Yang perlu dikenal lebih awal dalam jual beli adalah mengenai ijab kabul. Dalam ijab kabul berarti harus ada yang menyatakan menjual dan harus ada pula yang menerima. Apakah bentuknya harus dalam ucapan (perkataan) ataukah boleh pula hanya sekadar perbuatan tanpa kata-kata?
Sebagian ulama, yaitu Hanafiyah, Malikiyah, dan Hambali menyatakan bahwa ada dua bentuk akad jual beli, yaitu perkataan (ucapan) dan perbuatan.
Bentuk perkataan semisal dengan ucapan penjual “saya jual barang ini kepadamu”, dan pembeli menerima dengan ucapan “saya beli barang ini darimu” atau “saya terima”. Sedangkan bentuk perbuatan dikenal dengan istilah mu’aathah. Bentuknya adalah seperti pembeli cukup meletakkan uang dan penjual menyerahkan barangnya. Transaksi mu’aathah ini biasa kita temukan dalam transaksi di pasar, supermarket, dan mal-mal. Transaksi mu’aathah bisa dalam tiga bentuk:
- Si penjual mengatakan “saya jual” dan si pembeli cukup mengambil barang danmenyerahkan uang.
- Si pembeli mengatakan “saya beli” dan si penjual menyerahkan barang dan menerima uang.
- Si penjual dan pembeli tidak mengatakan ucapan apa-apa, si pembeli cukup menyerahkan uang dan si penjual menyerahkan barang.
Lihat Al-Mulakhash Al-Fiqhiy, Syaikh Shalih Al-Fauzan, 2:8.
Ulama yang Melarang Ijab Kabul Tanpa Kata-Kata
Ulama Syafiiyah melarang ijab kabul hanya dalam bentuk perbuatan. Dengan kata lain, menurut ulama Syafiiah harus ada ucapan dalam ijab kabul. Mereka beralasan bahwa perbuatan tidak menunjukkan adanya ‘iwadh atau timbal balik. Sehingga jual beli mu’aathah semacam ini menurut ulama Syafiiyah tidaklah sah.
Asy-Syirazi rahimahullah mengatakan, “Tidaklah sah akad jual beli kecuali adanya ijab dan kabul. Adapun akad mu’aathah tidaklah sah dan tidak disebut jual beli.” Imam Nawawi rahimahullah menegaskan tentang perkara ini, “Pendapat yang masyhur dalam mazhab Syafii, jual beli tidaklah sah kecuali dengan adanya ijab dan kabul. Sedangkan jual beli mu’aathah tidaklah sah baik bentuknya sedikit maupun banyak.” Lihat Al-Majmu’, 9:115-116.
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan bahwa yang masyhur dalam madzhab Syafii, jual beli haruslah dengan ijab kabul. Jual beli tidaklah sah jika hanya dengan mu’aathah, baik dilakukan dalam jual beli yang sedikit maupun banyak. Inilah pendapat Imam Asy-Syirazi dan jumhur ulama. Namun, ada pendapat yang masyhur yang berbeda dari Ibnu Suraij bahwa jual beli mu’aathah itu sah. Imam Nawawi rahimahullah juga menyatakan bahwa selama transaksi yang dilakukan dianggap sebagai bai’ (jual beli), maka dianggap sah walau dilakukan dengan cara mu’aathah. Pendapat ini dipegang juga oleh sekelompok ulama Syafiiyah. Lihat Al-Majmu’, 9:116.
Yang Tepat, Masih Tetap Sah Ijab Kabul Tanpa Kata-Kata
Pendapat terkuat dalam hal ini adalah ijab kabul boleh dan sah dengan perbuatan dengan alasan:
Pertama, Allah membolehkan jual beli dan tidak membatasinya dengan bentuk akad tertentu. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275).
Kedua, menurut ‘urf (kebiasaan masyarakat) dengan si pembeli menerima barang dan penjual mengambil uang, maka itu sudah menunjukkan rida keduanya. Jika dengan perkataan dianggap rida, maka dengan perbuatan bisa teranggap rida pula. Yang penting adalah didasari saling rida karena Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka (saling rida) di antara kalian.” (QS. An-Nisa’: 29). Lihat An-Niyat, 2: 59-60.
Bentuk Transaksi Zaman Modern
Dari penjelasan ini kita mengetahui bahwa jual beli yang berlaku di pasar, supermarket, dan mal tanpa adanya ucapan apa-apa, cukup adanya saling rida dengan si penjual menyerahkan barang dan si pembeli menyerahkan uang, maka itu sudah dianggap sah.
Di antara bentuk transaksi mu’aathah di zaman modern adalah:
- Jual beli melalui mesin yang berisi minuman penyegar, air minum dalam kemasan, atau minuman bersoda dengan cukup memasukan sejumlah uang kertas ke dalam mesin.
- Transaksi jual beli melalui mesin ATM dengan mentransfer sejumlah uang.
- Pemesanan dan pembelian tiket melalui internet.
- Jual beli saham melalui internet.
- Sahnya jual beli melalui tulisan seperti email, surat, dan sms.
- Jual beli di market place.
Lihat Syarh ‘Umdah Al-Fiqh, 2:782 dan Shahih Fiqh As-Sunnah, 4:259.
Jadi, Tetap Sah Walau Tanpa Kata-Kata
Mengenai sahnya ijab kabul lewat tulisan bisa kita ambil dari kaidah para ulama,
الكِتَابُ كَالْخِطَابِ
“Tulisan dinilai sama seperti ucapan.” (Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah Al-Mustakhrajah min Kitab I’lam Al-Muwaqqi’in, 1:472)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Umat Islam terus menganggap sahnya tulisan. Para sahabat pun menganggap boleh beramal dengan tulisan tersebut. Begitu pula generasi setelah mereka menggap sahnya tulisan.” (I’lam Al-Muwaqqi’in, 2:380)
Untuk lafaz ijab kabul sendiri tidaklah disyariatkan dengan lafaz tertentu karena lafaz yang terucap bukanlah dimaksudkan untuk ta’abbud (ibadah). Segala lafaz yang menunjukkan lafaz ijab kabul, maka itu terhitung sah. (Syarh Al-Mumti’ ‘ala Zaad Al-Mustaqni’, 8:105-106)
Kesimpulannya, jual beli lewat mesin tanpa ada kata-kata, tetap sah. Wallahu a’lam bish showab.
—
@ Darush Sholihin, 29 Jumadal Ula 1442 H, 12 Januari 2021
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal