• Profil
  • Struktur
  • Visi & Misi
Friday, August 22, 2025
Dewan Dakwah Lampung
  • Beranda
  • Berita
    • Berita Dewan Dakwah
    • Berita Dunia Islam
    • Berita Nasional
  • Kiprah Dai
  • Tazkiyah
    • Ustadz Anshori
    • Ustadz Ghufron
    • Cerpen
    • Hikmah
    • Keluarga
    • Pemuda
    • Puisi & Syair
  • Konsultasi
    • Fatwa
  • Fiqh Zakat
  • Pendidikan
    • ADI LAMPUNG
    • QURANIC SCHOOL DEWAN DA’WAH LAMPUNG
    • PPTQ DEWAN DAKWAH LAMPUNG
    • PPTQ M NATSIR DEWAN DAKWAH LAMPUNG
    • TK DEWAN DAKWAH LAMPUNG
  • Kolom Foto
  • HAJI & UMROH
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Berita
    • Berita Dewan Dakwah
    • Berita Dunia Islam
    • Berita Nasional
  • Kiprah Dai
  • Tazkiyah
    • Ustadz Anshori
    • Ustadz Ghufron
    • Cerpen
    • Hikmah
    • Keluarga
    • Pemuda
    • Puisi & Syair
  • Konsultasi
    • Fatwa
  • Fiqh Zakat
  • Pendidikan
    • ADI LAMPUNG
    • QURANIC SCHOOL DEWAN DA’WAH LAMPUNG
    • PPTQ DEWAN DAKWAH LAMPUNG
    • PPTQ M NATSIR DEWAN DAKWAH LAMPUNG
    • TK DEWAN DAKWAH LAMPUNG
  • Kolom Foto
  • HAJI & UMROH
No Result
View All Result
Dewan Dakwah Lampung
No Result
View All Result
Home Featured

Balaghah Quran

Dewan Dakwah Lampung by Dewan Dakwah Lampung
19 September 2022
Balaghah Quran
0
SHARES
39
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Ketika Anda ditanya seperti ini : كَيْفَ أَنْتَ وَعُثْمَان؟ (Bagaimana engkau dan Utsman)? Jawaban Anda tergantung kepada i’rab (posisi) kata عثمان dalam pertanyaan itu. Kalau baris nun pada عثمان adalah dhammah, berarti ia ‘athaf kepada dhamir أنت , maka jawaban Anda adalah : نَحْنُ بِخَيْرٍ (Kami baik-baik saja). Tapi kalau baris nun pada عثمان adalah fathah, berarti posisinya adalah maf’ul ma’ah. Disini yang ditanya bukan kabar Anda dan kabar Utsman, melainkan hubungan Anda dengannya. Maka jawabannya bisa jadi: هو ابن عمي (Ia sepupuku), atau: هو صديقي (Ia sahabatku) dan sebagainya.

 

Syarat utama dan paling mendasar dalam sebuah proses ijtihad adalah memahami Bahasa Arab dengan sangat baik. Memahami disini tentu tidak cukup dengan pemahaman yang standar-standar saja, melainkan pemahaman yang mendekati batas tamakkun (menguasai secara mendalam). Karena bahasa Arab adalah bahasa yang sangat kaya. Bahasa Arab memiliki struktur dan kaidah yang barangkali tidak dimiliki oleh bahasa apapun di dunia.

Tahukah Anda bahwa untuk kata ‘onta’ saja tak kurang dari 1000 (seribu) kata yang mewakilinya? Ini karena onta adalah hewan yang sangat vital, disukai dan berharga bagi orang Arab. Semakin berharga sesuatu maka semakin banyak kata untuk mengekspresikannya.

Untuk kata ‘singa’ tidak kurang dari 500 (limaratus) kata yang mewakilinya. Ini karena singa simbol kekuatan, ketangkasan dan keberanian. Semakin suatu itu ditakuti dan diagungkan semakin banyak pula kata dan bahasa untuk mengekspresikannya.

