Jujur, begitu banyak tisu yang dibutuhkan pagi ini, untuk menghapus air-air mata yang mengalir di pipi ratusan jamaah yang memadati Masjid Al Huda. Keharuan yang membahana di relung-relung hati jamaah yang mendengarkan kisah perjuangan dakwah da’i pedalaman memanusiakan suku-suku terasing di pelosok-pelosok Sulawesi Tengah.
*
Sabtu, 1 November 2025 berlangsung Tabligh Akbar yang bertemakan aqidah; dengan menghadirkan pemateri utama Ustadz Sigit Sugianto, seorang da’i Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia yang ditugaskan sejak tahun 2004 di Sulawesi Tengah; tepatnya di Morowali Utara. Beliau telah meng-Islam-kan ribuan suku pedalaman, salah satunya adalah mensyahadatkan 300 orang Suku Tau Ta-a Wana di Desa Tanasumpu pada Februari 2020. Beliau bukan hanya mengubah kehidupan mereka menjadi masyarakat yang Islami, tapi juga mengajarkan mereka berkampung dan berperadaban. Bukan bicara tentang Alquran dan hadits yang beliau ajarkan pertama kali. Tapi bagaimana mereka dimanusiakan, salah satunya adalah memperkenalkan mereka pada cara berpakaian.
Banyak kisah heroik yang beliau sampaikan; mulai dari menaiki gunung, menuruni lembah, melewati jalan berlumpur dalam, menyeberangi sungai besar yang deras, tanpa tahu dimana tujuan akan berakhir. Bukan sehari dua hari perjalanan. Kadang beliau harus berlama-lama meninggalkan anak dan istri. Karena setelah pensyahadatan; maka akan dilakukan sunatan massal dan dilanjutkan dengan sedekah makanan rakyat, karena suku terasing jarang makan makanan sempurna seperti pada umumnya. Kadang mereka hanya makan dengan garam. Umbi-umbian pun harus dipendam dulu selama 2 pekan untuk menghilangkan racunnya.
Jika ada Ust. Sigit yang mengantarkan cahaya iman hingga pedalaman; maka Tabligh Akbar kali ini juga menghadirkan Bapak Budi Santoso. Beliau adalah seorang mantan Pendeta Gereja Bethel Indonesia yang telah mengajak istri dan anak-anaknya untuk masuk Islam pada tahun 2022.
Sebuah kisah fenomenal yang membuat hati tergugah. Tentang sebuah keimanan yang terusik dengan suatu kejujuran. Ketika Allah berkehendak, maka inilah hidayah untuk Sang Pendeta.
Dalam Tabligh Akbar yang terbuka untuk umum ini, Pak Budi juga menjabarkan langkah-langkah misionari yang waktu itu ia lakukan. Mulai dari mendekati perangkat desa, lalu mendekati muslim-muslim yang mudah dimasuki doktrin Kekristenan. Karena kebanyakan muslim adalah bawaan lahir/keturunan, maka ketika mereka tidak mempelajari Islam dengan benar, akan mudah sekali dimasuki doktrin-doktrin kristenisasi. Selain itu, juga melakukan apa yang menurut warga baik; seperti bakti sosial, penyuluhan pertanian, program air bersih.
Ketika telah diterima orang banyak, maka mulailah dibentuk persekutuan-persekutuan kecil, walaupun hanya bertambah 4 orang. Kemudian mereka mengadakan acara yang melibatkan persekutuan-persekutuan kecil ini. Ketika masak-masak untuk suatu acara, mereka yang membantu masak diberikan balasan berupa makanan. Setelah bagi-bagi makanan tersebut, dimasukkanlah doktrin-doktrin Kekristenan.
Lalu juga mendatangkan donatur dari luar. Mereka senang jika diberi sesuatu yang gratis. Saat berkumpul dan berbagi itulah duduk bersama dan dimasukkan doktrin-doktrin Kekristenan. Inilah yang akhirnya berlanjut. Intinya adalah karena mereka tidak memahami Islam, hanya sekedarnya, tidak tahu ilmunya, sehingga mereka mudah dipengaruhi.
Karena itulah, menutup penyampaiannya, Pak Budi berpesan agar setiap muslim memperkuat iman mereka masing-masing lewat perkumpulan-perkumpulan (halaqah-halaqah) kecil agar bisa membentengi diri dari misionaris.
Tabligh Akbar yang dihadiri tak kurang dari 350 jamaah ini ditutup dengan Lelang Amal. Lelang yang dilakukan oleh Ketua Muslimat Dewan Da’wah Lampung, Ustadzah Sri Seneng, M.Kes. adalah dengan memasarkan kerajinan tapis produk warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Kelas II A Bandar Lampung. Warga Binaan di LPP ini merupakan binaan Muslimat Dewan Da’wah Lampung. Dalam menjalani keseharian mereka di Lapas, mereka juga diperkenankan untuk mempelajari berbagai ketrampilan; salah satunya adalah membuat tapis, kerajinan khas Lampung.
Dari Lelang Amal terkumpul dana tak kurang dari 37 juta rupiah yang akan digunakan untuk kegiatan pembinaan suku pedalaman dan melawan pemurtadan.


















