dua pribadi yang bermusuhan.
Jika mengucapkan salam, tidak dijawab. Apa sebabnya, “Bukan satu pengajian atau satu organisasi”. Ingatkan umat ini wahai juru dakwah, bahwa umat ini disatukan dengan tauhid. Ini senjata paling ampuh kita, senjata yang membuat setiap pribadi memiliki kesamaan. Nilai yang dapat mengikis kesombongan dan ananiyah. Merasa paling hebat dan tak perlu yang lainya. Membuang perasaan palin berjasa dalam membina umat dan berbagai alasan yang lainya.
Kita, juru dakwah yang harus menyadari bahwa perubahan manusia menuju umat yang bertauhi, masing-masing baru dapat memgambil bagian kecil dari proyek ini. Yang satu merintis, yang satu menambahkan, yang lainya merekatkan nilai yang terserak. Yang lainya, menjaga bangunan yang telah didirikan.
Kita bisa memahaminya dari konsep “menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar”. Segala apa yang disampaikan tentang kebaikan, ia adalah dakawah. Dan apa yang disampaikan tentang larangan, juga sebagai dakwah. Yang menyampaikan bisa siapa saja diantara Muslim, yang penting isi pesannya akan membawa kepada tauhid. Ada yang menyampaikan secara langsung, karena sudah waktunya, ada pula yang melakukanya dengan pelan pelan, melalui jalan memutar agar umat mudah mencernanya.
Ibarat lambung, pesan tauhid kadang kala merasa terlalu keras untuk segera dicerna. Mengunyah-ngunyah sampai lembut dan mencobanya untuk diaslurkan ke seluruh tubuh. Pesan tauhid, memerlukan waktu untuk mendialogkan, menemukan formula yang equal agar frekuwensinya sama dengan anggota tubuh yang lainya. Frekuwensi tentang nilai tauhid, bahwa Allah adalah tujuan pertama dan utama sebagi dzat yang harus diibadahi. Tidak sekedar diakui kehebatanya.
Kaum kafir Quraisy memiliki tradisi pengakuan kepada Allah. Saat memasangkan Kiswah Ka’bah mereka memulainya dengam bacaan ‘Bismillah”, tapi diikuti dengan mengibadahi-Nya. Ssbagaimana kita dapati dalam perjalanan hidup kita. Acara dimulai dengan bacaan “Bismillah”, tapi setelahnya dilakukan tebar bunga, potong kepala kerbau dan menanamnya sebagai tumbal keselamatan. Kebiasaan yang sebenarnya malah merusak tujuan nilai dari umat wahidah.
Tauhid adalah dasar, ssbagai pondasi bagi bangunan yang lainya. Saat pondasi ini goyah, maka bangunan diatasnya juga mengalami kerusakan, bahkan kerusakan bisa leboh parah. Misal, saat pengakuan kepada Allah sebagai dzat yang melihat dipenuhi keraguan, maka hal-hal yang memerlukan pengawasan bisa disalah gunakan. Penyalah gunaan wewenang akan memunculkan ketidak percayaan. Akibatnya, terjadi saling curiga, yang kemudian muncullah saling bermusuhan.
Jadi bagi Islam, soal persatuan sudah final, tinggal bagaimana mengeksekusi agar nilai tauhid menjadi perekatnya. Pikiran dan hawa nafsu ini, sekurangnya sejajar jumlah nya dengan jumlah manusia. Bahkan banyak yang memilikinya lebih dari satu pikiran, sebagian lagi malah pikiran itu berkembang ssmakin banyak. Nah, jika tidak, disatukan maka akan menjadi sumber-malapetaka kehidupan secara merata.
Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, memberikan catatan, “Saat Allah mengisahkan tentang para nabi, Dia mengajak komunikasi kepada manusia, “Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu,” para rasul yang telah disebutkan itu, mereka juga bangsa kalian dan tokoh-tokoh panutan kalian yang kalian ikut berjalan di belakang mereka dan menelusuri petunjuk mereka. Mereka semua berpegang teguh pada agama yang satu dan jalan yang satu, juga mempunyai satu Rabb. Karenanya, Allah berfirman, “Dan Aku adalah Rabbmu.” Aku-lah yang menciptakan kalian dan merawat kalian dengan nikmatKu yang berkaitan dengan agama ataupun kehidupan duniawi. jika Rabb kalian satu, dan nabi (kalian) satu, agama (kalian) satu, yaitu penyembahan kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya dalam seluruh ragam ibadah, maka tugas dan kewajiban yang mesti kalian tunaikan adalah melaksanakan tugas itu (beribadah kepada Allah semata). Oleh sebab itu, Allah berfirman, “Maka sembahlah Aku.” Allah menempatkan urutan perintah beribadah kepadaNya berdasarkan keterangan sebelumnya dengan huruf fa’, yaitu mengurutkan sebuah28 sebab masalah berdasarkan faktor penyebabnya.
Disinilah peran juru dakwah menerjemahkan pesan tauhid dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Agar mudah ditelan, dan kemudian menumbuhkan virus daya imun, “Tiada illah yang berhak disembah kecuali Allah”. Kesadaran yang kuat, dan membantu arah persatuan ummat. Hari ini masih ada waktu, belum terlambat, wahai juru dakwah. Tugas Anda menyatukan ummat dengan tauhid