Kekayaan kata dalam bahasa Arab ini, diantaranya bisa dirujuk pada kitab al-Muhkam yang ditulis oleh Ibnu Sidah, seorang pakar bahasa yang kafif (كفيف).

 

Kalau hal itu berlaku untuk bahasa Arab yang ‘biasa’, apalagi untuk bahasa Arab yang ‘luar biasa’, yaitu bahasa al-Quran.

Ini tidak hanya tentang kekayaan kosakata melainkan juga pilihan (diksi) kata yang sangat tepat. Kata-kata tersebut tidak bisa digantikan oleh kata yang lain meskipun maknanya sama.

Pernahkah kita memperhatikan bahwa dalam kisah Nabi Yusuf, penguasa Mesir disebut dengan istilah al-Malik (raja). Sementara dalam kisah Nabi Musa, penguasa Mesir disebut dengan istilah Fir’aun. Perbedaan sebutan ini berangkat dari fakta sejarah pada masa itu. Orang Mesir kuno menyebut raja mereka yang bukan asli Mesir dengan sebutan Raja. Adapun raja mereka yang asli Mesir mereka sebut dengan Fir’aun. Dan memang, penguasa Mesir di masa Nabi Yusuf bukan orang Mesir asli, melainkan dari bangsa Hyksos.

Meskipun al-Quran tidak menjelaskan sejarah secara detail, namun pilihan kata yang digunakan bisa mengantarkan kita kepada berbagai informasi yang sangat berharga.

 

Ada ayat yang membuat Dr. Fadhil Samurra`iy berpikir selama lebih kurang dua tahun untuk menemukan rahasia di balik tarkib-nya ;

لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُوْنَ

“Tidak ada ketakutan terhadap mereka dan mereka tidak merasa sedih.”

Kenapa untuk ‘takut’ digunakan isim sementara untuk ‘sedih’ digunakan fi’il? Kenapa untuk ‘sedih’ diberikan penekanan sebelumnya dengan dhamir هم? Kenapa kata خوف marfu’, bukan manshub dengan la an-nafiyah lil jins?

Setelah berpikir, mentadabburi, mengkaji dan memohon fath (pencerahan) dari Allah SWT, ada beberapa kesimpulan yang beliau dapatkan :

Pertama, kalau untuk ‘takut’ digunakan fi’il sehingga menjadi لاَ يَخَافُوْنَ (mereka tidak takut), ini berarti bahwa mereka (orang-orang beriman) tidak akan merasa takut di hari itu (akhirat). Padahal sesungguhnya mereka memang merasakan takut. Buktinya, Allah SWT berfirman dalam ayat yang lain :

… يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ (النور : 37)

“…mereka takut akan hari dimana hati dan pandangan berbolak-balik.”

Juga dalam ayat yang lain :

إِنَّا نَخَافُ مِنْ رَبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا قَمْطَرِيرًا (الإنسان : 10)

“Sesungguhnya kami takut (azab) Tuhan pada hari orang-orang berwajah masam penuh kesulitan.”

Jadi, secara realita mereka bisa saja merasa takut di hari itu; hari yang sangat dahsyat dan menentukan. Karena itu tidak digunakan fi’il ; يخافون .

Ketika yang digunakan adalah bentuk isim ; خوف maka maknanya adalah : tidak ada yang perlu dikhawatirkan terhadap mereka.

Mereka boleh jadi merasa takut karena tabiat hari itu memang menakutkan. Akan tetapi Rabbul ‘Izzah akan memberikan rasa aman kepada mereka, dan ini yang paling penting.

Bisa jadi seseorang tidak merasa takut pada sesuatu, padahal sesuatu itu berbahaya bagi dirinya. Sebaliknya, bisa jadi seseorang merasa takut padahal sesuatu itu tidaklah membahayakan. Jadi, yang paling penting bukan takut atau tidak takut, melainkan apakah ia aman atau tidak, dan inilah yang terkandung dalam kalimat : لا خوف عليهم .

