OLEH : UST. GUFRON AZIS FUADI
Saat kita melaksanakan atau membincangkan ibadah haji, kita selalu tidak bisa lepas dengan sosok nabi Ibrahim. Salah seorang nabi yang mendapatkan gelar Ulul Azmi selain nabi Nuh, nabi Musa, nabi Isa dan nabi Muhammad Saw sebagaimana ditegaskan Allah:
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS. As Syura:13)
Khalid Muhammad Khalid, dalam buku Hadza Al Rasul, menjelaskan bahwasanya Ulul Azmi adalah gelar kenabian istimewa yang diberikan kepada para rasul yang memiliki kedudukan khusus karena mempunyai keteguhan hati, ketabahan, dan kesabaran luar biasa dalam menghadapi berbagai ujian dakwah. Nabi ulul azmi adalah yang paling berat ujiannya dan paling keras tantangan dakwahnya, tetapi mereka tetap sabar dan istiqamah. Karena mereka tahu bahwa sesungguhnya jalan dakwah dalam rangka iqamatuddin bukanlah jalan yang digelari karpet merah tetapi jalan yang penuh onak dan duri. Bahkan Umar bin Khattab mengatakan, jalan dakwah jalan dibawah kilatan pedang.
Karenanya seorang yang sudah memutuskan untuk berjalan dijalan dakwah harus tahu ini sehingga tidak gampang baper apalagi tjengeng. Sekali lagi, ini bukan jalan yang dipenuhi dengan taburan bunga. Kalau ternyata pada akhirnya melalui jalan yang penuh dengan taburan bunga, itu juga bagian dari ujian. Sebagaimana sabda nabi saw:
“…Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan akan menimpa diri kalian. Akan tetapi, aku kahwatir jika dunia ini dibentangkan untuk kalian sebagaimana ia dibentangkan untuk orang-orang sebelum kalian sehingga kalian berlomba sebagaimana mereka berlomba, dan akhirnya kalian hancur sebagaimana mereka hancur.” (HR. Muslim (2961) dan al-Bukhari (6425), dan Ibnu Abi ad-Dunya)
Murabi saya dulu sering mengingatkan, jangan kaget kalau dalam meniti jalan ini kita akan dicurigai, dimusuhi dan disingkirkan. Bahkan kita perlu instrospeksi bila perjalanan dakwah ini datar datar saja, karena itu bukat tabiatnya.
Diantara hambatan dakwah nabi Ibrahim adalah saat menghadapi kedzaliman raja Namrudz yang mengakibatkan beliau dihukum mati dengan dibakar hidup hidup. Tetapi Allah menjaganya tetap hidup tanpa cedera.
Dan diantara ujian yang paling berat adalah saat beliau diperintahkan Allah untuk membawa istri dan anaknya, Siti Hajar dan Ismail yang masih bayi merah, hijrah dari Kan’an (Palestina sekarang) ke lembah Mekah yang belum berpenghuni seorang pun. Jarak 1,239 km dilalui dengan tabah meskipun sangat berat. Lebih lagi setelah selesai membuatkan tempat tinggal dan persediaan makanan dan minuman, nabi Ibrahim segera meninggalkan Mekah serta anak dan istrinya itu untuk kembali meneruskan dakwahnya di Kan’an.
Ada pelajaran menarik yang pernah diceritakan ustadz Hilmi saat nabi Ibrahim meninggalkan Siti Hajar dan Ismail di Mekkah. Yakni ketika Siti Hajar mengejar dan bertanya kepada nabiIbrahim, wahai suamiku mengapa kamu tinggalkan kami disini…?
Beberapa kali pertanyaan ini diulangi, tetapi nabi Ibrahim tidak kuasa menjawabnya, sehingga tetap diam dan terus melangkah tanpa menoleh…
Sehingga akhirnya Hajar bertanya, wahai suamiku, ya rasulullah apakah ini perintah Allah?
