قَالَ رَبِّ إِنِّىٓ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْـَٔلَكَ مَا لَيْسَ لِى بِهِۦ عِلْمٌ ۖ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِى وَتَرْحَمْنِىٓ أَكُن مِّنَ ٱلْخَٰسِرِين
Nuh berkata: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi”. (QS. Hud, 47)
Setelah berusaha sekuat tenaga, manusia selalu ada batasnya. Para Nabi dan Rasul juga demikian, atas usaha yang dilakukan diserahkanlah kemudian seluruhnya terserah kepada Allah, sebagaimana saat Ibrahim menyelasaikan tugas membangun Ka’bah , Ia hanya bisa berucap, “Ya Allah terimalah amal kami”.
Mengapa hal ini dilakukan, dan tentunya bagus dilakukan oleh seorang dai, karena batas akhir dari amal, atau bagaimana sempurnanya amal, atau mungkin bagaimana hakekat amal yang dikehendaki Allah, ilmu manusia amatlah sedikit. Banyak maksud maksud Allah, yang manusia alpa dn tak mampu menerjemahkannya dalam aksi lapangan.
Ayat diatas memesankan kepada kita, para pejuang dakwah agar kiranya terus berusaha dalam perilaku dakwah, sambil meminta petunjuk dan ampuanan atas berbagai kekuarangan yang ada. Ayat ayat sebelumnya, bagaimana beratnya Nabiyullah Nuh mendakwahi keluarganya, anak dan istriNya, tapi ternyata apa yang diidealkan tak memenuhkan harapan. Ada ekspektasi yang tak nyambung dengan harapan, dugaanNya meleset.
Begitu pula saat Kita, dai yang amat terbatas ilmunya ini. Seringkali rencana ringgal rencana, padahal program tersebut sudah melalui proses observasi, perencanaa, bahkan perdebatan didalamnya. Hasilnya, ternyata tak memenuhkan harapan. Apa harus menyalahkan kawan? Tak usah. Masing masing minta saja ampunan kepada Allah, karena sangat mungkin kegagalan bersumber dari para pelakunya yang mungkin ada sifat sifat yang tidak berkenan di mata Allah. Ya, kita ini, sumber kesalahanya. Tak terasa, maka perlu muhasabah.
Tapi usaha itu sendiri, akan dicatat oleh Allah. Usaha yang gagal itu, tetap menjadi amal sholeh semoga, sehingga dapat memberikan kebahagiaan. Sekurangnya kita telah berusaha mencoba, karena memang dakwah sejatinya adalah kumpulan berbagai usaha yang baik yang dilakukan manusia Muslim. Sebagaimana pesan dibawah ini,
“Dakwah pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengubah seseorang, sekelompok, atau suatu masyarakat menuju keadaan yang leboh baik sesuai dengan perintah Allah dan tuntunan Rasulullah”, pesan Kiyai Mohammad Natsir dalam Khittah Dakwah.
Jadi, tak adalah salahnya mencoba berdakwah dengan kemampuan yang boleh jadi terbatas, asal ada usaha serius. Tak usah dipikirkan komentar orang, namanya juga “Usaha”, sebagaimana kata banyak orang. Sambil mengingat motivasi Allah kepada Nabi Nuh,
“Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada (pula) umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami”. (Hud, 48)
Ayo segera turun, kebahagiaan menyambut kedatangan Anda para Dai. Masyarakat rindu dengan bimbingan dsn arahan. Lakukan yang Ands bisa lakukan, sambil minta kepada Allah ilmu untuk menyempurnakannya.
Tak ada gading yang tak retak, dan tak ada permulaan yang tak mengalami kekurangan. Sadarlah, karena kita dicipta dengan kekurangan dan disemprnakan dengan berbagai pondasi iman, berbagai amal sholeh, saling menolong kebaikan dan kesabaran.
Semoga selalu bersabar, ummat menunggumu wahai Da’i.