إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا } [التوبة٤٠).
“Ketika itu dia berkata kepada sahabatnya, ‘Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS At Taubah: 40)
Kawatir itu manusiawi, biasa dalam kehidupan. Katera hidup ini teramat rahasia untuk dilihatnya. Sepertinya waktu siang, tapi banyak yang masih dirahasiakan. Kayaknya malam, tapi malah bisa ditembus dengan pengetahuan.
Makanya Allah mengirim agama, nabi dan kitab suci. Tujuannya agar alam ghoib yang tersembubyi bisa dijelaskan. Agar hati punya kemantapan dan keyakinan. Agar pikiran tidak terombang ambing dalam keraguan. Pesan Rasul, “tinggalkan yang meragukan, ambil yang meyakinkan”.
Sifat akal suka meragukan sesuatu. Karena ia hanya memikirkan yang kelihatan. Padahal ada yang menguasai rahasia, ada cara untuk menggapainya. Wahyu membimbing kita, bahwa ada alam rahasia atau ghoib yang lebih
hebat
dibandingkan alam nyata.
Para dai mengajarkan hal itu melalui konsep tauhid kepada umat, “Tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah”. Allah-lah yang ghoib, pengatur alam dan tujuan manusia beribadah. Dzat yang mengelola hati dan akal. Menyelesaikan keraguan atas keterbatasan manusi. Bagaimana kita diajak memahami peristiwa pada kehidupan Rasul, saat bersama sahabatnya dalam peristiwa Hijrah.
Peristiwa ini terjadi di gua Tsur, ketika Rasulullaah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dan sahabat beliau Abu Bakr tengah bersembunyi. Pada waktu Rasulullaah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam berkata kepada sahabatnya tersebut, tatkala mereka berdua berada di dalam gua,
إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا } [التوبة٤٠).
“Ketika itu dia (Muhammad) berkata kepada sahabatnya (Abu Bakar), ‘Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS At Taubah: 40)
Dan perkataan itu beliau ucapkan ketika orang-orang musyrik datang untuk mencari mereka berdua dan kala itu orang-orang musyrik tersebut berdiri di atas gua, maka berkatalah Abu Bakr karena mengkhawatirkan keselamatan Rasulullaah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, “Wahai Rasulullaah, seandainya salah satu dari mereka melihat ke kakinya, niscaya ia akan melihat kita.” Rasulullaah menenangkan, “Wahai Abu Bakr, apa menurutmu jika ada dua orang, sementara Allah yang ketiganya?”.
Ketika itu, Allah memalingkan pandangan kaum musyrikin, sehingga mereka tidak melihat Rasulullaah Shalallaahu ‘alaihi wa Sallam dan Abu Bakr, padahal mereka berdiri sangat dekat dengannya di atas gua. Ini termasuk kekuasaan Allah.
Jangan bersedih, buku yang ditulis Syeikh al-Qarni yang sangat melegenda, bahan bacaan dikala duka. Obat hati disaat meriang, gindah gulana, diterpa angin kehidupan yang tercela. Saat bangkit dari jeratan hati yang duka. Ayo melanglah, jangan berhenti disaat duka. Langkahkan kaki seperti pesan Ilahi فاذ فرغت فانصب
إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا } [التوبة٤٠).
“Ketika itu dia berkata kepada sahabatnya, ‘Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS At Taubah: 40)
Kawatir itu manusiawi, biasa dalam kehidupan. Katera hidup ini teramat rahasia untuk dilihatnya. Sepertinya waktu siang, tapi banyak yang masih dirahasiakan. Kayaknya malam, tapi malah bisa ditembus dengan pengetahuan.
Makanya Allah mengirim agama, nabi dan kitab suci. Tujuannya agar alam ghoib yang tersembubyi bisa dijelaskan. Agar hati punya kemantapan dan keyakinan. Agar pikiran tidak terombang ambing dalam keraguan. Pesan Rasul, “tinggalkan yang meragukan, ambil yang meyakinkan”.
Sifat akal suka meragukan sesuatu. Karena ia hanya memikirkan yang kelihatan. Padahal ada yang menguasai rahasia, ada cara untuk menggapainya. Wahyu membimbing kita, bahwa ada alam rahasia atau ghoib yang lebih
hebat
dibandingkan alam nyata.
Para dai mengajarkan hal itu melalui konsep tauhid kepada umat, “Tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah”. Allah-lah yang ghoib, pengatur alam dan tujuan manusia beribadah. Dzat yang mengelola hati dan akal. Menyelesaikan keraguan atas keterbatasan manusi. Bagaimana kita diajak memahami peristiwa pada kehidupan Rasul, saat bersama sahabatnya dalam peristiwa Hijrah.
Peristiwa ini terjadi di gua Tsur, ketika Rasulullaah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dan sahabat beliau Abu Bakr tengah bersembunyi. Pada waktu Rasulullaah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam berkata kepada sahabatnya tersebut, tatkala mereka berdua berada di dalam gua,
إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا } [التوبة٤٠).
“Ketika itu dia (Muhammad) berkata kepada sahabatnya (Abu Bakar), ‘Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS At Taubah: 40)
Dan perkataan itu beliau ucapkan ketika orang-orang musyrik datang untuk mencari mereka berdua dan kala itu orang-orang musyrik tersebut berdiri di atas gua, maka berkatalah Abu Bakr karena mengkhawatirkan keselamatan Rasulullaah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, “Wahai Rasulullaah, seandainya salah satu dari mereka melihat ke kakinya, niscaya ia akan melihat kita.” Rasulullaah menenangkan, “Wahai Abu Bakr, apa menurutmu jika ada dua orang, sementara Allah yang ketiganya?”.
Ketika itu, Allah memalingkan pandangan kaum musyrikin, sehingga mereka tidak melihat Rasulullaah Shalallaahu ‘alaihi wa Sallam dan Abu Bakr, padahal mereka berdiri sangat dekat dengannya di atas gua. Ini termasuk kekuasaan Allah.
Jangan bersedih, buku yang ditulis Syeikh al-Qarni yang sangat melegenda, bahan bacaan dikala duka. Obat hati disaat meriang, gindah gulana, diterpa angin kehidupan yang tercela. Saat bangkit dari jeratan hati yang duka. Ayo melanglah, jangan berhenti disaat duka. Langkahkan kaki seperti pesan Ilahi فاذ فرغت فانصب