USIA TAK HALANGI MEMBERI MANFAAT BAGI UMAT
Tangan keriput itu masih terus menenteng 8 bungkus kerupuk ikan yang tersisa.
Kakinya yang renta entah sudah berapa kilometer melangkah. Sandal lusuhnya masih terus diajaknya melangkah di bawah sinar matahari menjelang ashar. Berharap masih ada yang mau membeli 1-2 bungkus krupuk ikannya.
Dari keriput wajahnya, bisa diperkirakan usianya yang lebih dari 60 tahun. Namun, ternyata usia tak menghalangi niat baik sosok ini untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi umat.
Ia berharap, besok pagi ia masih sempat mengantarkan sejumlah uang yang telah disisihkan setiap hari dari hasil jualannya.
*
Itulah sosok Nek Ayu Cik, seorang penjual krupuk dan kemplang keliling. Dari logatnya bisa diduga ia orang Sumatra bagian Selatan, mungkin Lampung atau Palembang.
Kesehariannya yang sederhana sebenarnya tak menuntutnya harus berpenghasilan besar. Ia tak perlu menyimpan uang banyak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Namun, ia tak ingin berpangku tangan dan mengharap belas kasih orang lain. Walaupun mungkin ketika kita melihatnya berjualan keliling dengan setumpuk krupuk dan kemplang di tangannya, kita pun akan jatuh kasihan.
Ia bagi rasa kasihan itu bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk orang banyak. Ia sisihkan hasil jualan setiap harinya 5.000 sampai 20.000 untuk infaq. Lalu, ketika sudah terkumpul, ia datangi rumah Ustadzah Sri Seneng di Way Kandis. Ia serahkan sejumlah uang yang tidak sedikit baginya.
Pun seperti pagi ini, 865 ribu rupiah berpindah tangan dari Sang Nenek ke Ustadzah Sri, Ketua Muslimat Dewan Da’wah Lampung. Ia titipkan uang itu sebagai infaq untuk Dewan Da’wah Lampung.
Siapa yang bisa menandingi ketulusan seorang Nek Ayu Cik? Peluhnya ia jadikan jalan ke surga. Masa hidupnya ia jadikan hamba yang berharap akan akhiratnya.
Semoga kita yang masih muda, masih kuat, masih berpunya, masih ada kesempatan untuk berbuat yang lebih dari Nek Ayu Cik.
🌿🌿🌿