وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِۦ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ ۖ فَيُضِلُّ ٱللَّهُ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِى مَن يَشَآءُ ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ
Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Mulia lagi Bijaksana (Ibrahim : 4)
Tugas dai adalah membimbing ummatnya ke jalan yang diridhaoi Allah swt, menghilangkan rintangan rintangan dakwah Islam yg ada disekitarnya. Mendakwahi masyarakat sesuai zamannya, dengan berbagai usaha yang diridhaiNya, agar dapat dimengerti oleh kaumnya.
“Kami tidak mengutus seorang rasulpun, malainkan dengan bahasa kaumnya . . . “
Pesan yang sangat jelas, bahasa kaum menjadikan dakwah lebih mudah. Ada hubungan satu bahasa, satu pengertian, satu psikolinguistik antara dai dan madu. Dengan mengerti bahasa setempat, seorang dai dapat menghindari salah faham, salah mengerti.
Pulang kampung bukan sekedar untuk pulang dari suatu perjalanan ke kampung halaman. Tapi pulang kampung adalah menjalankan misi alQuran, mendakwahkan Islam kepada masyarakat. Mengapa? Karena kitalah yang paham mereka, bahasa kita sama.
Sebagaimana kebayakan mahasiswa lukusan PT, puoang ke daerah asal adalah dambaan, kecuali beberapa saja yang masih betah di kawasan dekat kampus mereka, karena berbagai alasan, dan itu tidak salah %100 persen. Pilihan saja, mau pulang atau tetap di kota. Yang penting ada aktivitas yang memiliki potensi ikut mengubah masyarakat.
Jangan pulang malah menjadi beban masyarakat. Kepulangan adalah menjalankan misi, misi dunia untuk menggapai akhirat. Misi para pemimpi pencari Tuhan. Pemimpi di alam sadar, bukan pemimpi di alam tidur, kematian kecilnya.
Berbahagialah yang berusaha pulang kampung menjalankan perintah agama. Kalau tidak sekarang, kapan lagi.