Oleh
Ustadz Gufron Azis Fuadi
Ada beberapa berita hangat di akhir tahun 2024, diantaranya vonis ringan hanya 6,5 tahun pada kasus korupsi 300 triliun-an, pengampunan untuk koruptor taubat dan ancaman dari Hasto yang akan mengungkapkan video tentang skandal besar yang melibatkan peringgi negara dan elit politik.
Banyak masyarakat yang berharap agar apa yang diancamkan Hasto, betul betul diungkapkan sebagai kado tahun baru bukan sebagai bargaining power bagi kasus yang dijeratkan KPK kepadanya. Kita tidak tahu skandal besar apa saja yang ada dalam videonya Hasto. Mungkin tentang korupsi para pejabat tinggi, mungkin tentang skandal politik diruang gelap, mungkin juga tentang proses perencanaan penyelewengan hukum untuk kepentingan politik atau kriminalisasi dan yang lainnya.
Bila skandal tersebut betul betul dibuka ke publik, tentu akan (bisa) menjadi momentum awal bersih bersih, kanan kiri, dunia hukum dan politik khususnya. Saya sebut “bersih bersih kanan kiri”, karena siapapun yang skandalnya terbongkar dari video tersebut pastinya akan membuka kartu pihak yang lain. Sebab karakteristik manusia pada umumnya adalah tidak mau menderita sendirian. Dia pasti akan cari kawan, bila tidak bisa mengorbankan kawan. Semboyan mereka adalah tiji tibeh, mati siji mati kabeh. Sedikit sekali yang bersemboyan mukti siji mukti kabeh.
Ungkapan Tiji Tibeh pada mulanya
adalah semboyan perjuangan
Raden Mas Said alias
Pangeran Sambernyawa yang berarti “mati siji, mati kabeh” (mati satu, mati semua) atau “mukti siji, mukti kabeh” (berjaya satu, berjaya semua).
Apabila salah satu orang dalam kelompok mengalami kesulitan, maka semua orang dalam kelompok tersebut akan mengalami kesulitan yang sama pula; apabila salah satu orang dalam kelompok mengalami kebahagiaan, maka semua orang dalam kelompok tersebut juga ikut menikmati kebahagiaan yang sama.
Makna yang bagus tentang tiji tibeh tersebut kemudian maknanya bergeser menjadi “kalau saya kebebes yang lain juga harus ikut kebebes” dan “kalau saya nggak dapat (sukses) yang lain juga tidak boleh (sukses).
Pergeseran makna ini menandai bahwa sekarang ini nilai nilai kesatria-an, kesetia kawan-an dan kejujuran semakin pudar dan menipis. Sebaliknya karakter keegoisan dan iri dengki semakin memguat.
Iri adalah perasaan tidak senang melihat kelebihan orang lain, atau keinginan untuk memiliki sesuatu yang dimiliki orang lain. Iri akan meningkat menjadi dengki atau hasad bila disertai dengan keinginan agar sesuatu yang dimiliki oleh orang lain (yang dirinya inginkan juga) hilang dari orang lain. Pendeknya bila saya tidak memiliki orang lain juga tidak boleh memiliki.
Hampir mirip antara iri dan cemburu, bedanya adalah bahwa iri muncul ketika sesuatu belum menjadi milik, sedangkan cemburu muncul ketika sesuatu sudah menjadi milik.
Rasulullah Saw berpesan:
“Jangan kamu saling dengki dan iri hati dan jangan pula mengungkit keburukan orang lain. Janganlah saling bermusuhan serta jangan saling menawar lebih tinggi atas penawaran yang lain. Jadilah hamba Allah yang bersaudara. Seorang Muslim itu adalah saudara bagi Muslim yang lain, maka tidak boleh menzalimi, menelantarkan, mendustai dan menghinakan satu sama lain. Seseorang telah dikatakan berbuat jahat jika ia menghina saudaranya sesama Muslim. Setiap Muslim haram darahnya bagi Muslim yang lain, demikian juga harta dan kehormatannya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Peristiwa tiji tibeh dalam pengertian positif dapat kita lihat dalam sirah Nabawiyah tepatnya pada peristiwa Baitur Ridwan. Peristiwa baiat, sumpah janji setia, para sahabat kepada nabi Saw untuk membela/membalas kematian Utsman bin Affan yang saat itu dirumorkan ditangkap dan dibunuh oleh kafir Quraisy. Saat itu Utsman diutus oleh nabi Saw untuk menjadi juru runding agar rombongan nabi Saw dari Madinah bisa memasuki kota Mekah untuk melaksanakan umrah. Mengingat pada waktu itu Mekah dan Madinah masih terlibat perang dan tidak mempunyai hubungan diplomatik.
‘Ala kulli hal kita berharap video skandal tersebut bisa diungkap dan menjadi momentum perbaikan dunia hukum dan politik yang sudah lama carut marut. Memang mungkin akan terjadi sedikit ontran ontran, tetapi dengan budaya Indonesia yang khas insya Allah tidak akan menjadi sesuatu yang berbahaya. Karena bangsa kita piawai dalam merubah gegeran (kekacauan) menjadi ger-geran.
Wallahua’lam bi shawab.