Jurus Merangkul Lawan
By. Ahmad Sarwat, Lc.MA
Salah satu faktor yang selalu bikin saya kagum pada seorang tokoh adalah kemampuannya sabar dengan fitnah lawan, bahkan berhasil merangkul lawan jadi teman dan pendukung.
Dan berdiri pada baris pertama tentu saja adalah Rasulullah SAW. Bayangkan, Umar itu bukan sekedar hater, tapi pembunuh berdarah dingin dengan pedang terhunus. Kepala Nabi SAW adalah targetnya.
Darah muda Umar membuatnya tidak merasa perlu minta pertimbangan kepada para sesepuh Quraisy, pokoknya niatnya cuma satu, sabet kepala Nabi SAW pakai pedang. Habis perkara.
Dan tidak perlu menunggu lama, apalagi diskusi panjang ataupun nasehat kanan kiri, Umar keluar rumah sambil bawa pedang terhunus.
Jadi tipe Umar ini bukan sekedar hater, tapi sekaligus eksekutor. Tidak banyak wacana. Langsung hajar.
Namun apa yang terjadi?
Hanya selang beberapa saat, keadaan berbalik dan tiba-tiba Umar sudah baca syahadat. Sejak itu Umar jadi pendukung Nabi SAW nomor Wahid.
Khalid bin Walid juga sama. Awalnya dia ini hater paling depan. Dialah panglima perang yang bertanggung-jawab atas gugurnya para syuhada Uhurd, salah satunya Hamzah Paman Nabi SAW.
Tapi ujung-ujungnya Khalid baca syahadat masuk Islam dan jadi pedang Allah yang terhunus.
Abu Sufyan itu pemimpin orang-orang kafir. Boleh dibilang dialah otaknya musyrikin Mekkah. Hampir dalam semua perang Nabi SAW, posisi sebagai dalang pihak lawan.
Tapi malam menjelang Fathu Mekkah, Abu Sufyan baca syahadat menyatakan keislamannya.
Tipe pemimpin model Nabi SAW ini agak jarang kita temukan. Mentalnya baja murni. Tidak ada karat-karatnya.
Dimusuhi, dicaci, dibejek-bejek kayak bintang, tapi sama sekali tiada dendam, tiada baper, tidak sedikit-sedikit prihatin lantas bikin puisi. Tidak suka curhat dan tidak mudah curcol.
Tidak pernah balas memaki musuhnya. Tidak juga pernah marah-marah kepada mereka. Dan tidak pernah keluar dari lisan mulianya sumpah serapah, apalagi menghina.
Malaikat saja geregetan ingin bantu musnahkan musuh-musuh tak tahu diri itu. Kalau perlu gunung pun ditebalikin. Kayak gitu kan gampang banget buat Malaikat.
Tapi hati seorang Muhammad SAW terlalu mulia. Dengan halus tawaran menarik malaikat pun ditolaknya.
Di bagian ending, Beliau SAW menyaksikan semua mantan musuh bebuyutannya yang selama ini kenyang membuli, memusuhi dan memerangi, akhirnya semua duduk bersimpuh dan bertekuk lutut.
Wa ra’aitan naasa yadkhuluna fi dinillahi afwaja