قَالَ رَبِّ إِنِّى لَآ أَمْلِكُ إِلَّا نَفْسِى وَأَخِى ۖ فَٱفْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ ٱلْقَوْمِ ٱلْفَٰسِقِينَ
Berkata Musa: “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu”. (QS. Al-Ma’idah, 25)
“Saling tolong menolonglah dalam kebaikan …”, begitulah pesan Allah kepada aktivis dakwah. Ajak kawan, bergabung dalam barisan, jangan sendiri saat dakwah harus dikumandangkan. Memang diri memiliki potensi dan cita cita, tapi sunnatullahnya dakwah haruslah terlaksana dengan saling tolong menolong. Bergandengan tangan, saling menguatkan, karena tangga dakwah selalu melewati “tlundakan” yang bertahap-tahap.
Tak mungkin dakwah berjalan dengan tiba-tiba. Pastilah selalu berproses menuju tahapan yang paling ideal. Pada tahapan-tahapan itulah, pos-pos itu diisi oleh kawan seiring. Mereka menyelesaikan pekerjaan yang belum tuntas. Saat sang tokoh dakwah menyampaikan pesannya, dalam forum Khutbah ataupun Tabligh Akbar, sejatinya kawan seiring memenej pesan-pesan itu lebih konkrit, mudah dan murah untuk bisa diekspresikan secara verbalistik.
Maka, jika Anda seorang tokoh dakwah yang hebat, kuat dan digemari banyak pengikut, sejatinya banyak tangan-tangan mungil yang ikut mensukseskan. Mengapa demikian? Apalah artinya, jika pertemuan sang tokoh dakwah hanya sekali, atau sesekali saja terjadi. Tidak rutin, dan berdekatan dengan mereka. Coba, pikir lebih bersahaja. Apa mungkin langsung mengubah audien?
Kawan seiringlah yang sejatinya, telah memberikan dan mengulurkan tangannya, berkotor-kotor mengawal pesan. Menggubahnya menjadi mungkin untuk dilaksanakan. Menemani warga, yang terlalu bersemangat sehingga merasa diatas angin, dan merasa sah untuk meninggalkan warga lain yang “lelet”. Atau kawan seiring itu, memberikan motivasi kepada warga yang merasa tersinggung, karena mendengar sindiran pedas dari sang dai. Kecewa dan bermuram durja, curiga, “ngapain ndengerin dakwah, kalo begini ceritanya”.
Rasul Musa, membentangkan kepada kita, pengalaman dakwahnya yang penuh duka dan resiko. Beliau marasakan bagaiman dakwah dilakukan, jika tanpa kawan seiring yang menemaninya. Ia sampai pada kesimpulanya, mereka tak kuasa pula hanya berdua melakssanakan tugas itu.
Dalam Kitab Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an, buah karya Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, “Mendengar penolakan dari kaumnya, dia, Musa, mengadu kepada Allah dan berkata, ya tuhanku, aku hanya dapat menguasai diriku sendiri dan saudaraku, Harun, dan aku tidak mampu mengajak kaumku untuk menaati perintah-Mu. Oleh karena itu, hendaknya engkau pisahkan antara kami yang selalu taat pada-Mu dengan orang-orang yang fasik yang tidak mau mendengarkan ketetapan-Mu itu. Setelah menerima pengaduan nabi Musa, Allah berfirman, jika memang demikian sikap mereka, maka negeri atau daerah Kana’an, yang sekarang dikenal dengan daerah gurun Sinai sampai tepi sungai Yordan, itu terlarang buat mereka, dan mereka tidak akan memasukinya selama empat puluh tahun. Selanjutnya, selama kurun waktu yang panjang itu, sebagai hukumannya mereka akan mengembara kebingungan, karena tidak memiliki tempat yang tetap di bumi sekitar kana’an. Maka janganlah engkau, hai musa, bersedih hati karena memikirkan nasib orangorang yang fasik itu”.
Kawan dalam dakwah itu hiburan dan penjaga marwah. Jangan tinggalkan karena merasa telah sukses dengan kemampuan pribadi yang menawan. Alhamdulillah jika sendirian telah tertunaikan, tapi Musa memerlukan Harun, Ibrahim memerlukan Ismail, Ya’kub merindukan Yusuf dan “Kita selalu mendambakan kebersamaan Kamu”.
Saat berjalan, tak mungkin hanya melangkah dengan kaki kanan. Seperti dalam berbagai permainan bola, tak mungkin bola dibawa sendirian dari titik gawang, menuju daerah lawan untuk menjebolnya. “Operan bola” selalu menjadi hiburan yang ditunggu kawan, lawan dan penontonya. Wasit pun menunggu umpan itu menggelinding, agar mata bisa digerakkan mengikuti bulatan bola menuju sasaran.
Anda masih yakin sendirian? Saatnya merenungkan ulang dan memilih kawan seiring dalam dakwah yang panjang dan terjal.
PondokRanggon, 19/2/21
DaiKampungKota