وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ بِٱلْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَٱحْكُم بَيْنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَآءَهُمْ عَمَّا جَآءَكَ مِنَ ٱلْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَآءَ ٱللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَٰحِدَةً وَلَٰكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِى مَآ ءَاتَىٰكُمْ ۖ فَٱسْتَبِقُوا۟ ٱلْخَيْرَٰتِ ۚ إِلَى ٱللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, (QS. Al-Ma’idah, 48)
Surat al-Maidah ayat 48 menunjukkan bahwa Allah menciptakan manusia dengan berbagai variasi warna kulit, bahasa, tabiat, dan bentuk tubuh. Dengan keragaman inilah justru terdapat keindahan dan kesempurnaan. Dengan kata lain, perbedaan merupakan fitrah dan kehendak Allah. Ayat tersebut berbunyi:
“Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.”
Bergeser sedikit terhadap kenyataan adanya perbedaan, adalah menemukan peluang. Dalam situasi yang komplek saat ini, seoranng juru dakwah perlu berhenti sejenak. Berfikir dan merenung tentang perbedaan di kalangan ummat yang sepertinya sulit dicariak jalan keluar.
Juru dakwah harus mengambil peran yang positif, memanfaatkan perbedaan sebagai sarana pencerdasan. Memang belum sampai memberikan jawaban yang memuaskan, yang dapat menghilangkan persoalan itu sendiri. Tetapi sang juru dakwah telah menstimulus otak warga untuk berfikir ulang, nanti saat sudah situasi dan kondisi telah stabil. Saat dirumah, warga dapat membuat suatu perbandingan antara satu persoalan dengan persoalan yang lainya.
Perbedaan ditengah umat akan selalu dan terus ada. Yang paling urgen dari munculnya perbedaan, adalah kesiapan juru dakwah mendialogkan hal tersebut kepada sesama rekan pendakwah. Saling ‘tepo seliro”, mengerti kedudukan dan kondisi yang dihadapi. Banyak masalah yang sepertinya perbedaan (khilaf) padahal sebab utamanya karena kurangnya penjelasan, adanya ego pribadi, ketersinggungan dan masalah-masalah kejiwaan antar individu. Berlapang dada menjadi kunci pembuka permakluman, jika ternyata perbedaan masih ada, dan menurut ayat diatas akan terus ada.
“Khilaf dalam pendapat akan ada, namun khilaf dalam arah (pemikiran) lah yang dikhawatirkan. Dengan arti bahwa setiap orang dari kita meyakini bahwa ia berada diatas manhaj yang menyelisihi manhaj saudaranya, dimana ia kemudian membicarakan dan mencela dan bahkan boleh jadi mengeluarkan nya dari Islam, karena ia tidak berada (sama) diatas metodenya”. (Syeikh Al-Utsaimin).
Banyak hal-hal khilaf, sejatinya hanya boleh dan khusus dibahas dikalanga ahli ilmu. Tidak setiap yang berbeda harus diekspos. Jamaah masih bayak yang belum siap mencerna, dan mencarikan jawabannya. Bahkan mereka belum siap menccernanya. Jika tidak diantisipasi, kawatir malah menimbulkan perpecahan yang semakin sulit diatasi.
Dalam hal menjaga sesuatu yang masih diperdebatkan dikalangan juru dakwah adalah bentuk ta’awun, tolong-menolong yang baik. Jangan sampai, perbedaan yang edang didiskusikan, atau sedang diperselisihkan dan kemudian menjadi problem yang meluas, malah ditangkap oleh para musuh Islam sebagai pemukul dari dalam. Politik belah bambu, yang sati diangkat yang satu diinjak.
Jajaki dan kenali lapangan, apa yang sebaiknya disampaikan. Jangan sampai seorang juru dakwah berfikiran, dialah yang akan menyelesaikan masalah sendirian. Tidak melibatkan orang lain, sesamanya atau dengan warga binaannya. Belajarlah untuk tekun mendengar, mencatat dan mendiskusikan diwaktu yang lain. Mungkin perlu didiskusikan ungkapan, “lebih baik terlambat sejenak, daripada memutuskan sesuatu yang salah tapi berdampak panjang”.
Juru dakwah perlu belajar, bagaimana Hakim memutuskan perkara yang sedang ditanganinya. Dicarilah informasi dari tiga arah ; tuntutan (pro), pembela (kontra) dan yang netral (para saksi). Tahapannya sangat panjang, bahkan berproses dari pengadilan tingkat yang paling rendah, trus bergulir ke pengadilan tingkat tinggi, dan kadang ampai Mahkamah Agung.
Begitulah suatu putusan pengadilan dibuat, melalui jenjang yang panjang. Apa dasarnya? Agar diperoleh kesimpulan yang mendekati kebenaran, agar keadilan dirasakan oleh para pihak. Ayat diatas, memang begitu tegas bagi kita, bahwa kehidupan dan masalah yang ada ini adalah ujian. Perbedaan adalah ujian, maka suasana yang rukun adalah ujian berikutnya. Masing-masing manusia, khususnya para juru dakwah harus mengambil peran, berkontribusi mewujudkan suasana saling menguatkan.
Perbedaan memang ada, tapi kan tidak harus ditaruh dihalaman muka. Terlalu melelahkan bagi juru dakwah, jika etalase kehidupanya justru dsajikan dengan hidangan perbedaan. Perbedaan kita simpan rapat rapat, kita keluarkan jika memang perlu dan memungkinkan untuk dipecahkan. Dicariann jalan keluarnya, jika perbedaan itu adalah sesuatu yag harus ditinggalkan. Pendekatannya pembinaan, pendampingan, permakluman. Karena diluar rumah kaum Muslimin, telah menunggu singa-singa yang akan menerkamnya.
Kayaknya yang bisa mengalahkan lawan dengan dalil-dalil yang kuat dianggap sebagai pemenangnya. Tapi coba perhatikan, mereka yang kalah malah membuat persekutuan dengan musuh-musuh Islam, yang dulunya musuh bersama. Kata pak Natsir, “saat bicara, saat diam”, pesan pendek engontrol diri wahai juru dakwah.
Ibarat kendaraan, gas, rem, spion, lampu sen, kopling harus diguakan untuk mengontrol laju kendaraan. Salah satu ada yang bermasalah, atau tidak digunakan secara maksimal, akan membuat laju kendaraan menyusahkan penumpangnya dan juga pengguna jalan yang lain.
Peran juru dakwah tidak sekedar menyampaikan pesan, tapi juga memahami lingkungan!