17 Agustus sudah berlalu sepekan. Tapi kemeriahannya sampai hari ini masih menggeliat. Banyak acara yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengisi momentum tahunan ini.
Tapi hampir semua acara yang ditampilkan bertujuan untuk membuat hati gembira dan mengusir kegalauan. Diantaranya adalah lomba layang-layang lomba makan kerupuk, lari karung, panjat pinang dan lain sebagainya.
Ada yang bertanya kepada saya, bagaimana pandangan Islam terhadap masalah-masalah ini, sebab ada sebagian orang menilai ini perbuatan sia-sia yang tidak sesuai dengaan keperibadian orang yang beriman dan hanya menghabiskan waktu dan usia.
“dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,” (Qs. Al-Mukminun ayat 3)
Saya katakan, boleh-boleh saja selama tetap memelihara etika dan tidak ada ajaran agama yang dilanggar. Seperti perkataan kotor, mengumbar aurat atau melalaikan shalat. Apalagi momentum seperti ini datangnya setahun sekali.
Saya katakan, bahwa menggembirakan diri dan membahagiakan jiwa itu bagian dari fitrah manusia. Sementara memenuhi tuntutan fitrah adalah mubah, bahkan bisa jadi sunah atau wajib.
Islam ini agama yang luas dan luwes, mengajak orang untuk selalu menampakkan wajah yang bahagia, hati yang gembira dan bibir yang tersenyum.
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu“HR at-Tirmidzi (no. 1956), Ibnu Hibban (no. 474 dan 529) dll, dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, dan dinyatakan hasan oleh at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani dalam “ash-Shahihah” (no. 572).
لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
“Janganlah engkau remehkan suatu kebajikan sedikitpun, walaupun engkau bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang ceria/bermanis muka” (HR. Muslim no. 2626)
Perayaan seperti ini dengan berbagai acara yang menghibur akan membuat yang hadir bergembira ria. Mereka melupakan sejenak kesusahan dan beban hidup yang menghimpit dan itu anjuran Rasulullah Saw.
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ , وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ , أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً , أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا , أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا , وَلأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخِ فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ شَهْرًا
“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh.” (HR. Thabrani di dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 13280, 12: 453. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana disebutkan dalam Shahih Al Jaami’ no. 176).
Bertemu dengan handai taulan dalam suasana yang menggembirakan akan mempererat ikatan persaudaraan dan memperkuat jalinan silaturahmi serta menghilangkan sekat-sekat yang muncul karena status sosial. Tidak diragukan lagi, bahwa ini adalah sebagian dari ruh dari ajaran Islam.
Walau setelah Rasulullah Saw hijrah hingga wafatnya hampir setiap tahun terjadi peperangan, tapi bukan berarti kehidupan Rasulullah Saw dan para sahabatnya selalu dibalut kesedihan dan wajah yang muram.
Banyak momen-momen yang menggambarkan bahwa kehidupan mereka penuh dengan kebahagian.
Dalam suatu perjalanan bersama para sahabat, Rasulullah Saw pernah balapan lari dengan Aisyah Ra.
عن عائشة رضي الله عنها أنها كانت مع النبي صلى الله عليه وسلم في سفر قالت فسابقته فسبقته على رجلي، فلما حملت اللحم سابقته فسبقني فقال هذه بتلك السبقة
“Dari Aisyah ra. ia bersama Nabi Saw. berada di jalan, ia berkata bahwa Rasulullah Saw. bertanding dengan saya (lari), dan saya mendahuluinya. Ketika badan saya gemuk, saya bertanding lari dengannya, dan ia mendahuluiku. Kemudian beliau bersabda: “kemenangan ini untuk kemenangan itu (Ini satu lawan satu).” HR Abu Daud, An Nasai dan Ibnu Majah)
Ia pernah membiarkan Aisyah berada di belakang punggungnya untuk menyaksikan permainan pedang atau tombak orang-orang habasyah.‘Aisyah berkata,
“Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari berada di pintu kamarku. Saat itu anak-anak Habasyah (dari Ethiopia) sedang bermain (perang-perangan) di masjid dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menutup-nutupi dengan kain rida’nya ketika aku melihat bagaimana mereka bermain.” (HR. Bukhari, no. 454; Muslim, no. 892, 17)
Beliau juga membiarkan budak wanita-wanita bernyanyi meluapkan kegembiraan dalam salah satu momen pernikahan.
Amir bin Sa’ad Al Bajali, ia berkata:
دَخَلْتُ عَلَى قُرَظَةَ بْنِ كَعْبٍ، وَأَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ، فِي عُرْسٍ، وَإِذَا جَوَارٍ يُغَنِّينَ، فَقُلْتُ: أَنْتُمَا صَاحِبَا رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمِنْ أَهْلِ بَدْرٍ، يُفْعَلُ هَذَا عِنْدَكُمْ؟ فَقَالَ: اجْلِسْ إِنْ شِئْتَ فَاسْمَعْ مَعَنَا، وَإِنْ شِئْتَ اذْهَبْ، قَدْ رُخِّصَ لَنَا فِي اللَّهْوِ عِنْدَ الْعُرْسِ
“Aku datang ke sebuah acara pernikahan bersama Qurazah bin Ka’ab dan Abu Mas’ud Al Anshari. Di sana para budak wanita bernyanyi. Aku pun berkata, ‘Kalian berdua adalah sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan juga ahlul badr, engkau membiarkan ini semua terjadi di hadapan kalian?’. Mereka berkata: ‘Duduklah jika engkau mau dan dengarlah nyanyian bersama kami, kalau engkau tidak mau maka pergilah, sesungguhnya kita diberi rukhshah untuk mendengarkan al lahwu dalam pesta pernikahan’” (HR. Ibnu Maajah 3383, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Ibni Maajah)
Saat penggalian parit pada perang Ahzab salah seorang sahabat mengajak beliau dan beberapa sahabat ke rumah untuk menyantap gulai kambing. Tapi ternyata beliau mengajak seluruh sahabat yang terlibat dalam penggalian parit.
Sahabat yang mengundang tercengang sebab dia hanya memasak satu ekor kambing kecil. Bagaimana mungkin cukup untuk para sahabat sebanyak itu.
Tapi dengan mukjizat rasulullah Saw tidak kurang dari 80 sahabat yang hadir semuanya makan dengan kenyang dan gulai kambing tersebut seolah tak berkurang. Bagi sahabat nabi Saw ini adalah momen kebahagian yang dapat menghapus kelelahan dalam perjuangan hidup.
Maksud saya, dalam momen-momen tertentu yang membuat bahagia dan gembira silahkan berkreasi dalam membuat acara-acara hiburan, dan itu dibolehkan selama tetap dapat menjaga etika dan tidak ada pelanggaran terhadap ajaran agama. Wallahu A’lam
Natar, 24 Agustus 2020
Penulis : Ustadz Komirudin Imron