وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS, Fussilat, 33)
“Bismillah, Maaf mengganggu ……mhn dibantu like dan commentnya, Keponakan sy. Dan mhn commentnya, agar sy bisa menyampaikannya.
Anaknya lembut, pemalu..tapi dari TK sdh mulai kelihatan suka Kegiatan Keagamaan. Mhn do’a biar istiqomah dlm kebaikan. Jazaakallah khayran”, pesan WA ustadzah pimpinan majlis taklim di daerah Cijantung Jaktim.
Langsung ku buka youtube dan like-sub. Lalu, Ku jawab, “Semoga diberikan manfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat”. Saat WA ku lihat pagi ini, respon ustadzah tersebut tertulis, ” Aamiin Allahumma Aamiin..dia pemalu..tapi Alhamdulillah berani akhirnya..matur nuwun . . ..”.
Sejarah dakwah amat dekat dengan panggilan Adzan, termuat dalam ayat dan hadist. Panggilan yang terdengar disetiap putaran 5 waktu. Jika disambungkan, waktu Adzan dari arah Timur ke Barat, maka tersambung terus tanpa jeda, karena perbedaan waktu pada masing-masing tempat. Subhanallah, panggilan yang tiada bandingannya. Dan dengan Adzan itulah, identitas ke-Islaman dan ke-Imanan nampak dalam kehidupan masyarakat. Penanda waktu dan eksistensi hamba yang patuh.
Syeikh Muhammad Solih As-Syawi memberikan catatan terhadap surat Fushilat ayat 33 diatas, katanya, “Termasuk dakwah ilallah pula adalah mengumandangkan azan, karena di dalamnya terdapat seruan mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah. Di samping ia mengajak manusia kepada Allah, dia juga segera mengerjakan perintah Allah dengan beramal saleh, amal yang membuat Allah ridha. Yakni termasuk orang-orang yang tunduk kepada perintah-Nya dan menempuh jalan-Nya. Tingkatan dakwah ini sempurnanya adalah bagi para shiddiqin, dimana mereka mengerjakan sesuatu yang menyempurnakan diri mereka dan menyempurnakan orang lain; mereka memperoleh warisan yang sempurna dari para rasul. Sebaliknya, orang yang paling buruk ucapannya adalah orang yang menjadi penyeru kepada kesesatan dan menempuh jalannya. Antara kedua orang ini sungguh berjauhan tingkatannya, yang satu yang menyeru kepada Allah berada di tingkatan yang tinggi, sedangkan yang satu lagi yang menyeru kepada kesesatan berada di tingkatan yang bawah. Antara keduanya terdapat tingkatan-tingkatan yang tidak diketahui kecuali oleh Allah dan semua tingkatan itu dipenuhi oleh makhluk yang sesuai dengan keadaannya sebagaimana firman-Nya, “Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (Terj. Al An’aam: 132)
Perhatian yang jarang terdengar, dari orang tua ataupun kerabat saat generasi anak anak menampilkan kemampuannya menyuarakan Adzan. Dihargai dan dimintakan doa, agar sang anak tambil lebih berani, mengambil bagian dalam tanggung jawab dakwah. Sebagaimana Bilal yang mengumandangkan Adzan selama Rasulullah hidup. Mengingatkan waktu sholat dan mengingatkan tentang posisi manusia dihadapanNya.
Mengingatkan janji dialam arwah tentang pertanyaan Allah, “Bukankah Aku ini tuhanmu? Dijawab, Ya, kami bersaksi”. Persaksian tentang pengakuan bahwa Tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan Nabi Muhammad Rasulullah”. Pengakuan yang menafikan tuhan-tuhan yang lain. Merontokkan doktrin antoposentris, yang diajarkan pemikiran sesat. Diajarkan kaum skeptis, sebagai pijakan penelitian.
Menghasilkan konsepsi tentang “Tuhan yang dimanusiakan dan manusia yang di tuhankan”. Adzan mengingatkan umat ini, bahwa tidak saja Shalat yang harus ditegakkan karenanya. Tapi juga pikiran yang harus ditata ulang, bahwa ada yang maha absolut dalam kehidupan ini, Allah swt. Yang dapat menghilangkan keraguan yang telah banyak merusak kehidupan dan tujuannya.
Semoga Adzan masih terus berkumandang, syukur dengan suara yang merdu, menggetarkan jiwa-jiwa yang masih ragu tentang eksistensi Allah, sang pencipta dan pengatur, juga Dzat yang menjadi tujuan hidup ini. Adzan yang telah berhasil menyatukan gerak dan komando, merekatkan persahabatan penduduk yang ada di Timur dan Barat.
Wahai para dai, lebih gagahlah saat menyuarakan adzan. Isilah tenagamu saat menyuarakannya, sebagaiman saat bertabligh kabar diatas podium. Usahakan suara panggilanmu dengan Adzan sebagai sarana efektif, mengingatkan saudara se-Iman, bahwa kita memiliki kewajiban yang harus ditunaikan. Kewajiban yang tergambar dalam 77 cabang keimanan.
Semoga apa yang kita suarakan dalam Adzan tetap menjadi sandaran dan kebiasaan saat sedang menjalani rutinitas harian, dan lebih kuat lagi suaranya saat sakaratul maut. Saat kata terakhir terucap, semoga lafadz لا اله الا الله محمد رسول الله menjadi penutup. Kami mengharapkan husnul khtaimah dengan bacaan ini, sebagaimana Adzan yang telah ku kumandangkan. Amin