Dan Nabi Ibrahim ‘Alaihis salaam -Bapak Para Nabi- berdoa agar dijauhkan kesyirikan dari diri dan keturunannya :
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
“Dan (ngatlah ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah diriku beserta anak keturunanku dari menyembah berhala-berhala.” (Ibrahim : 35).
Kisah nabi Ibrahim banyak mengisi deretan ayat ayat dalam alQuran. Susunan redaksi dan isinya sangat indah dan pas bagi para pelanjut dakwah. Sebgaimana Nuh juga demikian. Para nabi dan rasul mengawali dakwahnya dengan doa. Ayat diatas menggambarkan hal tersebut.
Pesan dalam doa sejatinya tidak sekedar menggambarkan tentang harapan dan cita cita, tapi itulah misi paling agung dalam perjalanan kehidupan. Diungkapkan dalam doa, untuk memberikan sentuhan bahwa para dai bekerja melaksanakan dakwah tidak sendirian, mereka menginginkan Allah sebagai pendampingnya. Mengapa? Disadari karena terjal, berliku dan memerlukan masa yang sangat panjang.
Toh, hidayah sebagai hasil dari dakwah, datangnya dari Allah. Sebagaimana banyak pesan ayat kepada Rasulullah, ” sesungguhnya Engkau Nabi tidak dapat membrikan petunjuk kepada orang yang Engkau cintai, tapi Allah lah yang membrikan petunjuk”.
Doa adalah senjata, dimulai saat persiapan, mau jalan, masuk kampung, memulai acara, saat acara, habis acara, malam saat gelap dan siang saat terang. Doa juga akan membrikan satu porsi pemahaman, bahwa sang dai hanya bisa merencanakan, menjalankan. Tapi Allahlah sejatinya penentunya.
Berdoalah saat ini dan nanti, agar dakwah menemukan hasil