ٱتَّبِعُوا۟ مَن لَّا يَسْـَٔلُكُمْ أَجْرًا وَهُم مُّهْتَدُونَ
Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Yasin, 21)
” . … Adakah sesuatu yang belum tercapai? Hingga sekarang ini, yang belum tercapai sama seperti keinginan saya waktu jadi Perdana Menteri. Orang orang yang rukun, beragama, ada tasamuh, toleransi antara umat beragama yang satu dengan umat yang lain, itu ndak tercapai. Iya, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur (negara sejahtera penuh ampunan Allah), itu yang tidak atau belum tercapai …” (Natsir: wawancara Agus Basri)
Satu kali pihak donatur menanyakan berapa kebutuhan operasional kegiatan dakwah disatu tempat binaan kami di kawasan Tanah Merah, Plumpang Semper Jakut. Daerah binaan yang ditinggali warga marginal ibu kota dengan kerja serabutan yang macam macam. Saat itu menjelang tahun 2000, awal reformasi. Dilakukan oleh komunitas mahasiswa pengabdian masyarakat salah satu PT swasta agama.
Maka kami jawab, “bagaimana jika kita atur pertemuan di tempat saja, biar bapak bisa melihat langsung, bagaimana sebaiknya dan selayaknya rencana pembiayaan kami ajukan!”. Saat itu beliau sepakat untuk bertemu dan terlaksana. Para tamu tadi kita ajak berkeliling, melihat langsung tempat binaan, bertemu dengan warga, dan berhenti lama, persis didepan “Rumah Kardus” salah satu binaan. Tamu tertegun, kami pun tak perlu menjelaskan secara detail.
Apa yang dilihat sudah cukup baginya memahami obyek binaan kami. Tujuan kami mengajak donatur langsung ke tempat tugas, agar mereka mamahami bagaimana harus membantu dan juga berapa banyak biaya yang diperlukan. Ini juga untuk menegaskan bahwa, pekerjaan dakwah tidaklah cukup hanya menganggarkan perapa besaran “GAJI” bagi pelaku dakwah. Terlalu sederhana jika gaji adalah segala galanya bagi proses dakwah.
Idealisme dai, sejatinya adalah variabel yang harus dibiayai secara keseluruhan. Apa saja idealisme dai itu? Ya keseliruhan perintah Allah untuk dikerjakan, dan keseluruhan larangan Allah untuk ditinggalkan. Menyangkut media dakwah, konten dakwah, cara dakwah, bahkan membiayai kebutuhan obyek dakwah. Wah! Banyak sekali yang harus dibiayai? Begitulah dakwah, karena semuanya saling terkait. Anggarannya sebesar biaya APBN, iya begitu sejatinya.
Baca ulang pesan Pak Natsir diatas, mewujudkan negara yang sejahtera, dengar cermin wujudnya kerukunan, tasamuh, toleransi dll. Inilah yang sejatinya sedang dilakukan oleh juru dakwah dengan semangat ingin mendapatkan ridho Allah. Tujuannya berbeda dengan pendekatan politik kekuasaan.
Maka bisq kita fahami, juru dakwah bukan orang gajian. Terlalu sedikit yang bisa dilakukan dai jika ia hanya dianggarkan dengan sebutan ‘gaji’. Gaji tak cukup membiayai mewujudkan idealisme. Gaji hanya sekedar biaya mampir untuk minum.
Lihatlah, saat juru dakwah adalah tokoh lokal. Berapa anggaran yang harus dikeluarkan, jika itu diambil dari ‘gajinya’. Malam malam jamaah minta tolong diantar ke klinik persalinan, kundangan sunatan, pernikahan dan sebagainya. Bagaimana dai membiayai kegiatan sosialnya. Maka ayat di atas tadi juga mengingatkan kita semua, siapa sejatinya juru dakwah itu.
Rakit kebersamaan, agar kemudahan dikaruniakan Allah kepada kita!