وَإِلَىٰ عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا ۚ قَالَ يَٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُۥٓ ۖ إِنْ أَنتُمْ إِلَّا مُفْتَرُونَ
Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka, Huud. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Kamu hanyalah mengada-adakan saja. (QS. Hud, 50)
Dakwah tak pernah mengenal waktu dan musim. Setiap kesempatan dimanfaatkan untuk kegiatan memperbaiki kondisi masyarakat. Juga kepada kerabat dan saudara. Memang mendakwahi saudara memiliki tingkat kesulitan tersendiri, saling tahu rahasia dan kemampuan. Sehingga diperlukan kesabaran yang relatif besar. Harus lapang dada dan melalui tahapan yang bertingkat tingkat.
Nabiyullah Adam, Nuh, Ibrahim, Soleh dan yang lainya mengalami hal yang sama. Bagaimana pembinaan kepada keluarga memang berat. Apakah kekuarga inti, ataupun keluarga jauh. Pemahaman yang telah tertanam sejak lama, seringkali menjadi kendala. Diperlukan suasana yang mampu membuka cakrawala berfikir.
Keluarga perlu diajak keluar, dikenalkan dengan pengetahuan yang lain pada komunitas yang dianggap lebih baik. Tidak sekedar dinasehati dengan kata-kata. Artinya, berbagai sarana dakwah perlu didekatkan dengan keluarga, walaupun sebatas yang dimungkinkan.
Dari sekian banyak pendidikan, bertujuan untuk memperbaiki peserta didik. Setelah dinaggap selesai, ya pulang dan menularkan kebaikannya kepada keluarga. Masalahnya, seringkali, keluarga masih menganggap hasil pendidikan hanya untuk diri si pencari. Jika anak yang telah tuntas menuntut ilmu dan mengajarkanya kepada keluarga, tetap saja tidak dianggap.
Jika kondisi ini dialami oleh juru dakwah, tak usah sedih dan pesimis. Banyak kisah, ternyata suatu komunitas memerlukan juru dakwah dari kalangannya, atau juru dakwah memiliki tanggung-jawab kepada keluarga. Apakah keluarga itu dimaknai dengan keluarga inti, atau keluarga itu adalah masyarakat dengan ciri-ciri kultural yang sama. Misalnya, keluarga Aceh, Jawa, Sunda dan lain-lain. Tingalnya bisa dimana saja.
Menjelaskan ayat diatas, kitab Aisarut Tafasir karya Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, kaum ‘Aad adalah kabilah yang terkenal di bukit-bukit berpasir negeri Yaman. Nabi Hud dikirim Allah untuk membinanya, karena se-kabilah atau sesuku agar mereka dapat mengambil ilmu darinya dan mengetahui kebenarannya. Maksudnya penyembahan mereka kepada berhala adalah mengada-ada, yakni berdusta terhadap Allah dalam pembolehan menyembah kepada selain Allah.
As Sa’di menambahkan keterangannya, ini adalah permulaan kisah Hud bersama kaum ‘Ad, setelah disebutkan kisah Nuh ‘alaihi salam. Inti dari kisah ini adalah penetapan ke-esa-an Allah dan kenabian Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman “Dan Kami utus kepada kabilah ‘Ad, saudara mereka Hud”: saudara mereka dalam nasab, orang yang pertama kali berbicara dengan bahasa arab, dan salah satu dari empat rasul dari kalangan arab: Hud, Shaleh, Syu’aib, Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam. Firman-Nya (و إلى عاد أخاه هودا) Hud berkata kepada kaumnya setelah Allah utus menjadi seorang rasul, “Wahai kaum ku, sembahlah Allah semata, janganlah kalian menyembah yang lain selainnya, (قال يا قوم اعبدوا الله)” “Hai kaumku, sembahlah Allah” karena tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia. (إن أنتم إلا مفترون) peribadahan kalian kepada selain Allah, berupa berhala hanyalah karangan kalian sendiri, karena Allah tidak memerintahkan kalian untuk menyembah hal-hal itu.
Selain kesulitan dakwah yang dialami oleh juru dakwah yang satu keluarga, masih banyak hal hal yang menguatkan. Misalnya kekuatan bahasa, jargon-jargon, dan model pelayanan yang cenderung sama. Tinggal di sesuaikan dengan keperluan, dimodifikasi ulang agar sesuai dengan kaidah yang benar. Acara kendurian, dimanfaatkan sebagai media menyampaikan pesan, agar perubahan terjadi.
Kepada para dai hendaklah selalu mengambil dan mempelajari ibrah terkait dakwah para Rasul, sejak Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam adalah satu: hanya beribadah kepada Allah. Mengajak pengabdian kepada Allah sebagai inti dakwah. Pondasi dasar, jangan masuk ke wilayah furuiyah yang malah membuat tertutup pintu perubahan. Sedikit-sedikit saja, karena apa yang dialami seseorang, belum tentu sama.
Gerakan untuk penegasan dasar Laa ilaaha illallah (tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah) dikomunikasikan dengan baik. Jika ini berhasil, ia akan memberikan dampak yang lebih luas lagi. Suasana meterialis, serba dunia memang membuat banyak orang lupa, bahwa Allah tetap berada dititik penting dari kehidupan.