إِنَّا عَرَضْنَا ٱلْأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا ٱلْإِنسَٰنُ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, (QS. Al-Ahzab : 72)
Dzalim dan bodoh sifat yang terlanjur diaktekan dalam ayat yang mulia. Berat, berat dan berat! Bisa dimaklumi, mengapa banyak kisah dalam ayat yang kemudian banyak menceritakan tentang manusia manusia yang tersesat dan rusak. Ada yang bisa kembali karena hidayah dan usaha yang sungguhan, tapi banyak pula yang malah ‘keblinger tak karuan’.
Petunjuk datang, berkat dai yang terus memberikan nasehat. Dai pula yang juga memiliki kesempatan mendapat hidayah itu. Mereka orang yang memiliki modal. Modal iman dan mujahadah itu. Mereka lahir tidak sekedar utk dirinya, tapi juga utk orang lain.
Semoga sang dai selalu memiliki kekuatan untuk mendidik sifat dhalim dan jahil itu. Kesabaran itu seiring dengan proses yang biasanya lama. Tau sendiri kan?? Mendidik bukan membuat tembok, sehari dua langsung jadi. Madrasahnya harus menyatu dan longeducation, pendidikan sepanjang hayat. Sampai mati, karena kontennya adalah Islam sendiri.
“Jangan engkau mati kexuali dirimu dalam Islam”, inilah konten sejatinya yang membuat jahil dan dhalim bisa berubah dan hilang. Kalo ndak percaya, coba saja.
Begitulah, amanah itu harus dijaga. Dailah penjaganya! Seperti petani menjaga tanamannya, sabar dan optimis!