يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ إِنَّآ أَرْسَلْنَٰكَ شَٰهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا
Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan,
وَدَاعِيًا إِلَى ٱللَّهِ بِإِذْنِهِۦ وَسِرَاجًا مُّنِيرًا
dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. (QS. Al Ahzab : 45-46)
“Dai itu ibarat mesin disel, tempatnya jauh dari pandangan, tapi manfaatnya terasa. Menghidupkan lampu yang menyinari”, sekelumit pemaparan dari murid murid Kiyai Natsir tokoh dakwah yang melegenda. Namanya juga ibarat, pasti tak sungguhan, tapi cukup memberikan kepada kita bagaimana konsep yang filosofis ini dipahami dan diterjemahkan.
Untuk bisa menerangi, sang dai haruslah menyiapkan dirinya dengan baik. Jangan sampai diri ini gelap, sementara diluar bisa ambil sinar dari diri. Bersinar di dalam, bersinar pula diluar. Sinar dihasilkan dari bertambahnya ilmu, bukan karena banyak panggung dan podium. Bukan pula karena sudah punya kuasa dan jasa, apalagi tahta dan harta. Ilmulah yang menjasi “setrum”nya, sehingga lampu hidup.
Zaman telah berubah, media dakwah sebagai tempat “menyantolkan lampu” bebas diakses. Segala kegembiraan dan peringatan dapat didistribusikan melalaui media sosial. Tak perlu menunggu di undangan, apalagi undangan. Memang pengkolan masih ada orang, tapi itu sudah mulai ditinggalkan. Seperti ojek pengkolan yang mulai sepi penumpang. Zamanya, malah sudah listrik tanpa disel, tenaganya matahari.
Dai hidup ditengah warga. Kena sinar dan memantulkan cahaya, disimpan untuk menyinari dikala gelap. Di saat malam dan bulan telah membuat sepi dan dingin. Malam berbeda dengan siang. Malam saat munajad, merencanakan dikelola dengan sentuhan Rabbani. Tempat mengadu dan meminta. Tempat menata hati, pikiran dan mental. Disiapkan sang dai saat malam, seperti Rasul diisra’kan dan dimi’rajkan sebelum benar benar menjadi lampu penerang. Dipadang tandus na gersang.
Lampu dan disel sudah diinfestasikan sang tokoh dakwah Pak Kiyai Natsir jauh hari. Kita rasakan bagaimana mesin disel itu melaporkan dari pedalaman negeri. Dai itu berada di Musi Rawas Sumsel, katanya, “Digeruduk Majlis Taklim An Nisa’ dusun 3 F.Trikoyo.
… وداعيا الى الله وسراجا منيرا
Dakwah ilallah itu sgt sulit, tapi nikmat. Salam buat semua. Masih terngiang di telinga, bahwa pesan -pesan penting dakwah pendahulu kita sgt manusiawi dan islami. Minimal usaha para ustadz mewujudkan
قرية طيبة ورب غفور.”
Optimisme sang “disel” terus berusaha menyalurkan strumnya ke masyarakat, menjadi lampu lampu yang menyinari. Memantulkan ilmu dan hikmah Rabbaniyah.
Ya Allah, semoga para “disel” itu terus bekerja secara maksimal mengirimkan “strumnya”, agar lampu tetap hidup.