شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ ۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا۟ ٱلْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Baqarah, Ayat 185)
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”, bagaimana Allah membrikan satu pendekatan dalam melaksanakan perintah puasa yang berat ini. Unsur memudahkan dan tidak memberatkan menjadi karakter terindah dari proses dakwah. Perintah yang utama dan mulia, didekati dengan uslub yang menawan.
Ada banyak perilaku juru dakwah yang perlu diberikan catatan agar dakwah tidak berubah menjadi sesuatu yang menyeramkan. Dakwah itu menghibur, walaupun ada peringatannya. Tapi, basyiran ditekankan sesuai maknanya yaitu aspek humanis saat dakwah menjadi citra positif bagi kelanjutan perubahan.
Potongan ayat tadi memberikan beberapa catatan indah bagi para juru dakwah, bagaimana memproses umat menuju perubahan demi perubahan, kearah yang semakin baik. Mari kita kembangkan konsep kemudahan dalam dakwah tersebut, menjadi beberapa poin
1. Jangan kaku. Masyarakat pada umumnya memiliki potensi kebaikan. Sudah ada modal dari alam ruhnya, untuk menjadi orang yang konsisten terhadap perintah mentauhidkan Allah. Potensi tersebut perlu sentuhan yang manusiawi, agar mereka tidak merasa dipaksa dan digurui. Perlu stimulus panca indera dan juga sentuhan hati serta akal.
2. Jangan Keras. Ayat yang berat dan serius, justru ditutup dengan ungkapan yang menyejukkan, “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. Subhanallah, bagaimana dakwah ini menjadi cepat menyebar keseluruh kalangan dan penjuru dunia, metoda ayat ini sangat membantunya. Menyebar dengan pendektan yang humanis, penuh cinta
3. Jangan Kasar. Ohya! Tabiat manusia senang dengan kelembutan, walaupun jangan dimaknai dengan “lembek”. Kasar sebenarnya amat dekat dengan makna sosiologis. Bagi orang Jawa Solo, cara bertutur orang Jawa Timuran dibilang kasar. Tapi sebaliknya, orang Solo dianggap “lembek” oleh Jawa Timuran. Silahkan disesuaikan saja, kapan musti tegas, tapi tidak masuk dalam bahasa kasar. Assalamualikum, ungkapan pembuka yang di perkenalkan Islam untuk menyatukan perbedaan tersebut. “Uluk” salam dan jawab salam menyatukan, dan mencairkan kesan kasar tersebut. Ucapkan salam pada sesi pembuka dialog.
4. Perlu menyesuaikan diri. “Tak kenal maka tak sayang”, ungkapan indah pembuka diri.