Oleh : KH. Ansori, S.P.
Sekretaris Umum Dewan Dakwah Lampung – Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung
Alkisah, di sebuah desa yang asri, obrolan tentang berburu rusa menjadi pembicaraan hangat di setiap sudut pertemuan warga. Semua orang berbicara tentang nikmatnya makan daging rusa. Nama-nama tokoh desa yang telah tiada dikenang sebagai pemburu ulung, meski itu hanya menjadi cerita yang terus bergulir tanpa ada aksi nyata.
Namun, tidak ada satu pun yang berani mengambil langkah untuk memimpin perburuan itu. Mereka hanya saling menyebut rencana, tanpa keberanian untuk merealisasikannya. Hingga suatu hari, seorang pemuda sederhana, yang lebih banyak menghabiskan harinya berkebun di ladang, memutuskan untuk memimpin perburuan. Pemuda itu sering mengamati rusa yang datang minum di tepi sungai dekat ladangnya. Ia tak banyak bicara, tetapi diam-diam ia menyusun rencana.
Dengan mengajak dua temannya, ia mempersiapkan segala peralatan. Tali-temali untuk jerat disiapkan dengan teliti, dan tugas dibagi. Temannya yang satu membawa pisau dan golok, sementara yang lain membawa tombak dan tongkat. Sang pemuda sendiri membawa busur dengan beberapa anak panah.
Hari perburuan pun tiba. Ketiganya mengatur posisi dengan hati-hati di sekitar sungai. Ketika segerombolan rusa datang untuk minum, pemuda itu dengan cekatan membidikkan panahnya. Seekor rusa besar tumbang, sementara gerombolan lainnya panik dan berlari. Tiga ekor lainnya terjerat, dan dua ekor lagi berhasil dilumpuhkan dengan panahnya.
Dengan hasil yang luar biasa—lima ekor rusa—sang pemuda meminta salah satu temannya untuk memanggil warga desa guna membantu menyembelih dan mengolah daging rusa. Warga pun heboh dan bergembira. Ketika daging rusa dibawa ke desa, mereka bersorak, “Kita dapat rusa! Banyak dan gemuk-gemuk!”
Sang pemuda, dengan kebijaksanaannya, membagi hasil perburuan. Satu ekor dibagi di antara mereka bertiga, satu ekor untuk warga yang membantu mengolah, dan tiga ekor diserahkan kepada kepala desa untuk dimasak bersama. Kepala desa pun mengatur segala sesuatunya, melibatkan ibu-ibu PKK untuk memasak dan perangkat desa untuk menyiapkan hidangan pendamping.
Ketika makan bersama tiba, kepala desa memberikan sambutan. Ia bersyukur atas keberhasilan perburuan dan mengapresiasi kekompakan para pemuda. Doa dipanjatkan, dan kebahagiaan pun terpancar di wajah seluruh warga. Saat makan, bisik-bisik tentang siapa yang memanah, siapa yang memasang jerat, hingga siapa yang memasak bumbu, terdengar riuh. Semua peran dihargai, meskipun hanya peran kecil.
Namun, sang pemuda pemanah, yang menjadi inisiator perburuan, tidak menjadi pusat perhatian. Ia tidak mempermasalahkan itu. Ia justru merasa bahagia karena telah membuka jalan bagi kebaikan yang dinikmati bersama. Ia memahami bahwa seorang pemimpin sejati bukanlah mereka yang mencari sorotan, melainkan yang mampu membuat semua orang berkontribusi dan merasa berharga.
Kisah pemuda pemanah yang memimpin perburuan rusa adalah sebuah cerminan hikmah tentang bagaimana kepemimpinan sejati terwujud dalam tindakan nyata, bukan sekadar wacana. Dalam kehidupan bermasyarakat, kepemimpinan bukan hanya tentang jabatan atau gelar, tetapi tentang inisiatif, tanggung jawab, dan ketulusan dalam memberikan manfaat kepada orang lain.
Inisiatif Awal dari Segala Perubahan
Pemuda pemanah dalam kisah tersebut menjadi simbol bagaimana sebuah inisiatif kecil dapat membuka jalan bagi kebaikan yang lebih besar. Ketika masyarakat sibuk berbicara tentang rencana tanpa ada yang bertindak, ia memilih untuk memulai. Inilah yang dimaksud Rasulullah SAW dalam sabdanya:
“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893).
Pemuda itu tidak hanya menginspirasi, tetapi juga menggerakkan. Ia memahami bahwa ide, tanpa eksekusi, hanya akan menjadi angan-angan.
Pembagian Peran merupakan Esensi Kepemimpinan Kolaboratif
Seorang pemimpin yang bijak memahami pentingnya membagi tugas sesuai dengan kemampuan setiap individu. Pemuda pemanah tidak bekerja sendirian. Ia melibatkan dua temannya dengan tugas yang spesifik, memanfaatkan keterampilan masing-masing. Setelah berhasil, ia juga mengajak warga desa untuk berkontribusi dalam proses selanjutnya.
Ini menunjukkan bahwa kepemimpinan tidak berarti melakukan segalanya sendiri, tetapi bagaimana mengelola tim untuk mencapai tujuan bersama. Dalam konteks masyarakat, ini menjadi pengingat bahwa gotong royong adalah kunci keberhasilan.
Berbagi Keberkahan dan Kepemimpinan yang Berkeadilan
Pembagian hasil perburuan yang dilakukan oleh pemuda pemanah adalah wujud keadilan yang berpijak pada prinsip syariat. Ia memberikan hak kepada yang berkontribusi langsung, menghargai peran pendukung, dan menyisihkan bagian untuk kemaslahatan bersama. Filosofi ini relevan dengan firman Allah SWT:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58).
Pemuda tersebut tidak hanya berhasil dalam perburuan, tetapi juga berhasil menanamkan nilai-nilai keadilan yang membuat seluruh warga merasa dihargai.
Kepemimpinan Sejati Tidak Mengejar Pengakuan
Menariknya, pemuda pemanah tidak menjadi pusat perhatian dalam perayaan. Justru, warga sibuk membicarakan peran-peran pendukung yang lebih kecil. Namun, pemuda itu tidak mempermasalahkan. Ia memahami bahwa kebahagiaan sejati adalah melihat kebaikan yang ia inisiasi membawa manfaat bagi orang banyak.
Sebagai seorang pemimpin, keikhlasan adalah inti dari setiap tindakan. Kepemimpinan yang tulus tidak mencari sorotan, tetapi memfokuskan diri pada hasil dan keberkahan.
Hikmah untuk Masyarakat
Kisah ini memberikan pelajaran penting bagi kita semua, khususnya dalam membangun masyarakat yang harmonis dan produktif:
1. Jangan ragu untuk memulai kebaikan, meskipun terlihat kecil.
2. Kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang melibatkan semua elemen masyarakat.
3. Keadilan dalam berbagi hasil adalah bentuk nyata dari rasa syukur kepada Allah SWT.
4. Keikhlasan adalah kunci keberhasilan sejati dalam memimpin.
Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk menjadikan Rasulullah SAW sebagai teladan dalam kepemimpinan. Beliau adalah pemimpin yang menginspirasi, memotivasi, dan memberikan ruang bagi semua orang untuk berkontribusi sesuai dengan kapasitasnya.
Semoga kita semua dapat meneladani nilai-nilai kepemimpinan sejati sebagaimana tergambar dalam kisah pemuda pemanah ini. Dengan demikian, kita tidak hanya menjadi pemimpin yang baik, tetapi juga menjadi pembuka jalan bagi keberkahan dan kebaikan di tengah masyarakat.
Wallahu a’lam bishawab.