سُبْحَٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Tafsir Quran Surat Al-Isra Ayat 1
“Bang, saya pingin kuliah. Ambil S2, bagaimana menurut abang”, tanya kader dai terkait kuliah yang akan diambilnya. Saya sarankan kepadanya, “Alhamdulillah, istikharahlah! Modal utama kuliah itu mental. Soal uang, bisa diselesaikan belakangan. Toh, soal uang, kita sudah terbiasa hidup dengan seadanya”.
Ku-nasehatkan demikian, jika menuntut ilmu diniatkan untuk sarana memudahkan dakwah, pastilah proses nya pasti akan banyak menghadapi cobaan. Menuntut ilmu, apalagi yang formal selalu akan memiliki kaitan dengan target-target tertentu, belum lagi godaan yang biasanya dibisiikkan “kenaikan gelar sama dengan kenaikan penghasilan” dari kenalan kita.
Jauh sebelum kita, dimasa Rasulullah hidup, persiapan mental telah Allah ajarkan kepadaNya melalui Isra’ Mi’raj, perjalanan panjang dan beberapa kisah penumbuh iman didalamnya. Dalam kontek manusia, peritiwa itu menegaskan bahwa kuasa Allah akan selalu membersamai hambaNya, terutama bagaimana akal yang terbatas ini diajak memahami suatu peristiwa yang tidak biasanya.
Syeikh Jabirb al-Jazairi menyebutkan, “Sebagian orang yang kurang akalnya mengatakan bahwa isra’ dan mi’raj bertentangan dengan akal sehat manusia. Kita menjawab, “Tidak, bahkan sama sekali tidak bertentangan dengan akal manusia, karena yang memperjalankan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa adalah Allah Subhaanahu wa Ta’aala sebagaimana dalam ayat di atas, bukan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri.
Seorang dai, akan menghadapi hal hal yang sering diluar nalar biasa. Maka perlu baginya membersihkan hatinya, sebagai tempat berseminya mental saat terjun di medan dakwah yang sebenarnya. Medan dimana, bercampur antara yang mendukunganya dengan yang menolaknya. Antara yang memahami apa didakwahkan dengan hawa nafsunya, atau dengan pikiranya.
Pak Natsir pernah menyebutkan kira-kira demikian, “dakwah itu memahamkan pikiran dengan ayat ayat Allah. Menyatukan akal dan wahyu”. Bagi sang dai, harus siap betul mentalnya, karena boleh jadi ia akan terlibat secara langsung dengan realitas masyarakat dengan seluruh sisinya. Bahkan, terlibat pula urusan rumah tangganya, dalam ikut serta memecahkanya. Ummat atau jamaah memang sangat menaruh harapan kepada juru dakwah yang telah membinanya. Resiko perjuangan, dan ini memerlukan kekuatan mental.
Isra’ mi’raj, menjadi persiapan mental bagu juru dakwah tentang mulianya pekerjaan dakwah yang aka diemban. Rasul dipertemukan dengan para pendahulunya, yakni Nabi dan Rasul yang semunya terlibat langsung mengurus ummatnya. Banyak tanda kebesaran Allah yang hamparkan sebagai pelajaran.
Peristiwa itu, juga untuk meneguhkan nilai tauhid bagi seorang Rasul, juru dakwah sekalian manusia. Mental yang kuat diperlukan untuk melaksanakan dakwah yang berat dan penuh duri. Memerlukan daya resauce yang tak terbatas. Mengelola idealisme perjuangan yang kadang berbeda dengan kemauan masyarakat. Tanpa mental yang lurus dan terbimbing wahyu, maka akan berakibat pada ‘berguguran dijalan dakwah”, kata Fathiyakan tokoh dakwah yang melegenda.
Mental dibersihkan melalui tazkiyah nafsi yang serius. Melalui bacaan kisah para pelaku dakwah, para Nabi dan Rasul, juga para dai yang telah merintis nya dari Timur sampai Barat. Menyusupkan wahyu Allah ke benak hati masyarakat di seantero nusantara. Dengan jalan yang pelan, tanpa peperangan dan perselisihan.
Hari ini, peristiwa Isra’ Mi’raj diputar ulang, sebagai sarana merenungkan diri, “Apakah mental kita telah siap dengan tugas dan tanggung-jawab dakwah ini”. Semoga peristiwa ini memberikan keberkahan untuk kita pelaku dakwah.