إِنَّ ٱللَّهَ ٱصْطَفَىٰٓ ءَادَمَ وَنُوحًا وَءَالَ إِبْرَٰهِيمَ وَءَالَ عِمْرَٰنَ عَلَى ٱلْعَٰلَمِينَ
Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing), (QS. Ali ‘Imran, 33)
Kita bisa memilih, namun sangat terbatas. Bisa benar, dan malah banyak salahnya. Apalagi saat manusia memilih, mereka dibatasi oleh umur dan masa kehidupannya. Pilihan manusia perlu pertolongan orang lain dan istikhoroh untuk membantu meyakinkanya.
Lebih sulit lagi memilih pimpinan yang akan membantu kita menemukan kebenaran. Masalah dan kurangnya kemampuan manusia mempengaruhi proses dan putusan yang akan dibuat. Ayat dan kisah yang terkait dengan pribadi pribadi yang dipilih Allah bisa membantu kita, bagaimana menemukan orang orang pilihan itu.
Mereka tidak dipilih oleh manusia, tapi disiapkan dan dipilih Allah. Manusia pilihan dikirim sebagai prototype bagi makhluk lainnya yang telah dibekali dengan khoira ummah, sebaik baik umat. Akal, hati dan jasad terpadu mengikuti suruhanNya.
Nabiyullah Adam, Nuh, Keluarga Ibrahim dan juga Keluarga Imran, menjadi jendela yang menyinari. Laksana kunci pembuka bagi umat ini , bagaimana pemimpin itu bercita-cita, menyiapkan diri dengan latihan dan taqarrub, membangun keluarga. Bahkan, mereka diseleksi langsung oleh Allah, siap yang akan bersama dan siapa yang gugur ditengah jalan.
Mereka dilebihkan, diberikan kemampuan diatas rata rata manusia pada umumnya. Baik saat menghadapi kaumnya, ataupuan keluarganya. Bahkan, tanah tempat berpijak, air tempat berlayar, gunung tempat mendaki, harta sebagai sarana pembiayaan dan nyawa sebagai taruhan perjuangan, diletakkan dihadapanya menjadi ujian ketaatan.
Maka berbahagialah, jika kita sedang melakulan aktivitas sebagaimana memeka, mewujudkan ketaatan dan mendakwahkan agama ini sekuat tenaga. Seperti Nuh yang memanfaatkan umurnya yang sangat panjang untuk mengabdi dalam dakwah. Taruhlan, sepertiga saja kita melihatnya, berarti 600 tahun bertekun dalam usaha transformasi sosial. Memgingatkan manusia tentang keberadaan Allah sebagai pusat “gravitasi”. Bukan akal dan intuisi sebagaimana konsep para filosof ateis.
Atau seperti Rasul Ibrahim, yang telah mengenalkan konsep dialetika kritis dalam menyadarkan manusia. Menyadarkan keluarga inti dan usrah besarnya. Bahkan menyiapkan kepemimpinanya dengan cara pelibatan langsung anggota keluarganya, anak anak dan istrinya dalm meewujudkan “Buldah Aminah”. Negara penuh keamanan bagi para penghuninya, karena amat dekatnya dengan Allah dan nilai nilai yang diajarkannya.
Demikian juga keluarga Imran yang sangat legendaris, suami istri yang tidak bosan bosan meminta kepada Allah walaupun dalam umur yang sudah monopause secara scienctific. Kuasa Allah merontokkan konsepsi yang dibangun manusia dengan akal pikiranya.
Sebagaimana orang orang pilihan diatas, mintalah kepadaNya, jika kepimimpinan itu ada pada diri kita. Sekecil apapun kepemimpinan itu, pastilah sangat memerlukan keterlibatan Allah, walaupun hanya sekejap mata. Sampai ada yang mengatakan, “pemimpin itu adalah wakil Allah dimuka bumi ini”. Ungkapan penuh wisdem ilahiyah, bagi kita para pemimpin diri sendiri, keluarga, masyarakat, lembaga sosial dan lembaga negara.
Pemimpin sejati adalah saat mencurahkan seluruh daya dan upayanya semakin dekat dengan Allah dan kehidupan akhirat, bukan sebaliknya