Senin, 9 November 2020 telah diadakan pertemuan daring via zoom meeting penyampaian arahan dari Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (Dewan Dakwah), Dr. Adian Husaini di Jakarta untuk para pengurus Dewan Da’wah Wilayah Provinsi Lampung. Zoom meeting ini diikuti juga oleh para pengurus Dewan Da’wah kabupaten/kota yang ada di provinsi Lampung.
Arahan Ketua Umum Dewan Dakwah terpilih periode 2020-2025 ini diawali dengan pembahasan tentang warisan Dewan Dakwah kepada kepengurusan yang baru ini; yaitu warisan berupa aset fisik, aset intelektual, aset akhlakul karimah, dan aset teladan dalam perjuangan.
Salah satu warisan aset fisik adalah bangunan gedung 8 tingkat dan masjid Al Furqan yang terletak di jalan utama. Juga warisan fisik lainnya yang harus dijaga.
Warisan aset intelektual, yaitu dengan adanya tokoh-tokoh intelektual yang turut menguatkan dakwah.
Warisan aset akhlakul karimah dan aset keteladanan dalam perjuangan salah satunya adalah keteladanan dan ketinggian akhlak Bapak M. Natsir. Salah satu contohnya adalah bagaimana beliau menjawab dengan baik dan membantu mencarikan nomor telpon untuk orang yang salah sambung menelpon kepadanya. Beliau sama sekali tidak memarahi orang tersebut.
Contoh lagi, walaupun Pak Natsir dicekal, dizhalimi, beliau masih berusaha membantu pemerintahan orde baru untuk mencairkan bantuan dari Jepang. Beliau tidak melihat bagaimana pemerintahannya, tapi bagaimana beliau bisa membantu rakyat.
Dewan Da’wah haruslah bisa menjaga warisan-warisan ini. Salah satunya adalah di bidang pendidikan dan pengkaderan.
1. Dewan Da’wah Akan Mencetak Ribuan Guru Ngaji
Disampaikan juga oleh Dr. Adian mengenai 50% muslim Indonesia belum bisa baca Alqur’an. Untuk itu, Dewan Dakwah berencana mencetak guru-guru ngaji yang tersebar di pelosok Indonesia. Program ini akan dikawal oleh Dr. Ahmad Annuri Alhafidz.
Di bidang pembinaan masjid, Dewan Da’wah telah membantu pembangunan sekitar 800 masjid. “Kita harus menjadikan masjid sebagai pusat dakwah. Pengelola masjid haruslah orang yang imannya kuat dan mau bekerja keras”, ujar beliau.
Di masa mendatang, Dewan Da’wah harus memiliki institut kepemimpinan Dewan Da’wah. Diawali dengan mengadakan kursus-kursus kepemimpinan. Direncanakan lantai 5 Gedung Menara Da’wah dijadikan mess bagi peserta.
2. Menjadikan Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Terbaik
Lebih lanjut Dr. Adian mengatakan bahwa bidang pendidikan haruslah bisa meningkatkan moral dan akhlak yang mulia. Itu bisa dicapai dengan pesantren.
Pesantren adalah model pendidikan terbaik yang sesuai dengan konstitusi UUD 1945 pasal 31.
Akademi Dakwah Indonesia (ADI) nantinya akan dinaikkan ke tingkat nasional. Dengan cara mendatangkan guru-guru dari tingkat nasional. ADI harus dipersiapkan agar bisa meningkatkan juga kualitas santri yang masuk ke Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) M. Natsir. Walaupun STID sendiri masih terbatas menerima mahasiswa karena keterbatasan dana, namun harus tetap berjalan.
Memang masalah umat yang melekat sekarang ini adalah dalam hal biaya/dana dan anggaran.
3. Dewan Da’wah Lampung sebagai Percontohan Dewan Da’wah Daerah
Dr. Adian Husaini menetapkan bahwa Dewan Da’wah Lampung sebagai percontohan Dewan Da’wah daerah. Dengan berbagai indikasi yang ditunjukkan, salah satunya adalah Dewan Da’wah Lampung sudah memiliki kantor. Dewan Da’wah yang di Bandung dan Yogya saja belum memiliki kantor. Bahkan kadang, papan nama pun tak cukup menampilkan keberadaan Dewan Da’wah di suatu tempat.
Kemudian, hubungan Dewan Da’wah Lampung dengan pemerintah setempat cukup baik. Salah satu contohnya adalah dalam web-nya tercantum berita kunjungan audiensi ke Kanwil Kemenag.
4. Dewan Da’wah Berusaha Menjadi Perekat Umat
Mengutip sedikit tentang masalah Masyumi reborn, Dr. Adian menyatakan bahwa memang sempat terjadi perdebatan di Dewan Da’wah pusat.
Ketua Umum memutuskan bahwa Dewan Da’wah dengan Masyumi reborn paralel saja, mengingat bahwa tugas Dewan Da’wah adalah perekat ukhuwah.
