Da’wah merupakan aktivitas seruan atau ajakan untuk menuju jalan Allah, kewajibannya berlaku sejak zaman para Nabi dan Rasul hingga hari qiamat kelak. Dengan beragam tantangan yang dialami setiap zaman, da’wah tetap wajib dijalankan sesuai dengan kemampuannya.
Tidak ada yang sia-sia dari suatu amal da’wah, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah proses menuju keberhasilannya. Karena memang, da’wah tidak mempertanyakan sebuah hasil, melainkan mempertanyakan proses menuju hasil. Dengan berbagai tingkatan populasi ummat, baik ummat ijaabah atau ummat da’wah, keduanya membutuhkan perhatian yang adil/ seimbang.
Ummat ijaabah, adalah mereka yang telah menerima kebebaran Islam, namun membutuhkan “pengawalan” agar ‘aqiedah, ‘ibadah dan mu’amalah mereka tetap terjaga, maka yang harus dilakukan adalah pembinaan ilmu dan amal (tarbiyah) serta pembersihan jiwa dari berbagai anasir buruk yang merusak ketauhidan (tashfiyah, tazkiyah). Sedangkan ummat da’wah, adalah mereka yang belum menerima kebenaran Islam dan sangat membutuhkan informasi maa huwal Islaam, apa itu Islam?, apa saja keelokkan dan keaguangan Islam? (mahaasinul Islam).
Karena itu, da’wah menjadi kewajiban yang menyeluruh bagi seluruh manusia muslim dan muslimah yang memiliki kesadaran dan fithrah sebagai makhluq yang mencintai hidup bermasyarakat (al-insaanu madaniyyun bit thab’i, social being). Ada banyak ayat dan hadits Nabi yang mengisyaratkan akan hal ini, yang menunjukkan betapa luasnya kawasan da’wah dan wajib da’wah. Maka, semua orang bisa mengambil perannya masing-masing sesuai dengan kemampuannya. Inilah yang disebut dengan da’wah dalam makna luas yang menyebabkan hukumnya menjadi fardhu ‘ain. Adapun dalam maknanya yang khusus, da’wah membutuhkan “orang-orang khusus” dan “kelompok khusus” pula sesuai kriteria Allah ‘azza wa jalla dan rasulNya.
Kelompok fardhu ‘ain, berpijak pada QS. Alu ‘Imraan/3 : 110 yang diawali dengan kalimat “Kuntum khaira ummatin; … Kalian sebaik-baiknya ummat”. Sedangkan kelompok fardhu kifaayah, berpijak pada QS. Alu ‘Imraan/3 : 104 yang diawali dengan kalimat “Wal takun minkum ummaatun; … Hendaklah ada sekelompok ummat di antara kamu”. Yang pertama menunjukkan akan keumumannya, siapa pun terpikul memiliki kewajiban berda’wah (seperti halnya dalam urusan-urusan yang bisa terjangkau di mana semua orang bisa melakukannya) dan yang kedua menunjukkan hanya sebahagian dari ummat saja yang terpikul padanya kewajiban berda’wah (di mana tidak semua orang bisa melakukannya). Namun keduanya, di sisi Allah dihargai sebagai “sebaik-baiknya ucapan/seruan” (ahsanu qaulan) sebagaimana ditunjukkan QS. Fusshilat/41 : 33 dan pelakunya berhak mendapatkan ganjaran berlipat laksana “unta merah” (humurun ni’am), sebagai sebutan bangsa Arab untuk harta pemberian yang paling berharga.
Banyak urusan dalam kehidupan ini yang membutuhkan pengawalan secara seksama; mulai dari urusan sosial, pendidikan, politik, ekonomi dan lain-lain. Dengan “seabreg” masalah yang ada di dalamnya, diharapkan banyak pula orang teribat dalam menyelesaikannya. Terlebih dalam misi al-amru bil ma’ruuf wan nahyu ‘anil munkar. Semakin banyak permasalahan, seyogyanya semakin banyak solusi yang ditemukan. Semakin bertambahnya kemungkaran, hendaknya semakin banyak pula barisan yang menegakkan al-amru bil ma’ruuf wan nahyu ‘anil munkar-nya itu. Aktivitas semacam ini, Allaahu yarhamh Mohammad Natsir (penulis buku legendaris Fiqhud Da’wah) menyebutnya dengan “Da’wah Ilallaah”.
Terkait dengan pembatasan, perampingan atau apa pun namanya, yang menyebabkan ruang dan gerak da’wah semakin menjadi sempit dan terciderai, justeru akan menjadi masalah baru. Alih-alih jalan keluar yang didapat, malah sebaliknya akan menuai petaka yang lebih mafsadat. Kalaulah ada kemadharatan yang dilihat, sudah tentu tidak mengantisipasinya dengan kemadharatan yang lebih madharat. Da’wah merupakan karunia dari Allah dan kewajiban yang mesti ditegakkan oleh ummat manusia; membatasinya berarti menghambat ruang geraknya, menodainya berarti melanggar Kewajiban Asasi Manusia (KAM) itu sendiri.
Semoga semangat “Risalah merintis, da’wah melanjutkan” tetap terhunjam kuat di dalam dada, bergelora di dalam jiwa setiap hamba-hamba para pengemban da’wahNya. Aamiin … Wallaahul musta’aan
Oleh : Ust. HT. Romly Qomaruddin, MA