Tahun Kedua Hijriyah Mulai Berzakat
Di awal hijrah Rasulullah dan sahabat ke Madinah, hampir tidak ada pemasukan dan pengeluaran sehingga belum ada ketentuan gaji.
Pada tahun pertama di Madinah, nabi dan para sahabatnya bersama kaum muhajirin (orang-orang Islam Quraisy yang hijrah dari Mekah ke Madinah) masih dihadapkan kepada bagaimana menjalankan usaha penghidupan di tempat baru.
Sebelumnya, mereka hanya mengandalkan ketentuan pembagian harta rampasan perang (ghanimah) sebagai pemasukan negara untuk kepentingan umum.
Di tahun kedua Hijriah, saat kondisi kaum Muslimin sudah mulai tenteram, barulah kewajiban zakat diberlakukan.
Rasulullah SAW mengutus Mu’adz bin Jabal menjadi Qadli di Yaman, Rasul memberikan nasihat kepadanya supaya menyampaikan kewajiban zakat dengan ucapan “sampaikan bahwa Allah telah mewajibkan zakat kepada harta benda mereka, yang dipungut dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang miskin di antara mereka,”.
Ucapan Rasulullah sebagai kepala negara saat itu langsung ditaati oleh seluruh umat muslim tanpa ada perlawanan.
Harta benda yang dizakati di zaman Rasulullah SAW yakni, binatang ternak seperti kambing, sapi, unta, kemudian barang berharga seperti emas dan perak, selanjutnya tumbuh-tumbuhan seperti syair (jelai), gandum, anggur kering (kismis), serta kurma.
Seiring zaman berkembang jenisnya pada harta itu sendiri, yang dinamakan “illat”. Berdasarkan “Illat” itulah ditetapkan hukum zakat.
Prinsip zakat yang diajarkan Rasulullah SAW adalah mengajarkan berbagi dan kepedulian, karena itu zakat mampu menumbuhkan rasa empati serta saling mendukung terhadap sesama muslim. Dalam hal ini, zakat harus mampu mengubah kehidupan masyarakat, khususnya umat muslim.
Layanan Konsultasi & Jemput Zakat
? 0811 790 4020 (Telp/ WA)
Rekening Zakat
? 709 123456 9 An. Lazis Dewan Da’wah Lampung