Dewan Da’wah tidak terlibat dalam politik praktis, tetapi mempersilakan para anggotanya untuk berpolitik.
Dewan Da’wah mendukung semua partai yang membela Islam, dalam rangka ber-ta’awun ‘alaal birri. Kita tak perlu saling mencela dan tetap ber-ukhuwah.
Dr. Adian Husaini pun telah melakukan kunjungan ke ormas Persatuan Islam (PERSIS). Beliau mengusulkan merjer PERSIS dengan Dewan Da’wah, karena apa yang dikerjakan PERSIS sama dengan yang dikerjakan Dewan Da’wah. Jadi, kalau di suatu tempat ada da’i Dewan Da’wah boleh dianggap da’i PERSIS. Karena memang tidak mudah merekatkan ukhuwah umat.
Untuk aksi-aksi di jalan, Dewan Da’wah memang tidak ikut, kecuali ada pertimbangan khusus.
5. Dewan Da’wah sebagai Pengingat Pemerintah
Dengan penguasa, secara psikologis jangan sampai Dewan Da’wah merasa lebih rendah. Karena sebenarnya Ketua Dewan Da’wah di suatu tempat lebih tinggi martabatnya dengan pemerintah tertinggi di tempat itu. Karena Dewan Da’wah mewarisi nilai-nilai ulama.
“Ketua Dewan Da’wah Lampung lebih tinggi martabatnya daripada gubernur Lampung. Karena kita mewarisi peran ulama. Peran kita justru mengingatkan pemerintah, jika ada penyimpangan yang dilakukan pemerintah. Jadi, ketika ketua DD Lampung menjadi gubernur Lampung, bukan berarti naik pangkat”, jelas Dr. Adian pula.
Dr. Adian mencontohkan saat kunjungannya ke Dewan Da’wah Subang. Ketua Dewan Da’wah Subang tidak lebih rendah martabatnya daripada Bupati Subang.
6. Jangan Jadikan Umat Islam sebagai Sasaran Agama Lain
Dewan Da’wah harus mempercepat pertumbuhan bidang-bidang yang strategis dalam dakwah.
“Kita tidak boleh menjadikan umat Islam sebagai sasaran agama lain. Contohnya adalah kita tidak boleh membiarkan anak-anak muslim dipaksa mengikuti kurikulum yang bertentangan dengan Islam”, lanjut beliau.
Dr. Adian memberikan misal Teori Darwin. Penciptaan manusia di kurikulum pendidikan Indonesia menyatakan bahwa manusia merupakan keturunan kera. Tak ada yang mau dikatakan sebagai keturunan kera, bahkan suku Papua sekalipun. Teori ini bertentangan dengan Alquran.
7. Dakwah dengan Baik-baik akan Lebih Baik Hasilnya
Untuk hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam, hendaklah kita mengingatkan pihak lain lewat dakwah dengan lobby, dengan baik-baik. Dakwah seperti ini akan lebih efektif daripada dengan memaki-maki.
Dr. Adian menceritakan sebuah kisah tentang Pak Natsir saat dalam tahanan. Ada orang PKI yang sama-sama ditahan dengan M. Natsir yang akhirnya bertaubat dan mau melakukan sholat.
Contoh lainnya adalah Pramudya Ananta Toer yang golongan kiri, akhirnya memilih Buya Hamka sebagai pembimbing agama bagi anaknya. Kisah Buya Hamka dengan Pramudya Ananta Toer adalah suatu contoh baik. Anak Pramudya Ananta Toer diharuskan oleh ayahnya menikah dengan muslim dan disuruh belajar agama Islam kepada Buya Hamka.
Betapa hebatnya dakwah bisa mengubah hati manusia. Untuk itu, kita bisa lakukan gerakan-gerakan dakwah yang mampu mengajak orang-orang nonmuslim dengan cara yang baik.
Di Dewan Da’wah Pusat ada bidang Kerukunan Umat Beragama. Tapi, intinya adalah untuk mengatasi kristenisasi. Dr. Adian menukil pesan Pak Natsir “Kalau mau rukun, jangan ganggu iman kami”.
Termasuk kepada syi’ah, Pak Natsir membuat kesepakatan agar jangan ada ambisi menjadikan Indonesia sebagai syi’ah dan hentikan caci-maki kepada istri-istri Nabi Muhammad saw.
8. Kita Harus Bangga dengan Sekolah Kita
Mengenai STID, Dr. Adian sangat menyayangkan sedikitnya anggota Dewan Da’wah yang mau menyekolahkan anaknya di STID M. Natsir. Padahal, seharusnya kita bangga anak kita kuliah dakwah.
