{كَذَلِكَ نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ مَا قَد سَبَقَ وَقَدْ آتَيْنَاكَ مِنْ لَدُنَّا ذِكْرًا (99) مَنْ أَعْرَضَ عَنْهُ فَإِنَّهُ يَحْمِلُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وِزْرًا (100) خَالِدِينَ فِيهِ وَسَاءَ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حِمْلا (101) }
Demikianlah Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat yang telah lalu, dan sesungguhnya telah Kami berikan kepadamu dari sisi Kami suatu peringatan (Al-Qur’an). Barang siapa berpaling dari Al-Qur’an, maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat, mereka kelak di dalam keadaan itu. Dan amat buruklah dosa itu sebagai beban bagi mereka di hari kiamat. (QS. Thoha, 99-101)
Sengaja dalam satu rihlah dakwiyah, saya mampir ke satu pesantren bersejarah di Takeran Magetan, Jatim. Dalam catatan sejarah perjuangan umat, Pesantren Sabili Muttaqien menjadi kisah tragis tentang keganasan komunis diabad modern. Para kiyai dan guru dari pesantren itu, serta aktifis dakwah disiksa dan dibunuh, dengan pesta “genjer-genjer” sebagai latarnya. Semoga mereka diberikan ampunan dari Allah swt, atas dedikasinya dalam dakwah.
Juru dakwah, memang tidak hanya kesulitan saat mengelola keluarga dan dirinya, tapi juga seringkali mendapat tantangan yang mengancam jiwanya. Persekusi dan ancaman tersebut bukan karena kesalahanya, tapi justru ssbaliknya. Perilaku baiknya, mengajak setiap orang untuk ingat Allah, konsekwen menjalankan perintahnya-lah yang justru diributkan.
Aneh, tapi nyata! Setiap orang dituntut menjadi orang baik. Eeeee, saat kebaikan itu terwujud, malah masyarakat yang sudah mencari kebaikan dan juru dakwah yang telah bersusah payah mendidiknya, justru di curigai dan dintimidasi. La kok bisa? Begitulah ceritanya, karena orang baik dianggap akan menjadi penghalang orang-orang jahat melakukan aksinya. Kisah-kisah seperti, juga pernah terjadi sebagaimana dalam ayat diatas.
Rasulullah dan umatnya, memang telah diberikan kabar tentang suatu periode dakwah yang sangat berat. Hal itu terjadi saat Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, bahwa telah Kami ceritakan kepadamu kisah Musa dan semua apa yang terjadi pada dirinya dalam menghadapi Fir’aun dan bala tentaranya, yaitu dengan kisah yang jelas dan sesuai dengan kejadiannya. Begitu pula telah Kami ceritakan kepadamu kisah-kisah masa lalu lainnya sesuai dengan kejadiannya tanpa ada penambahan atau pengurangan, dan ini:
{وَقَدْ آتَيْنَاكَ مِنْ لَدُنَّا} أَيْ: عِنْدِنَا {ذِكْرًا}
sesungguhnya telah Kami berikan kepadamu dari sisi Kami suatu peringatan. (Thaha: 99)
Juru dakwah hendaknya memiliki kesadaran, bahwa apa yang dilakukan dalam ikut serta membina umat, tidaklah seindah yang diinginkan. Ternyata, sebagaimana kisah dan juga pengalaman lapangan, usaha perbaikan umat tidak selalu jalan mulus. Ada ancaman dan rintangan. Apakah harus mundur? Rasanya tidak, kecuali mundur untuk atur strategi kembali, dan kembali lagi setelah dirasa cukup dan mampu.
Musa dan Firaun, kisah nyata yang diabadikan dalam wahyu. Tidak sekedar itu, kisah yang berfungsi sebagai peringatan. Akan terulang, dan terus terulang. Yang satu berada dalam posisi juru dakwah yang terdholimi karena usahnya membina warga, dan yang satunya punya kuasa untuk menindas. Padahal, kekuasaan diberikan sebagai sarana mendidik warga. Trus, apa masalahnya? Ya, ini taqdir dari Allah, cari hikmahnya dalam peristiwa yang telah dan selalu terjadi.
Kisah yang menyakitkan, tentu tetap ada hikmahnya. Hikmahntentang taqdir, dan juga hikmah bagaimana menyiapkan kader dakwah dengan daya ilmu yang tinggi dan juga mental yang penuh kesabaran. Kisah seperti Musa dan Firaun hadir diberbagai belahan dunia. Menyedihkan dan menyakitkan, tapi tetap sang dai dalam kesabaran dan terukur.
Trus apakah kisah Musa dan Firaun akan terulang, yang jelas peritiwa Takeran, dimana kaum komunis melakukan pembunuhan kepada banyak dai begitu nyata dihadapan kita. Kisahnya juga ditulis dan diperingati sebagai bahan renungan. Apakah yang seperti ini masih akan terjadi dalam kurun waktu yang akan datang? Lihat saja tanda indikatornya.