Oleh: KH. Ansori, S.P.
Sekretaris Umum Dewan Dakwah Lampung – Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung
Indonesia adalah tanah yang diberkahi Allah SWT dengan kekayaan yang tiada tanding. Dari posisi strategis di antara dua benua dan dua samudra, hingga sinar matahari, tanah subur, air melimpah, dan kekayaan laut yang luar biasa. Allah juga menganugerahkan Indonesia lebih dari 300 suku bangsa dengan bahasa dan adat istiadat yang beragam. Semua ini menjadi hiasan keindahan yang memperkaya negeri ini. Namun, keberagaman tersebut harus selalu direkatkan oleh satu jiwa kebangsaan: rasa persatuan sebagai bangsa Indonesia.
Jogjakarta: Simbol Kesatuan dan Keteladanan
Jogjakarta adalah salah satu contoh nyata bagaimana budaya lokal dapat dilestarikan, dihidupi, dan bahkan menjadi kekuatan dalam mendukung perjuangan bangsa. Kesultanan Jogjakarta, sejak dahulu kala, memiliki peran besar dalam menyatukan umat Islam di Nusantara. Sejarah mencatat, Kesultanan Jogjakarta memiliki hubungan erat dengan Kekhalifahan Utsmaniyah dan terus eksis hingga Indonesia merdeka. Ketika proklamasi dikumandangkan, Jogjakarta memberikan dukungan penuh, baik moral, material, maupun sumber daya manusia, kepada Republik yang baru lahir. Bahkan, Jogjakarta menjadi pusat perlawanan hingga penjajah Belanda menyerah.
Yang istimewa dari Jogjakarta adalah bagaimana adat dan budayanya tetap dilestarikan. Sultan Jogjakarta dan seluruh perangkat pemerintahannya memahami, menghidupi, dan mempraktikkan nilai-nilai adat tersebut. Lebih jauh lagi, masyarakat Jogjakarta turut menjadikan budaya ini sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, menciptakan harmoni yang menjadi teladan bagi daerah lain.
Lampung: Potensi Besar yang Perlu Dikelola
Lampung juga memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Bahasa, tulisan, kuliner, pakaian adat, hingga gelar dan adok (gelar kebangsawanan) adalah warisan yang memperkuat identitas masyarakat Lampung. Kita juga memiliki dokumen bersejarah yang sangat penting, yaitu Kitab Undang-Undang Kuntara Raja Niti, yang memuat falsafah hidup dan peraturan pemerintahan yang dijalankan oleh para sultan Lampung di masa lalu.
Namun, berbeda dengan Jogjakarta, adat dan budaya Lampung saat ini kurang mendapat tempat di hati masyarakat secara luas. Hanya sebagian kecil masyarakat adat yang memahami dan mempraktikkan nilai-nilai tersebut. Bahkan, banyak yang jauh dari akses kekuasaan dan ekonomi, sehingga pelestarian budaya menjadi tantangan tersendiri.
Sebagai contoh, Lima Falsafah Hidup Lampung yang seharusnya menjadi pedoman bersama masyarakat Lampung belum sepenuhnya diamalkan:
- Nemui-nyimah: Ramah tamah dan sopan santun.
- Sakai sambayan: Gotong royong dan kerja sama.
- Pi’il pesenggiri: Menjaga harga diri.
- Nengah nyappukh: Toleransi dan kolaborasi dengan semua pihak.
- Bejuluk beadok: Menghormati peran dan posisi seseorang sesuai dengan gelarnya.
Perda No. 11 Tahun 2024: Harapan yang Harus Diwujudkan
Pemerintah Provinsi Lampung telah menunjukkan komitmen untuk melestarikan budaya melalui Perda No. 11 Tahun 2024 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Lampung. Namun, langkah ini harus didukung dengan sosialisasi yang lebih masif dan pelaksanaan yang nyata. Kita tidak ingin perda ini hanya menjadi dokumen tanpa implementasi. Miris rasanya jika para pengambil kebijakan, baik bupati, wali kota, maupun anggota DPRD, bahkan tidak mengetahui adanya perda ini.
Sebagai bukti kurangnya perhatian terhadap budaya Lampung, kita dapat melihat pembangunan yang tidak mencerminkan identitas lokal, seperti tugu pagoda dan gapura china town yang justru menonjolkan budaya asing. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang seberapa jauh kita menghargai budaya kita sendiri.
Menghidupkan Kembali Falsafah Lampung
Jika falsafah Pi’il pesenggiri dan Nengah nyappukh diamalkan secara menyeluruh, tidak akan ada lagi jalan rusak di desa-desa. Semua orang akan merasa bertanggung jawab untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Jika Nemui-nyimah dan Bejuluk beadok menjadi sikap dasar masyarakat, Lampung akan menjadi daerah yang aman, ramah, dan saling menghormati.
Ayo Majukan Lampung Bersama
Sebagai penutup, saya mengajak kita semua, terutama kaum terpelajar, tokoh adat, dan pejabat pemerintahan, untuk bergandengan tangan menjaga, menghidupkan, dan memajukan budaya Lampung. Budaya adalah identitas kita, dan menjaga budaya berarti menjaga martabat bangsa.
Mari kita wujudkan Lampung yang tidak hanya dikenal karena kekayaan alamnya, tetapi juga karena keindahan budayanya yang hidup di setiap sendi kehidupan masyarakatnya. Dengan semangat gotong royong, kita bisa membawa Lampung menjadi daerah yang maju, bermartabat, dan menjadi teladan bagi daerah lain.
Wallahu a’lam bishawab.