كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ ۗ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ ٱلْكِتَٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ ٱلْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Ali ‘Imran, 110)
“Kurang apa coba!, Manusia terbaik”, memang masih ada makhluk yang lebih mulia dibanding manusia? Statemen ” Terbaik” adalah sertifikasi, menjadi modal sepanjang perjalanan hidup, mati dan hidup lagi saat kembali. Modal digunakan sebagai basis pengembangan. Semua kita perlu modal.
Seperti pedangan perlu modal belanja. Dari modal inilah berkembang usaha, sedikit demi sedikit lama lama menjadi bukit. Bahkan banyak peristiwa, sejak modal diputar untuk usaha, keuntungannya menjadi lebih banyak dibandingkan modalnya itu sendiri. Seperti politikus perlu modal sosial untuk maju sebagai wakil rakyat yang amanah, modal sosial bukan uang dan keturunan. Walaupun hal tersebut juga ada, tapi modal kepercayaan memegang amanah adalah intinya.
Modal sebagai khaira ummat (umat terbaik) tidak sekedar digunakan untuk hidup, tapi dimanfaatkan untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah larangan. Bagaimana kebaikan itu untuk menolong orang, menyelamatkan kehidupan dari kerusakan. Kerusakan moral, mental dan kerusakan spiritual. Menyembah kepada dirinya sendiri, terjebak pada kesuksesan diri, memposisikan orang diluar dirinya tak berarti.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di (abad 14 H), “Mereka dianggap umat terbaik, karena mereka menyempurnakan diri mereka dengan iman yang menghendaki untuk melaksanakan segala perintah Allah, dan karena mereka menyempurnakan pula orang lain dengan menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah yang munkar, atau dengan kata lain mengajak manusia kepada Allah, berjihad dan mengerahkan kemampuan untuk mengembalikan mereka dari kesesatan dan kemaksiatan. Ayat ini merupakan dalil keutamaan umat Nabi Muhammad dibanding umat-umat yang lain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: إِنَّكُمْ تُتِمُّوْنَ سَبْعِيْنَ أُمَّةً أَنْتُمْ خَيْرُهَا وَ أَكْرَمُهَا عَلَى اللهِ “Sesungguhnya kalian yang menyempurnakan menjadi tujuh puluh umat. Kalianlah umat yang terbaik dan paling mulia di sisi Allah.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 2301). Dalam ayat ini terdapat seruan halus dari Allah kepada Ahli Kitab untuk mengajak mereka beriman (masuk Islam), namun sayang kebanyakan mereka menolak. Bahkan lebih dari itu, mereka pun memusuhi orang-orang yang beriman dengan berbagai bentuk permusuhan, tetapi semua itu tidaklah membahayakan kaum mukmin selain gangguan kecil saja.
Modal inilah, sebaik baik modal. Dengan modal sebagai umat terbaik, tentu harapanya juga akan menjadi baik dan didayagunakan untuk membina manusia yang ada disekitarnya mau dan bersemangat menjaga, mengembangkan kebaikan.
Para dai beruntung, karena modal sebagai juru dakwah telah dirancang oleh Allah. Demikian juga, seorang dai akan dimudahkan melakukan pembinaan, karena obyeknya juga telah dikaruniakan sebagai umat terbaik juga. Posisi dai lebih memberikan perawatan, penjagaan dan menaikkan posisi ke tingkat yang lebih baik.
Yang jelas, umat terbaik memiliki banyak tujuan!