Namanya Amr bin Hisyam al Makhzumi. Sebelum Islam, ia dikenal dengan nama Abu Al-Hakam, yang berarti “bapak kebijaksanaan”. Ini karena kepintaran, kecerdasan dan pendapatnya yang dianggap baik dalam berbagai musyawarah. Namun, setelah menentang dakwah Nabi Muhammad, ia kemudian diberi julukan Abu Jahal oleh Nabi, yang berarti “bapak kebodohan” sebagai ironi atas sikapnya yang menentang kebenaran, padahal dia tahu kebenaran tersebut.
Abu Jahal memang dikenal sebagai pembenci Nabi Muhammad SAW. Sedangkan Nabi Muhammad SAW adalah orang yang melakukan dakwah untuk menyebarluaskan ajaran Islam tanpa kekerasan ataupun paksaan. Sementara Abu Jahal terus memainkan perannya demi membuat banyak orang pada masa itu memusuhi Islam. Menuduh nabi Saw dan kaum muslimin sebagai teroris pembuat gaduh dan pemecah belah bangsa.
Dirangkum dari beberapa kitab Sirah Nabawiyah, kisahnya suatu ketika keponakan Abu Jahal bertanya tentang sosok pribadi Nabi Muhammad Saw, “Wahai pamanku, apakah kalian menuduh Muhammad itu berdusta, sebelum ia mengatakan apa yang dia katakan sekarang ini?”
“Sewaktu Muhammad masih muda, ia telah diberi gelar al-amin (dapat dipercaya). Kamu sama sekali tidak bisa mencoba menyebutnya berdusta,” jawab Abu Jahal.
Lalu, keponakannya kembali bertanya, “Lantas, kenapa kalian tidak mengikutinya?”
Abu Jahal pun menjawab, “Kami dan bani Hasyim (kabilah nabi Saw berasal) selalu bersaing dalam masalah kemuliaan. Jika mereka memberi makanan, kami juga memberi makanan. Jika mereka menjamu dengan minuman, kami juga demikian. Jika mereka memberi perlindungan, kami juga melakukannya. Sampai-sampai kami sama-sama duduk di atas hewan tunggangan untuk berperang, kami (dan bani Hasyim) sama dalam kemuliaan. Kemudian mereka mengatakan, ‘Di kalangan kami ada seorang Nabi (Muhammad SAW). Kapan kabilahku bisa menyamai kemuliaan ini?”
Begitulah Abu Jahal, sosok yang cerdas dan bijaksana tetapi terus menolak kebenaran padahal dia tahu kebenaran tersebut adalah benar, hanya karena gengsi kesukuannya. Dan sikap seperti itu bukan monopoli Abu Jahal, tetapi sikap yang umum terjadi sampai sekarang. Mengetahui kebenaran dan kebaikan ajaran Islam, tetapi menolak keras karena bertentangan dengan kepentingannya serta adat istiadat yang yang dijunjung tinggi.
Padahal kalau bukan karena kepentingannya serta gengsi kebangsaan dan kesukuan, banyak hal dari adat istiadat tersebut bisa dikompromikan dengan baik sebagaimana kebijaksanaan para ulama dahulu. Karena Islam menghargai adat dan tradisi yang berlaku di masyarakat selama tidak bertentangan dengan syariat Islam. Hukum asalnya adat adalah boleh, selama tidak ada dalil Al-Quran dan Sunnah yang melarangnya.
Kembali ke Abu Jahal. Ia mati terbunuh dalam perang Badr oleh dua anak remaja abang-adik putra Afra’, Muadz dan Muwafidz. Kata para penulis kitab Sirah Nabawiyah, terbunuhnya Abu Jahal pemimpin Quraisy yang menjadi musuh besar nabi Saw oleh dua remaja petani adalah bentuk penghinaan Allah kepada Abu Jahal. Karena bagaimana pun seorang tokoh besar yang dibunuh oleh anak anak dalam perang, tentu ini tidak level kan?
Kemudian dua anak remaja tersebut juga bukan dari kalangan bangsawan, tetapi dari kalangan petani yang selama ini dipandang sebagai profesi rendahan bagi kalangan bangsawan Quraisy. Ini juga nggak level bukan?
Sebagian riwayat lain mengatakan saat Abu Jahal dalam kondisi kritis setelah dihajar dua remaja, kemudian dipenggal kepalanya oleh Ibnu Mas’ud.
Menurut Alman Mulyana dalam kanal YouTube-nya yang dikutip oleh Jatim Times (11/7/24) kuburan Abu Jahal di Badar sampai saat ini masih mengeluarkan bau busuk. Dan dalam radius beberapa meter dari kuburan tersebut tidak ada pepohon yang tumbuh padahal tanah disekitar cukup subur dan banyak ditumbuhi pohon kurma dan yang lainnya.
Jadi Amr bin Hisyam yang mulanya digelari sebagai Abul Hakam berbalik 180° digelari sebagai Abu Jahal, bukan karena dia menjadi plonga plongo dan tidak cerdas, tetapi karena dia tahu kebenaran itu benar tetapi dia justru mendustakan dan memeranginya.
Jadi jangan bayangkan Abu Jahal itu seperti dalam pantun, “Dari Solo ke pasar Pramuka, Plonga plongo suka dusta..”
Abu Jahal itu Pintar tapi bodoh!
Agar kita tidak menjadi seperti Abu Jahal, maka seringlah berdoa:
“Allahumma arinal haqqo haqqon warzuqnat tibaa’ahu, wa arinal bathila bathilan warzuqnaj tinaabahu”
Ini adalah doa permohonan kepada Allah SWT agar ditunjukkan yang benar itu benar dan diberi kemampuan untuk mengikutinya, serta ditunjukkan yang salah itu salah dan diberi kemampuan untuk menjauhinya.
Doa ini juga dikenal sebagai doa memohon petunjuk, agar kita dibimbing untuk membedakan antara kebenaran dan kebatilan, serta dijauhkan dari kesesatan.
Wallahu a’lam bi shawab
oleh : Gufron Azis Fuadi