Kedua, digunakan kalimat ولا هم يحزنون (dan mereka tidak merasa sedih), dalam bentuk fi’il, bukan dalam bentuk isim, seperti : ولا حزن عليهم . Karena kalau digunakan dalam bentuk isim, artinya menjadi tidak perlu ada kesedihan terhadap mereka. Dan ini tidak penting. Ada atau tidak ada orang yang bersedih untuk mereka, tidak akan banyak berpengaruh kalau mereka sendiri tetap bersedih. Jadi, kebalikan dari rasa takut, untuk rasa sedih ini yang paling penting adalah mereka tidak merasa sedih. Karena itulah digunakan dalam bentuk fi’il, bukan isim.

Disamping itu, kalau yang digunakan adalah kalimat ولا حزن عليهم, bisa jadi ini adalah azab, bukan rahmat. Penggunaan kalimat ini dalam al-Quran adalah untuk sesuatu yang bermakna negatif, seperti firman Allah :

وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُنْ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ (النمل : 70)

“Dan janganlah engkau sedih terhadap mereka (orang-orang kafir) dan jangan pula dadamu merasa sempit terhadap apa yang mereka tipudayakan.”

Ketiga : penekanan pada kalimat ولا هم يحزنون dengan menggunakan dhamir هم sebelum fi’il, mengandung makna yang sangat unik. Penekanan ini berarti bahwa “Bukan mereka (orang-orang beriman) yang bersedih, tapi merekalah (orang-orang kafir) yang akan bersedih…”.

Sama halnya ketika seseorang dituduh mencuri sesuatu, lalu ia berkata:
ما أنا سرقته

“Bukan aku yang mencurinya…”.

Ta’bir seperti ini tidak saja menafikan perbuatan itu dari dirinya tapi juga sekaligus menetapkannya pada orang lain.

Kalau yang digunakan adalah ولا يحزنون (tanpa penegasan). kalimat ini baru menafikan kesedihan dari orang-orang beriman, tapi tidak menetapkannya untuk orang-orang kafir. Dengan adanya tambahan هم sebagai penegas sebelum fi’il يحزنون ini, berarti mereka (orang-orang beriman) tidak akan bersedih. Justeru merekalah (orang-orang kafir) yang akan bersedih.

Semoga Allah SWT buka hati dan akal kita untuk memahami ayat-ayat-Nya.

اللهم افتح علينا فتوح العارفين بك

✍🏻 Ustadz Yendri Junaidi

Komentar

Previous Post

UPGRADING KEPENGASUHAN SANTRI BAGI TENAGA PENDIDIK UNIT PENDIDIKAN DEWAN DAKWAH

Next Post

MORNING SPIRIT UPACARA BENDERA

Next Post
MORNING SPIRIT UPACARA BENDERA

MORNING SPIRIT UPACARA BENDERA

IKUTI KAMI

Terbaru

  • Pajak, Zakat, dan Wakaf : Menimbang Ulang Analogi Sri Mulyani
  • Kerakusan dan Kepongahan Penguasa digulung Lapar dan Harga Diri Rakyat
  • Membaca Al-Qur’an : Antara Keindahan Suara dan Kebenaran Tajwid
  • Mulut dan Telunjuk Istri Pejabat Ujung Panah Korupsi
  • Anggota Dewan Brotowali!
  • Trending
  • Comments
  • Latest
Tanamkan Nilai Cinta NKRI , Santri Dewan Dakwah Salat Gaib untuk Awak KRI Nanggala 402

Tanamkan Nilai Cinta NKRI , Santri Dewan Dakwah Salat Gaib untuk Awak KRI Nanggala 402

27 April 2021
Selamat berdakwah !

Selamat berdakwah !

