OLEH : UST. GUFRON AZIS FUADI
Waktu pertama kali berangkat haji tahun 2006 saya masuk di kloter gelombang kedua, sehingga penerbangan dari bandara Soetta langsung ke Jeddah, berbeda dengan gelombang pertama yang langsung ke Madinah lebih dahulu. Kami merupakan cikal bakal KBIH Darul Fatah. Kepada rombongan haji dari Darul Fatah, waktu itu diingatkan untuk mandi di asrama haji Pondok Gede dengan niat untuk ihram dan mengenakan baju kain ihram untuk bawahan. Didalam kain ihram itu, cukup mengenakan celana boxer atau celana pendek saja tanpa celana dalam, biar praktis saat melepanya nanti di pesawat ketika menjelang miqat diatas udara Yam lamlam.
Sedangkan bagian atas tetap memakai baju seragam haji.
Mengapa demikian, karena untuk memudahkan saat mulai mengenakan kain ihram ketika pesawat melawat tempat miqat di Yalamlam. Sehingga di dalam pesawat hanya cukup melorotkan celana boxer dan menggati baju seragam seragam dengan kain ihram kedua, untuk bagian atas. Cukup praktis, dibandingkan harus mandi dan ihram di bandara Jeddah.
Disamping itu, miqat di Jeddah, sebagian ulama Saudi tidak membolehkannya.
Miqat berasal dari bahasa Arab yang berarti menetapkan waktu atau menentukan batas. Miqat dalam ibadah haji dan umrah adalah waktu-waktu yang dianggap sah melakukan ibadah haji dan tempat-tempat untuk memulai ihram haji dan umrah. Sering disebut miqat zamani dan miqat makani.
Miqat makani yang bisa dijadikan sebagai batas acuan jamaah umroh untuk memulai ihram adalah:
1. Jamaah haji/umrah yang bertempat tinggal di kota Mekah mulai berpakaian ihram dari rumahnya masing-masing, atau dapat memilih miqat dari Tan’im, Hudaibiyah atau Ji’ranah.
2. Jamaah haji/umrah dari Madinah miqatnya dari Zulhulaifah atau Bir Ali.
3. Jamaah haji/umrah dari Mesir, Syam dan Magribi, miqatnya dari Juhfah.
4. Jamaah haji/umrah yang berasal dari Najdil Yaman, Hijaz, miqatnya dari Qarnul Manazil.
5. Jamaah haji/umrah yang datang dari Irak, miqamya dari Dzatu Irqin.
6. Jamaah haji/umrah yang datang dari India, China, Yaman, dan Indonesia, miqatnya dari Yalamlam yang jaraknya sekitar 120 km dari Masjidil Haram.
7. Jamaah haji/umrah yang berasal dari Indonesia dengan pesawat udara dan mendarat di Airport King Abdul Aziz di Jeddah, menurut MUI maka miqatnya boleh atau bisa di Jeddah.
Selama menunggu masa haji tiba atau ada pemulangan ke tanah air setelah selesai ibadah haji, banyak jamaah yang mengisi waktu dengan melaksanakan umrah. Sebenarnya ada tiga tempat miqat untuk hal tersebut yaitu Hudaibiyah, Ji’ranah dan Tan’im. Sayangnya pemerintah setempat (waktu itu, nggak tahu sekarang) hanya mengizinkan Tan’im sebagai tempat miqat.
Masjid Tan’im juga dikenal sebagai Masjid Aisyah menjadi lokasi favorit bagi jamaah untuk bermiqat atau mengambil tempat untuk berganti pakaian ihram dan kemudian berniat melakukan umrah. Lokasi ini merupakan batas tanah Haram terdekat. Tan’im berjarak sekitar 7 kilometer di utara Masjidil Haram.
Disebut masjid Aisyah, karena sejarahnya, disinilah dulu Aisyah mengambil niat ihram untuk umrah.
