“Sebenarnya tujuan kami datang ke sini bukan semata hanya untuk mendirikan PAUD. Bukan hanya untuk memberikan pengasuhan kepada anak-anak kita….”, perlahan tapi pasti, Bu Yeni menyampaikan sebuah uraian penjelasan yang tak terduga. Ditatapnya mata para ibu orang tua murid yang ada di ruang pertemuan itu.
“Kami datang ke sini untuk menjaga aqidah anak-anak kita. Menjaga aqidah remaja-remaja kita. Menjaga aqidah diri kita sebagai orang tua.”
“Sadarkah ibu-ibu semua bahwa anak-anak kita ini sebenarnya terancam pemurtadan?”
“Sadarkah kita bahwa anak-anak kita perlahan terkikis oleh perilaku yang tak sesuai dengan syariat Islam? Perilaku yang semakin menjauh dari fitrah hidupnya…?”
“Sadarkah kita bahwa bahkan kita pun sudah semakin jauh meninggalkan syariat agama kita. Tanpa rasa berdosa kita rutin tinggalkan sholat 5 waktu. Tanpa berdosa kita biarkan anak-anak kita berkeliaran main sebebasnya hingga mereka tak tahu lagi mana yang benar mana yang salah. Hingga mereka tak tahu lagi apa bedanya beragama dengan tak beragama.”
“Selama ini, kita hanya sibuk berusaha bagaimana menopang agar periuk tak miring sebelah, sehingga sering kita lupa bahwa anak adalah aset masa depan yang harus dipersiapkan sejak usia emas golden age mereka.”
“Di masa-masa usia inilah anak melihat, mendengar, dan merekam setiap yang dialaminya. Apa yang dilakukan orang tua di hadapan anaknya, itulah yang tersimpan di memori anak.”
“Tolong, jangan salahkan anak-anak kita jika sebelum mencapai remaja mereka sudah bisa berkata kasar melawan kita.”
“Tolong, jangan pukul mereka karena kesalahan yang mereka lakukan sebenarnya adalah contoh yang kita berikan ke hadapan mereka.”
“Jangan salahkan anak-anak kita jika nanti mereka sudah semakin besar belum bisa sholat, belum bisa ngaji, sama seperti kita….”
“Jangan salahkan mereka jika kelak mereka menjadi pribadi yang tidak kita harapkan. Karena sebenarnya kitalah yang telah membentuknya menjadi seperti itu.”
“Sadarkah kita…?”
*
Ruangan 3×3 m² yang diisi oleh 25 orang ini semakin terasa sempit. Mulai terdengar suara isak tertahan. Beberapa ibu sudah mulai menutupkan tisu ke wajahnya, menyeka air mata yang turun membasahi keringnya jiwa-jiwa mereka.
Sebuah kesadaran menyentuh sudut-sudut hati mereka. Ada sesal yang bergayut. Ada kesedihan yang ingin diteriakkan.
Mereka tidak pungkiri, betapa mereka telah kerepotan menghadapi ulah anak-anak mereka yang bahkan belum berusia 10 tahun.
Namun apa daya. Ketidaktahuan mereka membuat pola pengasuhan anak pertama dan seterusnya tidak membuahkan anak-anak yang sholih seperti yang mereka harapkan. Kalaupun berhasil, maka keberhasilan itu mereka ukur dari banyaknya materi yang dipunya.
*
Inilah sepenggal suasana di salah satu ruangan di PAUD Al Fath. Sebuah PAUD binaan Muslimat Dewan Da’wah Lampung yang baru 4,5 bulan terbentuk di tengah pandemi ini. PAUD ini berlokasi di Jl. Pioner, Dusun Karang Sari, Desa Candimas, Kec. Natar, Kab. Lampung Selatan.
“Ini adalah PAUD plus, plus, plus…”, begitu istilah yang diberikan oleh Dra. Nurul Qomari selaku kepala sekolah PAUD Al Fath saat menyampaikan perkembangan sekolah di hadapan para ibu orang tua murid. Mengapa disebut demikian? Karena PAUD ini bukan hanya menyelenggarakan pendidikan untuk anak usia dini, tapi juga mengadakan Taman Pendidikan Alquran (TPA) dan taklim ibu-ibu.
Karena itu, di saat berlangsung pertemuan dengan orang tua murid pada hari Sabtu, 6 Maret 2021 ini, di 4 ruang lainnya dipakai untuk anak-anak PAUD dan TPA belajar.
Pertemuan ini diadakan selain untuk menginformasikan tentang perkembangan sekolah, juga untuk membahas tentang kesediaan para orang tua murid untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan sekolah. Karena selama ini sekolah dapat terselenggara atas bantuan para donatur lewat Laznas Dewan Da’wah Lampung.
Di tengah gencarnya propaganda 2 gereja yang berada di sekitaran PAUD ini, membuat Muslimat Dewan Da’wah harus terus berusaha keras mencari solusi guna menjaga aqidah umat. Apa yang disampaikan oleh Ibu Yeni Widarsih di atas tadi, selaku Sekretaris Muslimat Dewan Da’wah Lampung adalah usaha untuk menyadarkan umat dari tidur panjang mereka.
Alhamdulillah, para orang tua murid memberikan tanggapan positif. Sebagai wujud partisipasi, mereka bersedia membantu proses belajar di rumah dengan arahan yang diberikan oleh para tenaga pendidik lewat WhatsApp. Mereka juga bersedia membayar SPP sebesar Rp30.000,- per bulan, berinfaq sukarela untuk kegiatan belajar TPA dan taklim ibu-ibu, serta bersedia membantu dalam gotong-royong perluasan lokasi sekolah.
Semoga langkah mereka menyekolahkan anak di PAUD Al Fahd ini menjadi saksi bahwa masih ada keimanan yang kokoh di dada mereka.