وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ ۖ وَإِن يَقُولُوا۟ تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ ۖ كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُّسَنَّدَةٌ ۖ يَحْسَبُونَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ ۚ هُمُ ٱلْعَدُوُّ فَٱحْذَرْهُمْ ۚ قَٰتَلَهُمُ ٱللَّهُ ۖ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ
Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)? (QS. al-Munafiqun, 4)
Dari pusat keramaian, suara teriakannya membedah cakrawala. Keras karena tersambung dengan media, pengamat dan diskusi jalanan. Warung kopi jadi tutup lebih malam, para pengunjung keasikan bercengkrama tentang teriakannya itu. Tak perlu teori yang ‘njlimet dan bertele-tele’, sodok kanan sodok kiri. Di ‘blejeti’ dari berbagai perspektif.
Secara bahasa, jika kata benda berasal kata صَيْحَةٍ termasuk dalam jenis kata benda. Adapun yang dimaksud dengan kata benda meliputi kata yang menerangkan tempat, barang, nama, waktu, kondisi serta kata yang menerangkan sifat seperti kesenangan. kata benda ini bentuk dan formatnya tidak dipengaruhi oleh waktu, baik waktu yang lalu, waktu sekarang atau waktu yang akan datang. Dalam bentuk gender perempuan kata صَيْحَةٍ ini digolongkan dalam kata yang bergender perempuan.
Dalam bentuk kata benda abstrak, kata صَيْحَةٍ ini sering kali digunakan untuk menerangkan kata benda abstrak, yaitu kata benda yang tidak berwujud (artinya bendanya ada tetapi tidak dapat dilihat dengan mata atau tidak dapat diraba dengan panca indra manusia) misalnya kata benda yang beralan pe- atau yang berawalan dan akhiran pe – an (pekerjaan dari kata kerja), ke – an (kesenangan dari kata senang) atau bahkan seperti makhluk-makhluk ciptaan Allah yang makhluk tersebut tidak dapat disentuh dengan panca indra.
Ngeri! Teriakan itu memang tak berwujud secara nyata, yang bisa dipegang dan dilihat. Tapi suara itu menjadi nyata, saat korban-korbannnya terkelepar, pingsan dan mati. Bisa dikenali wujudnya, soo! Suara itu nyata, maksudnya korbannya. Semakin menggelegar karena sumber suara dari tanah dan air yang berharga, dari pusat informasi yang tak sembarangan. Berharga dan mahal.
Lalu para jurnalis menulisnya secara berseri, dengan nara sumber yang ahli. Tapi sayang pesona orang yang berteriak sampai sekarang belum terlihat jelas. Jangan-jangan itu suara misteri ‘halu’ kata anak sekarang dan hoax kata berita yang berkembang. Tapi sumber suara teriakan memang menarik, bersumber dari para star nasional. Tinggal di pusat kota yang padat. Apalagi ditengah kesepian berita, suara teriakan itu berarti.
Jadilah teriakan yang belum terungkap itu merambah kemana angin berhembus, memunculkan spikulasi liar, jadi fitnah diawal bulan kemerdekaan negeri ini, Agustusan yang ke 77 jika tidak salah. Saat teringat dengan para pahlawan yang dimainkan dalam film perjuangan. Dulu para pahlawan teriakannya jelas ‘Allahu Akbar’ disambungkan dengan kalam mulia “Hidup mulia atau mati syahid”.
Darah yang mengalir jelas, untuk meraik kemerdekaan diri. Bukan terikan cengeng untuk menimbulkan kegaduhan, atau terikan jiwa oppurtunis yang kalap. Merendahkan dan mematikan jiwa, raga dan kehidupan sosial. Karena teriakan itu bersama senjata laras panjang yang mematikan. Teriakan itu jadi ruwet, karena yang terdengar bukan cuma terikana, tetapi juga jasad yang terkapar.
Teriakan itu kadang berubah menjadi fitnah seperti dalam kisah mulia. “Dan kami tidak menurunkan kepada kaumnya sesudah dia (meninggal) suatu pasukanpun dari langit dan tidak layak Kami menurunkannya. Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan suara saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati”. ( QS Yasin : 28-29 )
Dua ayat ini secara umum membicarakan nasib kaum yang telah mendustakan ajaran rasul mereka dan membunuh seorang lelaki mukmin. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa kaum tersebut adalah penduduk desa Antokiah, sementara lelaki mukmin tersebut bernama Habib an-Najjar. Ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Qatadah dan selainnya. Sebagai akibat perbuatan itu, mereka ditimpa azab berupa suatu teriakan yang seketika membinasakan mereka. Allah SWT tidak hendak mengazab mereka dengan mengirimkan pasukan dari langit, demikian penjelasannya Prof. Wahbah az-Zuhaili.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, terkait ayat diatas beliau memberikan catatan, “Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum, karena kekar dan kuatnya, dan jika mereka berkata, kamu mendengarkan perkataan mereka”. Maksudnya karena kepandaian mereka dalam berbicara, engkau merasa enak mendengar perkataan mereka. Perkataan dan penampilan tubuh mereka membuat kalian kagum. Tapi di balik itu tidak ada akhlak baik dan petunjuk baik sama sekali, karena itu Allah berfirman, “Mereka seakan-akan kayu yang tersandar,” yang tidak ada manfaatnya dan hanya menimbulkan mudarat. “Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka.” Hal itu disebabkan karena sifat pengecut, takut, lemah dan ragunya hati mereka, mereka khawatir rahasia mereka terbongkar. Mereka itu adalah “musuh” yang sebenarnya, karena musuh yang nampak dan bisa dibedakan itu lebih ringan daripada musuh yang tidak dapat dirasakan keberadaannya. Musuh semacam ini adalah penipu dan pembuat makar. Ia mengira sebagai penolong padahal ia adalah musuh yang nyata. “Maka waspadalah terhadap mereka, semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran).” Maksudnya bagaimanakah mereka bisa dipalingkan dari agama Islam setelah bukti-bukti nyata kokoh, setelah tanda-tandanya tegas terhadap kekafiran yang hanya membuahkan kerugian dan kesengsaraan bagi mereka. ( https://tafsirweb.com)
Mana teriakanmu sahabat dakwah, saat kerusakan jiwa menggejala dengan bebas. Jangan asal teriak, apalagi teriakan yang merusak, menfitnah dan merendahkan. Teriakan hanya bikin kaget dan bisa merusak. Kecuali teriakan calon pengantin karena diterima lamarannya, atau dianggap sah ijab qabulnya.
KramatRaya45, 3/8/22
source: Catatan al ustadz al mukarrom Ahmad Misbahul -hafidzohullahu ta’ala-