{وَلَوْ شِئْنَا لَبَعَثْنَا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ نَذِيرًا}
Dan andaikata Kami menghendaki, benar-benarlah Kami utus pada tiap-tiap negeri seorang yang memberi peringatan (rasul). (QS. Al-Furqan:51)
Al Quran mengenalkan satu konsep pembinaan jamaah, dengan pendekatan sosiologis berdasar zonasi, dengan desa sebagai basisnya operasional. Qaryah atau desa menunjukkan suatu tempat dimana terdiri dari sekelompok orang yang berhimpun, memiliki kepentingan bersama dalam ikatan persaudaraan dalam hal menjalankan keimanan, mengatur lingkungan, dan juga membuat pemerintahan. Mereka juga memiliki kepentingan untuk selalu mengingatkan dalam hal kebaikan, dan berusaha menolak kejelekan untuk diri dan juga keturunan mereka.
Dalam sejarah dunia, koloni manusia juga berhasil membuat desa-desa yang menyebar, melewati batas negara, bahkan benua. Yang menarik lagi, dalam rombongan tersebut selalu ada salah satu orang atau kelompok kecilnya menyempatkan diri menjadi penjaga peradaban manusia. Mereka menyampaikan misi agama sebagai tanggung-jawab kehidupannya. Allah menyebutkan,
{لأنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ}
supaya dengannya aku memberi peringatan kepada kalian dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya). (Al-An’am: 19).
Pada masa Pak Natsir memimpin Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, beliau mengirimkan dai ke beberapa daerah untuk menjadi juru dakwah desa dikawasan pedalaman. Sebagianya menjadi dai transmigran, masuk dalam rombongan transmigran yang menjadi andalam pemerintah saat itu untuk pemerataan pembangunan. Dibuatlan desa-desa baru, terutama dikawasan luar Jawa dengan cara membuka lahan hutan sebagai daerah pengembangannya.
Masuklah listrik desa, sekolah, puskesman, dan tentu Masjid menjadi icon baru dikawasan tersebut. Masyarakat berkumpul dan menitipkan anak-anaknya untuk menerima pembinaan agama di tempat tersebut. Desa tersebut kemudian hidup, sebagaimana kampung mereka di tanah Jawa.
Begitulah sejarah ini terus berulang hingga saat ini, dimana penduduk desa memerlukan sentuhan agamanya. Mereka adalah manusia yang ingin bahagia, bisa terbebas dari ancaman Allah, baik saat hidup saat ini atau nanti saat kembali kepadanya. Pesan Allah menjadi dasar langkah hidup mereka, sebagaimana dalam ayat,
{وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الأحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ}
Dan barang siapa di antara mereka, (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al-Qur’an, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya. (Hud: 17).
Manusia memiliki fitrah untuk memperbaiki dirinya. Mereka juga punya fitrah untuk selalu menyampaikan hal-hal baik kepada sesamanya. Apa tujuanya, agar kehidupan yang baik selalu beriring bersama, tumbuh ditengah-tengah mereka. Dengan kesamaan gerakan untuk menjalankan kebaikan tersebut, maka akan terwujud Qaryah Thayyibah (Desa yang baik), Buldah Aminah (negara yang aman). Allah mengingatkan,
{وَلِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا}
dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. (Al-An’am: 92)
{قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا}
Katakanlah, “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua.” (Al-A’raf: 158)
Di dalain kitab Sahihain disebutkan dalam hadisnya ,
“بُعِثْتُ إِلَى الْأَحْمَرِ وَالْأَسْوَدِ”
Aku diutus kepada orang yang berkulit merah dan yang berkulit hitam.
Dan dalam hadis yang lainnya lagi yang juga ada di dalam kitab Sahihain disebutkan:
“وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً”
Dahulu nabi diutus khusus hanya kepada kaumnya saja, sedangkan aku diutus untuk seluruh umat manusia.
Karena itulah dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{فَلا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ}
Maka janganlah kamu mengikuti orang- orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur’an. (Al-Furqan: 52)
Menurut Ibnu Abbas, damir yang ada dalam ayat ini merujuk kepada Al-Qur’an.
{جِهَادًا كَبِيرًا}
dengan jihad yang besar. (Al-Furqan: 52)
Menjadi sangat strategis bagi gerakan dakwah untuk menjadikan langkah dakwah dengan menempatkan desa sebagai ;
1) daerah binaan dakwah dengan makna yang luas, tidak saja pada pembinaan agama, tetapi juga menyentuh aspek ekonomi, politik kepemimpinan desa, penguatan jaringan, dan pendidikan. 2) menjadikan daerah sebagai sumber pemasok tenaga kader dakwah, yang nanti akan dikembalikan setelah selesai mengikuti pendidikan, 3) pada saatnya, daerah tersebut merintis dan juga membuta pusat kaderisasi untuk menjawab keperluan lokal mereka.
Satu desa, satu dai. Tanggung-jawab kita bersama untuk mewujudkanya. Jangan sampai umat ini terlambat dan kaget untuk kesekian kalinya, saat desa mereka menjadi rusak akhlaknya karena absenya juru dakwah. Masjid sepi dari jamaah, Quran tinggal tulisa tak ada yang bisa membacanya. Lebih tragis, yang tersisa tinggal KTP Islam, sementara pemiliknya jauh dari agama. Ayo lebih bersemangat lagi.