Penetapan tersebut merupakan hasil final dari proses pengkajian intensif selama empat bulan, yang dimulai sejak diterimanya laporan dari masyarakat pada Maret 2025.
Laporan awal disampaikan oleh Dr. Sumin, M.Si, seorang mantan jamaah Al-Mukmin, pada 24 Maret 2025, berisi 18 poin dugaan penyimpangan aqidah dan syariat yang dilakukan oleh aliran tersebut.
Laporan itu langsung ditindaklanjuti oleh Tim Pengkaji MUI Kalbar yang bekerja selama satu bulan penuh untuk melakukan klarifikasi, penelusuran dokumen, serta analisis berdasarkan Al-Qur’an, Hadis, dan pendapat para ulama muktabar.
Hasil kajian awal ini kemudian diperkuat oleh kajian ulang Komisi Fatwa MUI Kalbar, yang akhirnya menetapkan keputusan resmi pada 1 Agustus 2025.
Salah satu hal yang mencolok dari aliran ini adalah klaim Muhammad Efendi Sa’ad sebagai Al-Mahdi yang dilantik langsung oleh Allah di Hazirah Al-Quds (langit ketujuh).
Ia juga mengaku menerima wahyu atau kalam dari Allah yang diklaim setara dengan Al-Qur’an. Bahkan, pengikut yang tidak meyakini klaim tersebut dianggap kafir dan tidak mendapat syafaat Nabi Muhammad SAW di akhirat.
Aliran ini juga menyatakan bahwa Zat Allah telah tajalli di Masjid Menara Putih Al-Mu’min, yang berlokasi di Jalan Parit H. Mukhsin, Kubu Raya.
Akibatnya, ibadah di masjid tersebut diyakini setara nilainya dengan ibadah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Nama masjid tersebut pun diubah karena meyakini Nabi Isa kelak akan turun di tempat itu, bukan di Damaskus sebagaimana diyakini dalam ajaran Islam pada umumnya.
Aliran Al-Mukmin juga menyusun shalawat baru yang menyandingkan nama pemimpinnya dengan Nabi Muhammad SAW sebagai Habibullah (kekasih Allah).
Bahkan, diajarkan bahwa menyentuh sang pemimpin sama dengan menyentuh Allah, karena ia diyakini sebagai tajalli dari Zat Allah.
Dalam doktrin kelompok ini, mereka juga menyatakan akan mendapatkan surga yang lebih tinggi dari Firdaus, sementara Nabi Muhammad SAW dan para sahabat hanya berada di Surga Firdaus.
Yang tidak kalah mencengangkan, aliran ini juga menghapus keberlakuan seluruh mazhab fiqih, dan menggantinya dengan Mazhab Al-Mahdi.
Ceramah para dai mereka pun tidak lagi bersumber dari kitab-kitab para ulama, tetapi cukup dari “wahyu” yang diturunkan kepada pemimpin mereka.
Muhammad Efendi juga mengaku sering berbicara dengan malaikat Jibril, mengetahui kapan Dajjal muncul dan Nabi Isa turun, serta menyatakan bahwa umur umat Islam hanya tersisa 29 tahun sejak 2024.
Selain itu, ditemukan praktik ritual spiritual menyimpang seperti “pernikahan ghaib” antara murid dengan makhluk gaib yang disebut “penghuni gunung Nun”, serta doktrin perang ghaib melawan Dajjal dan iblis.
Mereka juga menyebut pihak yang mengkritisi ajaran ini sebagai “terinfeksi virus Dajjal” atau bahkan sebagai “anak buah Dajjal”.
MUI Kalbar juga mencatat bahwa aliran ini menisbatkan dirinya sebagai sebuah Tarekat (Thariqah), namun tidak memiliki sanad keilmuan atau sanad thariqah yang muttasil (bersambung) hingga Rasulullah SAW, sebagaimana layaknya tarekat mu’tabarah yang sah secara syariat dan tradisi keilmuan Islam.
Ketua Komisi Fatwa MUI Kalbar menegaskan bahwa seluruh ajaran, keyakinan, dan aktivitas dalam Al-Mukmin bertentangan secara fundamental dengan aqidah Islam, serta berpotensi besar menyesatkan umat, khususnya masyarakat awam yang tidak memiliki basis keislaman yang kuat.
“Fatwa ini dikeluarkan setelah proses kajian yang panjang, objektif, dan melibatkan berbagai pihak. Kami telah mengkaji doktrin, aktivitas, serta testimoni para pengikut dan mantan pengikut. Kesimpulan kami tegas: Aliran ini sesat dan menyesatkan,” ujar Ketua Komisi Fatwa dalam konferensi pers.
MUI Kalbar mengimbau masyarakat agar menjauhi ajaran dan aktivitas Al-Mukmin, serta meminta pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk mendukung langkah pencegahan penyebaran ajaran sesat ini. MUI juga mengingatkan pentingnya pendidikan aqidah dan pemahaman Islam yang benar kepada umat agar tidak mudah tertipu oleh klaim-klaim spiritual yang menyesatkan.
Pembacaan Fatwa Sesat dan Menyesatkan Tarekat AL Mu’min oleh MUI Kalbar di Kantor MUI dengan Undangan Perwakilan Polda Kalbar, Kejati Kalbar dan dihadiri Komisi MUI Kalbar.
Ajaran ini berada di bawah naungan Yayasan Nur Al Mu’min yang berpusat di Komplek Masjid Nur Al Mu’min, Jalan Parit Haji Muksin 2, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Tarekat ini dikenal memiliki sejumlah kitab rujukan seperti Risalah Kalam dan Risalah Majid Al Malik. Kitab Risalah Kalam ditulis dalam Bahasa Indonesia dan diklaim berisi kalam-kalam Allah yang diturunkan kepada Muhammad Efendi Sa’ad.
Sementara Risalah Majid Al Malik berisi pemahaman keagamaan dari Muhammad Efendi Sa’ad, yang disebut-sebut sebagai petunjuk dari Allah, Jibril, dan Rasulullah SAW.
Fatwa Keagamaan: Tarekat Al Mu’min Menyimpang dari Ajaran Islam
Majelis ulama menyatakan bahwa ajaran Tarekat Al Mu’min bertentangan dengan ajaran Islam yang haq (al-ruju’ ila al-haqq), yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadis.
Oleh karena itu, semua pimpinan, pengurus, anggota, dan jamaah tarekat tersebut dihimbau untuk segera kembali ke ajaran Islam yang lurus.
Larangan dan Penarikan Buku
Beberapa buku yang dikaitkan dengan ajaran ini, seperti:
Kitab Risalah Kalam
Kitab Risalah Majid Al Malik
Buku Tanya Jawab Seputar Hadis
Buku Proses Kerohanian Al Mahdi
dan seluruh karya cetak maupun digital lainnya
dinyatakan harus ditarik dari peredaran, baik versi cetak maupun elektronik, karena dianggap menyimpang dan berpotensi menyesatkan umat.
Sumber : Dr. Sumin, M.Si,
Pewarta : Fers
Editor : D M
Tim Investigasi Awak Media Mata Elang Singbebas