فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran, 159)
Perbedaan itu biasa, lumrah dan manusiawi. Kreativitas lahir karena manusia punya potensi yang berbeda. Tidak asyik jadinya, jika pikiran sama terus, perubahan akan macet.
Para tokoh ummat banyak yang berbeda. Tapi ingat! Mereka berbeda hanya dalam karya tulisan, bukan dalam pergaulan Sehari-hari. Berbeda itu stimulus lahirnya ilmu baru, pengetahuan baru.
Tapi bagi manusia yang tak cukup ilmu hikmah, berbeda itu selalu dikesankan dan disimpulkan sebuah konflik. Ini ilmu baru bagi kita, terutama para dai, juru dakwah dan pelaku perubahan.
Ustadz Adian Husaini sering mengingatkan para pengurus dan dai agar senantiasa memiliki kondisi sifat sifat mulia. Semangat itu berupa “bener, pinter, seger, kober dan sober”.
Bener, namanya juga pemimpin harus bener pikirannya, tindak-tanduknya dan ucapannya. Mengapa? Dai itu pemimpin umat. Tentu bahaya kalo dai tidak benar, umat akan bermasalah.
Dai atau pengelola dakwah harus pinter, karena harus mikirin masalah ummat. Tantangan dakwah itu rumit, ruwet dan selalu memerlukan ketekunan tingkat tinggi bagaimana mencarikan jalan keluar.
Lapangan dakwah yang luas, juga kondisi lingkungan yang tidak mudah maka diperlukan pengelola dakwah yang seger, sehat raga dan jiwa. Perlu kesehatan yang prima, karena cakupan wilayah yang luas.
Kober, harus banyak meluangkan waktu. Perlu disisihkan banyak waktu dan kesempatan. Perlu mudah mengelola waktu semaksimal mungkin. Gampang dihubungi, diajak musyawarah dan ‘entengan’ mendengar keluh kesah dan rintihan lapangan.
Sober atau sabar. Perlu hati yang lapang, tahan emosi dan dingin pikirannya. Konflik itu yuwaswisu setan, godaan setan. Perlu dikelola hawa nafsu yang suka menyusup ke pangkalan data hati.
Jangan lama-lama memendam konflik. Jangan biarkan hati rusak karenanya. Juga rusak hubungan antar saudara, sebangsa dan juga seiman. Konflik harus berhenti sebelum mati, bahkan sejak awal agar para pengganti tidak kebebanan masalah yang krusial.
Konflik bisa berubah menjadi kreativitas. Beneran? Ya, perlu disudahi, berhenti dan berpindah. Jika tak berhenti, kasihan akan membebani mental para penerus. Apalagi jika usia sudah tak muda lagi. Konflik sampai tua? Ora pantes!
Simpang Lima, 4/2/23
Sumber : Catatan Ust. Ahmad Misbahul Anam