لِمَنْ شَاۤءَ مِنْكُمْ اَنْ يَّتَقَدَّمَ اَوْ يَتَاَخَّرَۗ
(Yaitu) bagi siapa di antaramu yang berkehendak akan maju atau mundur. (QS. Al-Muddassir, 37)
Barangsiapa memperhatikan perilaku Rasulullah, Beliau kadang mengenakan gamis, rompi, jubah dan kadang sarung dan kadang selendang.
Kadang juga Beliau mengendarai onta sendiri, berboncengan. Malah juga naik kuda berpelana dan tanpa pelana. Juga naik keledai, memakan makanan yang terhidang, kadang duduk diatas tanah juga tikar, karpet. Kadang berjalan sendirian, juga bersama sahabatNya.
Beliau tidak biasa melakukan hal-hal yang dibuat-buat dan mengikat diri dengan selain yang diperintahkan RabNya. Subhanallah, alangkah jauhnya kehidupan kita dengan kehidupan Beliau. (Ighasatu Lahfan, Ibn Qayyim al-Jauziyah, Bab 13 Tipu daya setan)
Sesuaikan dengan kemampuan diri, baik secara fisik ataupun non-fisik. Manusia siapapun dirinya memiliki keterbatasan, pada saat tertentu akan mengalami suatu kondisi yang yang tidak diinginkan.
Bosan kata yang dapat mewakili situasi kejiwaan seseorang. Kondisi fisik sebetulnya prima, tetapi itulah suasana batin, aktivitas yang sebenarnya ringan bagi kebanyakan orang, malah tidak dapat dituntaskan. Ada gejolak jiwa!
Demikian juga sebaliknya, dimana kondisi fisik sudah lemah dan lunglai. Tetap dapat dijalankan, karena jiwa sedang dalam kondisi puncaknya.
Kalau begitu, jangan mengukur diri, makaudnya membuat suatu setandar hanya berdasarkan kondisi diri, atau orang lain semata. Harus banyak keberbagian situasi dijadikan variabel nya.
Kadang harus maju, kadang harus mundur. Sesuaikan situasi di sekeliling kita, bagaimana seharusnya. Walaupun jangan dipahami harus mengikuti situasi dengan harga mati “poko’e”.
Manusia perlu situasi yang nyaman dan aman secara dhohir dan bathin. Keduanya saling mempengaruhi, apakah jadi maju atau malah mundur. Maju sedikit tak mengapa, demikian juga mundur sedikit.
Ada tawar menawar dalam jiwa dan raga. Masa khiyar atau memilih dalam komunikasi perjanjian sosial dan jual beli. Hal yang biasa saja, dan itu baik untuk menjaga stabilitas diri dan amal bersama.
Pahami saja, bahwa mundur pun ada manfaatnya, cuma kita yang tidak paham. Maju juga bukan suatu kemestian dalam kehidupan. Maju dan mundur sebenarnya hany uji coba, kuat atau tidak.
Memang petunjuknya jelas dan harus dilakukan! Tetapi dapat memilih untuk mundur,, bukan takut tetapi merasa harus tahu diri. Terukur lah saat bertindak!
Pinggiran Ibu Kota, 10/2/23
Sumber : Catatan Ust. Ahmad Misbahul Anam