تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ ٱلْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقون
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezeki yang Kami berikan. (QS. As-Sajdah, 16)
“Astaghfirullah, ternyata rencana kegiatan kita meleset, tak mencapai target”, ungkap seorang dai. Padahal persiapan dan berbagai sarana terkait kegiatan dakwah sudah dibincangkan dengan matang. Sementara kawan yang lainya menimpali, ” ternyata kita hanya bisa berusaha, tak kuasa memastikan ujung acara”.
Allah ciptakan siang dan malam. Siang dugunakan beraktifitas, malam waktu istirahat. Seorang dai selalu berusaha membagi waktu yang dimilikinya dengan berbagai hal yang positif. Di sela sela malam yang berat, sang dai memerlukan privat interaktif dengan Allah sang pengendali segala sesuatu. Diujung malam, saat warga terlelap ia bangun dan melakanakan shalat ,alam, tilawah, berdoa, juga melaporkan gagasannya terkait dengan umat, apa yang sebaiknya dilakukan.
Para dai merasakan bagaimana beratnya dan rumitnya mendampingi umat. Sementara urusan pribadi sang dai juga sama beratnya. Jika warga, kapanpun bisa menelepon dan menghubungi dai, tapi tidak bagi dai. Mikir seribu kali, untuk meminta kepada warga. Banyak alasannya, malu dan lain lain. Kalaulau terpaksa meminta bantuan, sang dai akan memilih warga yang memang memiliki perhatian kepada dakwah.
Malam itulah, waktu yang tepat meminta petunjuk, harapan agar amal usaha yang dilakukan ikut disertai rahmat Allah, sambil menghilangkan rasa kawatir soal kegagalan dan tidak diterimanya amal. Harap dan cemas, karakter yang harus selalu ada pada diri dai dan warga.
Tafsir as-Sa’di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, pakar tafsir abad 14 H Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Anas bin Malik, bahwa ayat ini, ”Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya,” turun berkenaan dengan penantian mereka terhadap shalat yang biasa disebut ‘atamah (shalat Isya).” Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih gharib, kami tidak mengetahui kecuali dari jalan ini.” Ibnu Jarir juga menyebutkannya di juz 12 hal. 100, Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata, “Sanadnya jayyid.” Maksudnya mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur, untuk mengerjakan shalat Isya atau shalat malam (tahajjud) bermunajat kepada Allah, yang sesungguhnya lebih nikmat dan lebih dicintai mereka. Untuk meraih maslahat agama maupun dunia, dan terhindar dari bahaya. Mereka menggabung kedua sifat itu, mereka takut amal mereka tidak diterima, dan berharap sekali agar diterima, mereka takut kepada azab Allah dan berharap sekali pahala-Nya. Tidak disebukan batasan infak dan orang yang diberi infak untuk menunjukkan keumuman, oleh karenanya masuk ke dalamnya infak yang wajib seperti zakat, kaffarat, menafkahi istri dan kerabat dan berinfak pada jalur-jalur kebaikan. Berinfak dan berbuat ihsan dengan harta adalah baik secara mutlak, akan tetapi pahala tergantung niat dan manfaat yang dihasilkan. Inilah amal orang-orang yang beriman. Adapun balasannya adalah seperti yang disebutkan dalam ayat selanjutnya.
Begitulah pengemban dakwah, bangun malamlah untuk mengadukan persoalan ummat dan juga saat merancang program dakwah. Kita tak kuasa, berjalan sendiri walaupun hanya sekejab mata. Sertakan Allah dalam segalanya, maka Allah akan menolong hambaNya.