Barulah nabi Ibrahim berhenti melangkah dan menjawab, ya ini perintah Allah!
“Kalau ini perintah Allah, pasti Allah tidak akan menelantarkan kami”, timpal Siti Hajar.
Sebuah keyakinan dan tawakal yang sempurna. Bahwa perintah Allah pasti membawa kebaikan. Bahwa bila Allah memerintahkan sesuatu, pasti Allah tidak akan lepas tangan. Allah pasti akan menolongnya, meskipun harus didahului dengan kerja keras setelah keyakinannya.
Pertolongan Allah itu kemudian dibuktikan dengan munculnya mata air Zam zam didekat kaki bayi Ismail diletakkan.
Pertanyaannya adalah apakah Allah tidak bisa memunculkan air zam zam lebih awal, tidak menunggu ibu Hajar jatuh bangun mengejar fatamorgana dari Shafa ke Marwa bolak balik tujuh kali?
Pasti sangat bisa bukan? Karena Allah Maha Kuasa!
Tetapi Allah ingin mengajarkan kepada kita bahwa pertolongan Allah itu hanya akan datang dengan syarat yaitu yakin akan pertolongan Nya dan diikuti dengan kerja keras.
Oleh karena itu bisa jadi pertolongan Allah belum atau tidak kunjung datang, atau kemenangan tidak segera didapatkan karena keyakinan kita kepada Allah sebagai Rabbul asbab tidak cukup tinggi. Mungkin kita masih yakin dan percaya, bahwa uang, koneksi dan strategi itulah yang akan membawa kemenangan. Padahal uang itu hanya salah satu bentuk kerja kita. Hanyalah alat saja. Sekedar sebab. Jangan diberhalakan. Sama halnya dengan tongkat nabi Musa saat membelah laut Merah.
Apalah artinya sebuah tongkat, tapi nabi Musa tetap mengayunkannya, karena ini perintah Nya dan yakin pasti Allah akan menolongnya. Bukan keyakinan akan pertolongan tongkatnya. Tongkat hanyalah asbab.
Kalau dikaitkan dengan perhelatan politik jaman kiwari ini kira kira, seberapa gencarpun serangan fajar atau dhuha, tetap lah hati manusia itu milik Allah. Dia lah yang kuasa menggerakkan hati, mata dan tangan seseorang untuk mencoblos siapa. Pada akhirnya Allah lah Maha Kuasa atas segalanya.
Sayangnya banyak kandidat lebih percaya pada serangan fajar, dan tidak lebih mendekati Allah. Alasan sibuk atau capek karena cari modal dan menyambangi konstituen, itu hanya cerminan keyakinan. Tanyalah pada hati, karena hati lebih jujur.
Fragmen keluarga nabi Ibrahim dan Hajar inilah yang sebagian besarnya sekarang dilaksanakan dalam ibadah haji, medkipun dalam nuansa yang lebih nyaman. Bagaimana tidak, karena lintasan Sai dari Shawa-Marwa sudah berlantai marmer Italia dan atap serta ruangan ber AC. Sehingga tidak lagi kepanasan apalagi lagi jatuh bangun saat melintasinya.
Ketika jamaah haji atau umrah melakukan sai, ada baiknya bila merenungkan kembali betapa pentingnya keyakinan terhadap pertolongan Allah yang diikuti dan mengikuti kerja keras kita. Sehingga bukan saja jarak lintasan 410 meter kali tujuh tidak terasa berat, tetapi semua tantangan dalam hidup dan dakwah hanyalah ujian untuk naik kelas.
Semoga para jamaah haji tahun ini semuanya mendapatkan haji mabrur dan mabrurah, serta menjadi ruhul jadid fi jasadil ummat.
Dan bagi yang membaca tulisan ini tetapi belum ber haji, semoga Allah mudahkan jalannya untuk berhaji.
Wallahua’lam bi shawab
(Gaf)