Di samping menyadari dan kedudukan dan fungsi yang tinggi dari pendukung da’wah, seorang muballigh perlu menyadari, bahwa di mana dan di zaman manapun dia melakukan pekerjaan da’wah, tidak akan sunyi dari pada ujian dan cobaan, yang harus ditempuhnya. Baik dalam arti lahir, ataupun batin, atau kedua-duanya, lahir dan batin.
Tidak reda-redanya peringatan ilahi kepada para Rosul dan Nabi, dan pembawa da’wah pada umumnya, bahwa mereka akan berjumpa dengan macam-macam cobaan. Allah Ta’ala berfirman: Berteguh hatilah kamu sebagaimana berteguh hatinya ahli-ahli keteguhan hati dari para Rosul (Al Ahqof: 35)
Dengarkanlah pesan Luqman al Hakim kepada anaknya: “Wahai anakku! Tegakkan olehmu ‘ibadat sholat, dan ajaklah (manusia) berbuat baik, dan cegahlah (mereka) dari berbuat mungkar! ” (Luqman: 17)
Langsung pesan ini disusuli dengan peringatan: “Dan berteguh hatilah engkau menghadapi apa yang menimpa atas dirimu” (Luqman: 17)
Yakni: satu kali engkau mencampungkan diri dalam masyarakat manusia, mengajak ummat kepada jalan yang benar, melarang menempuh jalan yang salah, pasti akan berhadapan dengan bermacam rintangan, halangan dan cobaan. Maka berhati teguhlah engkau menghadapinya!
“Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diberatkan nilainya” (Luqman: 17)
Sesungguhnyalah, sifat tabah dan teguh hati itu, adalah sebagian dari sepenting-penting dan seluhur-luhur sifat yang tak dapat harus dimiliki seorang pembawa da’wah.
Godaan dan rintangan itu datangnya dari berbagai pihak. Ada yang dari luar, dari pihak lawan, dan tidak kurang pula dari “dalam”, dari pihak kawan dan kerabat, malah mungkin dari dalam rumah tangga sendiri, dari mereka yang dicintainya dan mencintainya.
Ada yang datang berupa penderitaan, lahir ataupun batin, ada yang berupa kesenangan hidup.
Kesemua itu tetap merupakan ujian dan cobaan bagi pelaku pembawa da’wah.
🤝Kuatkan tekad dan doa 💪🙏🏻