Pekan ini ramai diberitakan kasus ditetapkannya 2 anggota DPR RI Komisi XI sebagai tersangka oleh KPK. Korupsi dana CSR BI dan OJK, yang fungsi dana CSR tersebut untuk membantu Yayasan, Lembaga sosial, atau kelompok masyarakat. Sebenarnya jika CSR tersebut digunakan sebagaimana peruntukannya dan anggota DPR RI anggota komisi XI sebagai perpanjangan tangan untuk membantu mengakseskan dana CSR dari BI dan OJK maka itu adalah perbuatan mulia, tentu sangat bermanfaat bagi masyarakat dan akan mampu mengurangi kemiskinan kelompok masyarakat sasaran bantuan CSR tersebut. Ditetapkannya 2 orang anggota DPR RI oleh KPK karena terbukti dana CSR bermuara pada kepentingan pribadi anggota DPR RI tersebut. Ada yg dibuatkan rumah makan, beli tanah, dll. Yayasan hanya berfungsi sebagai jalan saja bagi CSR dari BI dan OJK.
Saya pernah bergurau dalam WA Group Khotib Dewan Dakwah Lampung, Jika saja Rp 5 Milyar saja dari dana CSR BI dan OJK setiap tahun disalurkan kepada Dewan Dakwah Lampung maka bisa digunakan untuk mengkader/mencetak ribuat khotib dan guru ngaji di Lampung. Bahkan bisa 10.000 selama 5 tahun dengan kwalitas sangat baik.
Bagi kita masyarakat tentu sangat mengherankan bagaimana bisa anggota DPR RI sudah bergaji tinggi, ada berbagai macam tunjangan, ada dana aspirasi, dan macam-macam sumber pendapatan yang halal lagi baik, tega-teganya pula korupsi dana CSR yang itu adalah hak rakyat atau minimal hak konstituen para anggota DRP RI tersebut.
Namun bila melihat kenyataan pergaulan khususnya ibu-ibu para istri pejabat akan sangat tidak mengherankan, karena bila mereka kumpul-kumpul pembicaraan selalu didominasi cerita tentang; baju baru dengan desain terkenal, tas baru, sepatu baru, tentang perjalanan ke luar negeri. Tentu hal tersebut menghidupkan suasana “persahingan tampil cantik dan menarik” tentu alasan mulianya adalah untuk mendukung wibawa dan karir suami. Dampaknya adalah terbangun “nilai berbanga diri” dari para suami, tentunya suami akan sangat bergairah dalam mencari tambahan penghasilan “halal-haram” atau mensiasati akses dan kewenangan yang dimiliki, ya seperti kasus dana CSR BI dan OJK pada anggota DPR RI Komisi XI.
Sesungguhnya Para Suami yang kebetulan masih mendapatkan amanah jabatan bisa menutup pintu gerbang korupsi dengan maksimal, sebagaimana contoh dari Mr. Clean Mar’i Muhammad, mentri keuangan pada pemerintahan Orde Baru Presiden Suharto. Beliau menasehatkan kepada istrinya “hati-hati dengan telunjuk dan mulutmu”. Jika kunjungan ke daerah apalagi ke luar negeri jangan sekali-kali menunjuk dan mengatakan ini dan itu yang mengesankan menginginkan sesuatu yang ditunjuk dan dikatakan. Hal ini pernah terjadi pada kunjungan Pak Mar’i Muhammad bersama istrinya ke luar negeri, saat kunjungan ke pabrik istri Pak Mar’i menunjuk tas mungil “eh bagus ya, lucu nih tas”. Sesampainya di hotel tas mungil dan lucu tersebut sudah ada di hotel, dan tentu beliau kaget dan segera memanggil staf dari KBRI dan beliau mengatakan “Bu segera kembalikan tas ini”. Perintahnya. Staf tersebut menjawab “tidak mengapa Bu, ini dari kami”. “Tidak segera kembalikan, daripada saya yang dimarah Pak Mar’i”. Tegasnya.
Manusia pada dasarnya Alloh ciptakan sifat cinta akan harta, cinta akan keindahan dan hal tersebut yang memungkinkan manusia menjadi produktif, inovatif dan selalu mengingkinkan hidup dengan kwalitas semakin baik. Namun Alloh juga mengingatkan agar sifat tersebut tidak diikuti oleh sifat kikir dan egois, Sebagaimana Alloh ingatkan dalam Alqur’an Surat (102) At-Takarsur. Ayat 1 sampai 8.
Kemudian Alloh mewanti-wanti jangan sampai cinta harta ini berdampingan dengan sifat bakhil, Alqur’an Surat (100) Al-Adiyat ayat 8.
Selanjutnya Nabi Muhammad SAW mengingatkan agar menetralisir sifat bakhil ini dengan sifat gemar bersedekah walaupun sedikit, dan tentu akan lebih baik sedekah “Biar Banyak Yang Penting Ikhlas”. Sebagaimana hadits riwayat Abu Hurairah Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang muslim bersedekah dari sesuatu yang baik dan halal–sebab Allah SWT tidak menerima selain yang baik serta halal–niscaya Allah SWT akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya, lalu memeliharanya sampai sebesar Gunung Uhud, sebagaimana seseorang di antara kalian memelihara anaknya sampai tumbuh dewasa.” (HR Ibnu Majah
Penulis
K.H. Ansori, S.P.
Sekretaris Dewan Dakwah Lampung
Anggota MUI Lampung, Komisi Dakwah.