REPUBLIKA.CO.ID, LONDON — Pada awal 1960-an, dunia berada di ambang perang nuklir karena ketegangan yang meningkat antara AS dan Uni Soviet. Krisis membuat Bertrand Russell menulis sebuah buku berjudul Has Man a Future, di mana filsuf Inggris ini mengkritik manusia mengalami keracunan akan kekuasaan.
Mengingat ketakutan yang mendominasi dunia pada saat itu, rekomendasi Russell untuk generasi masa depan sangat bijaksana dan berwawasan luas. Buku ini menjadi contoh yang bagus dalam krisis bertahan hidup yang membuat orang merenungkan pertanyaan-pertanyaan besar dalam kehidupan.
Alper Bilgli, seorang sosiolog yang mengkhususkan diri dalam sosiologi agama dan sosiologi sains di Inggris berkata, ia percaya pandemi Covid-19 mungkin memiliki fungsi serupa. Ia mencoba mengambil tiga pelajaran dari pandemi Covid-19 untuk Muslim dunia.
Pelajaran pertama yakni besikap rendah hati. Seperti kebanyakan budaya kontemporer, masyarakat Muslim terkesan dengan apa yang mampu dicapai manusia melalui sains dan teknologi.
“Proyek-proyek ilmiah seperti CERN dan Proyek Genom Manusia telah sangat berkontribusi pada pengetahuan kita dan mempesona dunia yang sedang kecewa. Kehidupan kita tidak dapat dibandingkan dengan mereka yang hidup seabad yang lalu berkat kemungkinan yang ditawarkan oleh sains dan teknologi,” ujar Alper Bilgli dikutip di Patheos, Rabu (8/4).
Sains dan teknologi membuat hidup manusia nyaman, sembari membuat spekulasi tentang misteri alam semesta menjadi mungkin. Kenyamanan dan keamanan yang diberikan tampaknya berdampak pada Muslim Weltanschauung.
Saat ini, banyak Muslim tampaknya mulai melupakan posisi mereka saat berhadap-hadapan dengan Tuhan. Kecuali menjalankan ibadah wajib shalat, umat Islam merasa mereka tidak perlu mengingat Tuhan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Namun dari sudut pandang Islam, Tuhan adalah pusat kehidupan manusia. Umat Islam membutuhkan Tuhan, betapapun baiknya kondisi fisik, psikologis, dan ekonomi mereka.
Kehilangan orang-orang yang kita kasihi sementara waktu mengingatkan tempat manusia di tangga ontologis. Pandemi saat ini menjadi pengingat tentang kerentanan manusia, menyaksikan keterbatasan yang dimiliki secara lebih mendalam, dan memulihkan hubungan umat Muslim dengan Allah SWT.
“Sebuah artikel yang diterbitkan The Economic Journal pada 2019 tampaknya mendukung kemungkinan ini. Orang-orang dipercaya menjadi lebih religius setelah bencana alam, tidak peduli apa pun kelompok ekonomi atau tingkat pendidikan mereka,” lanjutnya.