Dicontohkan oleh beliau saat beliau menemui sebuah iklan di sebuah pesantren yang menyatakan bahwa lulusan pesantren itu bisa lolos tes di perguruan-perguruan tinggi negeri ternama. Padahal, pesantren itu sendiri juga punya sekolah tinggi. Tapi yang dibanggakan adalah saat santri-santrinya yang masuk ke perguruan-perguruan tinggi negeri. Yang disayangkan adalah mengapa tidak dibanggakan anak-anak yang bisa masuk ke sekolah tinggi milik pesantren itu sendiri.
Benar, ingin menunjukkan bahwa santri juga bisa berprestasi, bisa kuliah di perguruan-perguruan tinggi ternama. “Tapi kenapa santri kita yang diterima di perguruan tinggi kita justru tidak kita banggakan? Kampus kita ini sudah kampus yang terbaik karena berpikir mengikuti Alquran dan sunnah”, tegas Dr. Adian.
“Anak-anak yang kuliah di STID M. Natsir, santri-santri yang masuk ke pondok-pondok pesantren Dewan Da’wah sendiri seharusnya kita banggakan. Cara berpikir kita haruslah mengikuti Alquran dan Sunnah. Salah satunya adalah berdasarkan hadits khairunnaas anfa’uhum linnaas”, imbuh beliau pula.
Dr. Adian menghimbau agar walaupun anak-anak kita punya ijazah SMA, tapi sengaja tidak dimasukkan ke perguruan tinggi negeri. Daftarkan dulu di ADI, kalau tak lulus di ADI barulah ke perguruan tinggi negeri, bukan malah sebaliknya.
Hal ini bukannya kemudian berarti perguruan tinggi negeri itu tidak bagus. Tetapi karena agar anak-anak menuntut agama Islam dulu.
Dr. Adian mengisahkan pendidikan anak-anak di kampusnya, Taqwa (Depok) bahwa anak-anak harus cerdas, anak-anak harus dilatih menulis artikel, anak-anak diharuskan menulis sebuah buku. Di kampus itu berusaha menerima lebih banyak mahasiswa untuk dibina.
Konsekuensinya, sebagai pengelola lembaga pendidikan Dewan Da’wah harus bekerja keras menaikkan ranking perguruan tinggi. “Insyaallah hasilnya lebih bagus daripada lulusan perguruan tinggi negeri. Karena pemikiran Islam harus dimajukan”, ujar beliau meyakinkan.
Menanggapi pertanyaan peserta zoom meeting tentang anggapan masyarakat bahwa da’i masih sering masih dianggap sebagai profesi yang rendah, Dr. Adian mengatakan bahwa kita harus mengubah cara pandang kita.
Anak-anak yang di kampus sekarang ini tidak mendapat pembinaan agar bisa mempersiapkan diri untuk berdakwah.
Memasuki era baru sekarang ini menuntut model belajar online yang lebih mudah dan lebih murah. Hal ini tak bisa dihindari lagi. Bahkan sampai S3 pun, Universitas Terbuka bisa online. Tapi ada yg tak bisa digantikan, yaitu pelajaran akhlak.
Karena itu, perguruan tinggi harus diubah menjadi pesantren. Kalau sekedar informasi pengetahuan bisa kita dapatkan di internet. Tapi bagaimana kita harus bisa menghasilkan lulusan yang public speaking-nya baik, akhlaknya baik, dan menguasai pemikiran Islam dengan baik.
“Justru, hidup mulia itu kalau jadi da’i, menjadi pejuang. Rizki pejuang itu sudah ditanggung oleh Allah. Kita hanya harus mengubah cara pandang kita”, tegas Dr. Adian pula.
“Konsekuensinya adalah kita harus benar-benar mengolah kampus kita, agar menghasilkan lulusan yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, plus punya skill yang dibutuhkan”, lanjutnya pula.
Anak-anak harus dibekali akhlak yang benar, amal yang benar, dan ilmu yang baik.
Zoom meeting ini ditutup dengan menanggapi pertanyaan salah satu peserta zoom dari Kota Metro (Ust. Ali Murtadlo). Pertanyaan mengenai mengapa Dewan Da’wah mengerjakan pekerjaan ormas-ormas lainnya seperti Muhammadiyah, NU, yaitu dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dan sekolah-sekolah, ditanggapi oleh Dr. Adian bahwa benar kita memang seharusnya lebih fokus ke bidang dakwah.
Tetapi, karena media dakwah sekarang ini sudah beragam, maka mahasiswa kita pun harus dipersiapkan untuk itu. Mahasiswa kita harus dilatih menulis artikel, harus bisa menulis, harus bisa IT untuk menunjang dakwah itu sendiri. Karena itulah, kita butuh lembaga-lembaga pendidikan yang mengarah ke sana.
Semoga arahan ini dapat membuka wawasan dan memotivasi para pengurus Dewan Da’wah di seluruh wilayah Lampung untuk lebih maju lagi dalam gerak dakwah.