25 April 2021
Kemitraan dalam dakwah

Kemitraan dalam dakwah

22 April 2021
Keterbatasan seorang Dai

Keterbatasan seorang Dai

28 April 2021
MK Putuskan Tolak Gugatan Ahmadiyah Terhadap UU Penistaan Agama

MK Putuskan Tolak Gugatan Ahmadiyah Terhadap UU Penistaan Agama

0
Ustadz Dr. Jeje Zainuddin : Daftar Penceramah Tak Berpengaruh bagi Dai yang Ikhlash

Ustadz Dr. Jeje Zainuddin : Daftar Penceramah Tak Berpengaruh bagi Dai yang Ikhlash

0
PETA GERAKAN PENERBITAN KAUM KIRI (KOMUNISME) DI INDONESIA

PETA GERAKAN PENERBITAN KAUM KIRI (KOMUNISME) DI INDONESIA

0
Tiga Alasan Kenapa Kita Harus Menolak Syiah

Tiga Alasan Kenapa Kita Harus Menolak Syiah

0
Pajak, Zakat, dan Wakaf : Menimbang Ulang Analogi Sri Mulyani

Pajak, Zakat, dan Wakaf : Menimbang Ulang Analogi Sri Mulyani

19 August 2025
Kerakusan dan Kepongahan Penguasa digulung Lapar dan Harga Diri Rakyat

Kerakusan dan Kepongahan Penguasa digulung Lapar dan Harga Diri Rakyat

19 August 2025
Membaca Al-Qur’an : Antara Keindahan Suara dan Kebenaran Tajwid

Membaca Al-Qur’an : Antara Keindahan Suara dan Kebenaran Tajwid

13 August 2025
Mulut dan Telunjuk Istri Pejabat Ujung Panah Korupsi

Mulut dan Telunjuk Istri Pejabat Ujung Panah Korupsi

19 August 2025

Recommended

Khutbah Jumat: Mengenang Dakwah Nabi Musa pada Muharram

Khutbah Jumat: Mengenang Dakwah Nabi Musa pada Muharram

19 July 2024
Cerita WNI Soal Suasana Arab Saudi Jelang Haji Terbatas

Cerita WNI Soal Suasana Arab Saudi Jelang Haji Terbatas

1 July 2020

 

Gedong Meneng, Rajabasa, Kota Bandar Lampung, Lampung 35147
Telp. (0721) 772893

Kategori

  • Berita
  • Berita Dewan Dakwah
  • Berita Dunia Islam
  • Berita Nasional
  • Cerpen
  • Fatwa
  • Featured
  • Fiqh Zakat
  • Hikmah
  • Info Lazis
  • Keluarga
  • Khutbah Jumat
  • Kiprah Dai
  • Kolom Foto
  • Konsultasi
  • Laznas
  • Live
  • Pemberdayaan
  • Pemuda
  • Pendidikan
  • PPTQ DEWAN DAKWAH LAMPUNG
  • PPTQ M NATSIR DEWAN DAKWAH LAMPUNG
  • Program Pilihan
  • Puisi & Syair
  • QURANIC SCHOOL OF DEWAN DA'WAH
  • Tak Berkategori
  • Tazkiyah
  • TK DEWAN DAKWAH LAMPUNG
  • Ustadz Anshori
  • Ustadz Ghufron
  • Wakaf
  • Profil
  • Struktur
  • Visi & Misi

© 2021 Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Provinsi Lampung

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Berita
    • Berita Dewan Dakwah
    • Berita Dunia Islam
    • Berita Nasional
  • Kiprah Dai
  • Tazkiyah
    • Ustadz Anshori
    • Ustadz Ghufron
    • Cerpen
    • Hikmah
    • Keluarga
    • Pemuda
    • Puisi & Syair
  • Konsultasi
    • Fatwa
  • Fiqh Zakat
  • Pendidikan
    • ADI LAMPUNG
    • QURANIC SCHOOL DEWAN DA’WAH LAMPUNG
    • PPTQ DEWAN DAKWAH LAMPUNG
    • PPTQ M NATSIR DEWAN DAKWAH LAMPUNG
    • TK DEWAN DAKWAH LAMPUNG
  • Kolom Foto
  • HAJI & UMROH

© 2021 Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Provinsi Lampung