وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا كَآفَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. Tafsir Quran Surat Saba Ayat 28
Pak Natsir, membukan bahasan dalam kitab Fiqh Dakwah-nya dengan ayat diatas. Mengingatkan kita, para pelaku dakwah bahwa aktivitas dakwah ini sangat luas. Untuk melayanai semua orang, semua kalangan, semua manusia. Dakwah ini sendiri memang maknanya mengajak, ada saatnya yang diajak adalah orang yang sama sekali belum paham, termasuk yang memusuhi. Lain waktu, yang diajak justru yang sudah Islam, dengan maksud pembinaan agar lebih mantap Iman Islamnya.
Saatnya ayat ini ditegaskan kembali, dijadikan patokan dasar bahwa dakwah dan tugas juru dakwah memang tidak hanya mengajak atau membina satu golongan. Sang juru dakwah harus memahami bahwa dirinya bukan milik satu golongan atau kelompok. Saat juru dakwah berkelompok, dipahami sebatas sebagai tempat mengasah ilmu dan merancang program. Programnya sendiri dibuat untuk menjawab keperluan yang luas.
Isi risalahnya, kontennya tentang kabar gembira dan peringatan. Mengingatkan tentang kebaikan kebaikan yang harus dilakukan, sebagai konsekwensi janji manusia mengesakan Allah. Juga menjaga untuk menjauhkan diri dari larangan-larangan yang telah diperingatkan dalam kitab suci. Konsep isi bukan mengajak kepada golongan atau kelompoknya, tetapi mengajak manusia untuk memahami Islam secara benar.
Kelompok, golongan, organisasi hanya sebatas media, menjembatani ide kepada bentuk nyatanya. Individu menjadi garda bagi sosialisasi nilai karena kesempurnaan kejadianya. Fi ahsani taqwim, sebaik-baik ciptaan, dimaksudkan agar konten pesan lebih mudah dijalankan. Allah menyiapkan para pelakunya, dalam hal ini juru dakwah dan penerima dakwah dengan kondisi yang paling baik.
Dengan kesempurnaan ciptaan, proses dakwah akan semakin mudah memasyarakat. Disinilah, kekuatan tugas dakwah ini dapat menjawab tuntutan universalitas dakwah. Jadi, perlu dipahami oleh juru dakwah, bahwa audien dakwah ini adalah untuk semua manusia, lintas golongan dan kelompok. Menyampaikan pesan dari Allah yang telah sempurna saat diturunkan.
Yang berbeda adalah uslub pendekatannya, model dan metodenya. Suatu hal yang wajar, lain kepala lain isinya. Tapi potensinya sama, potensi kebaikan dan potensi keburukan diciptakan untuk sarana berdialog. Dialektika akal dan hati memperkuat dan memberikan catatan tentang wacana kedepan, mewujudkan manusia sempurna sebagaimana pesan wahyu.
Ingat, obyek dakwah adalah seluruh manusia. Pengetahuan-pengetahuan baru tentang bagaimana manusia dapat berubah, perlu dipelajari. Niatnya satu, agar dakwah semakin meluas. Difahami dan dilakukan sebanyak mungkin orang. Berbagai model dakwah bisa digunakan, asal tidak melanggar syariat.
Juru dakwah berdialog secara global, pahami jika Anda adalah juru dakwah, sejatinya Anda milik semua golongan. Dalam artian, kemampuan Anda sebagai dai harus diusahakan “dapat” melayani seluruh kepentingan.
Bagaimana kalo tidak mampu? Jangan minder, itu hanya masalah waktu saja. Allah telah menyiapkan untuk hal itu, “sesungguhnya bumi Allah ini amat luas, bertebaranlah kalian. Jadi, klop, ada tujuan dan disiapkan komponennya.
Saat visi dakwah itu internasional, saat yang lainya Allah membuka akses Hijrah sebagai caranya.
Sekurangnya, jika Hijrah bermakna tempat belum bisa dilakukan, pilihlah Hijrah dengan makna nilai, perubahan ke arah yang lebih baik sebagai pijakan dalam pergerakannya.