قَالَ يَٰقَوْمِ أَرَءَيْتُمْ إِن كُنتُ عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِّن رَّبِّى وَرَزَقَنِى مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا ۚ وَمَآ أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَىٰ مَآ أَنْهَىٰكُمْ عَنْهُ ۚ إِنْ أُرِيدُ إِلَّا ٱلْإِصْلَٰحَ مَا ٱسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِىٓ إِلَّا بِٱللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيب
Syu’aib berkata: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali. (QS. Hud, 88)
Diantara deretan kosa kata dalam ayat diatas, Allah memilihkan susunan kata yang berisi peringatan dan motivasi tentang misi dakwah ini. “” Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan””. Perbaikan dan kesanggupan dua manhaj dakwah bagaimana tugas ini harus dijalankan.
Dalam perbaikan ada konsep tentang mengenal masalah sebagai input, bahan perenungan. Masalah masalah lapangan harus dikumpulkan melalui aksi lapangan. Bisa dimulai dari mendengarkan apa yang terjadi terkait berbagai masalah, khususnya masalah dakwah. Bagaimana cara mendengar? Seorang dai dapat melakukannya dengan silaturahmi secara personal ataupun kelompok masyarakat. Tidak harus formal, sambil berkunjung dan ngopi ditempat umum, pasar, warung juga boleh. Intinya bagaimana mendapatkan info sebanyak banyaknya.
Jangan lupa dicatat, dan diverifikasi serta dikelompokkan, untuk memudahkan dalam mempelajarinya ataupun mendiskusikannya. Tak usah buru buru ingin tau semua, yang penting apa yang sudah diketahui bisa dipelajari dan difahami. Biarkan informasi mengalir apa adanya, karena kawatir sang dai akan “keteteran” jika baru memulai tapi sudah disodorkan informasi yang sangat banyak.
Sedangkan kesanggupan, memiliki makna bahwa kesempurnaan Islam ini memang memiliki kaitan dengan seluruh komponen dakwah yang sejatinya sangat terbatas. Misalkan dengan dainya, dimana ia juga memiliki keterbatasan dalam banyak aspek, tapi memiliki etos dakwah yang hebat dalam hal suaranya. Maka ia memanfaatkan suaranya untuk diposisikan sebagai media dakwah. Ia menjadi Muadzin setiap datang 5 waktu sholat. Karena dengan cara begini, jamaah diingatkan tentang waktu sholat dan diberikan ketenangan melalui suara Muadain yang berkualitas.
Setelah mencatat masalah, libatkan diri duat dalam aksi aksi nyata, baik fisik maupun non fisik untuk mengatasi masalah. Pemprosesan maslah lapangan tentunya tidak sekaligus, bisa dicicil semampunya. Toh, masyarakat tak mungkin juga menerima proses perbaikan dakwah ini sekaligus. Dalam proses ada aspek menyusun daftar keinginan (proposal), merencanakan dengan mempertimbagkan berbagai kemungkinan dan mendiskusikan kembali. Kok ribet sih? Tak usah kawatir, ” . . . dan pada setiap pemilik ilmu ada yang lebih hebat lagi”.
Perbaikan dan kesanggupan dalam dakwah, juga diamksudkan agar para pelakunya menyadari perlunya kehadiran orang lain, baik sebagai pelanjut ataupun dari sisi untuk meringakan beban. Karena dalam kesanggupan, banyak aksi aksi dakwah yang sejatinya saling beririsan dengan gerakan dakwah yang lainya.
Dimulai, dievaluasi, diulang manakala ada presisi, ditularkan dan dijaga sebagai networking komunitas dakwah. Saling membantu adalah menghindari mafhum mukhalafah dari kata “kesanggupan”, yakni gambaran tentang tidak mudahnya dakwah ini.
Bertawakkallah kepada hanya kepada Allah, katerena misi dakwah adalah perbaikan dalam batas batas kesanggupan para hambaNya.