Dalam sebuah hadits, diriwayatkan bahwa ketika baru selesai menunaikan haji perpisahan (hijjatul wada) bersama Nabi SAW, Ummul Mukminin Aisyah RA melanjutkan ibadah umroh. Untuk memulai ihram umrah itulah, Nabi SAW menyuruh Aisyah berangkat ke Tan’im dan memulai ihramnya dari lokasi tersebut.
Sayangnya pemerintah KSA tidak membolehkan jamaah haji bermiqat dari Hudaibiyah dan Ji’ranah. Padahal dua tempat tersebut memiliki peranan penting dalam perkembangan dakwah dimasa nabi Saw. Hudaibiyah misalnya, merupakan tempat ditandatangani perjanjian Hudaibiyah antara nabi (Madinah) dengan ke kafir Quraisy Mekah. Yang menjadi titik balik gerakan defensif nabi dan kaum muslimin menjadi gerakan ofensif.
Perjanjian ini membuat kaum muslimin bisa memfokuskan aktivitas dakwahnya ke sisi utara Madinah dari mulai menaklukkan pengganngu dari utara yaitu Yahudi Khaibar sampai mengirimkan surat dakwah ke berbagai raja dan kaisar. Dari mulai raja Mesir, Persia, Ghassan, bahkan Romawi. Hal tersebut relatif mudah dilakukan karena dengan perjanjian Hudaibiyah ini kedudukan Madinah secara diplomatik semakin meningkat dan Mekkah terkunci tidak bisa menyerang karena perjanjian gencatan senjata di Hudaibiyah.
Disamping itu di Hudaibiyah ini juga dilakukan baiatur Ridwan. Janji setia untuk membela Utsman bin Affan yang dikabarkan ditangkap dan dibunuh oleh Quraisy Mekah saat menjadi utusan untuk berunding rencana umrah nabi dan sahabat, sebelum ditandatangani perjanjian Hudaibiyah.
Adapun Ji’ranah adalah tempat yang menjadi saksi ujian keikhlasan, kepatuhan dan kecintaan para sahabat Anshar kepada Islam dan nabi, setelah memenangkan perang Hunain. Dimana nabi tidak memberikan seutas tali sepatu pun kepada para sahabat Anshar sebagai ghanimah, padahal merekalah dan kaum Muhajirin yang tetap berjuang disisi nabi saat beliau dalam kondisi kritis dan terdesak sedangkan orang orang (Mekkah) yang baru masuk Islam lari tunggang langgang. Tetapi justru orang orang yang baru masuk Islam dalam hitungan hari seperti Abu Sufyan dan kedua anaknya, Yazid dan Muawiyah dan lain lain lah yang mendapatkan bagian ghanimah sebanyak 100 ekor unta dan 1000 ekor kambing.
Melihat itu ada seorang yang kemudian menarik sorban nabi sampai leher beliau hampir lecet, sambil mengatakan i’dilu ya rasulullah…! Karena orang ini menilai rasulullah tidak berlaku adil dalam pembagian ghanimah.
Saat para sahabat Anshar berkasak kusuk tentang ghanimah dan hal itu sampai kepada nabi, beliau kemudian mengumpulkan kaum Anshar, diantaranya beliau mengatakan: “… Wahai Anshar apakah kalian tidak rela bila aku bermaksud ingin menyenangkan hati mereka yang baru masuk Islam dengan daki dunia (ghanimah) sementara kalian pulang ke Madinah bersama ku…?”
“Kami ridha ya rasulullah, kami ridha…,” menjawab kaum Anshar sambil menangis sampai air matanya mengalir membasahi jenggot mereka…
Seandainya kaum Anshar tidak kuat imannya, niscaya daya tarik dunia itu akan melemahkan kepercayaannya terhadap qiyadah (nabi) dan semangat juangnya pun akan melempem dan kempes. Kalau tidak pasti mereka akan bilang, untuk apa berjuang ngoyo ngoyo, kalau yang dapat itu itu juga…
Ah, dunia memang menarik…!
Wallahua’lam bi shawab
(Gaf)