وَٱجۡعَل لِّی وَزِیرࣰا مِّنۡ أَهۡلِی (٢٩) هَـٰرُونَ أَخِی (٣٠) ٱشۡدُدۡ بِهِۦۤ أَزۡرِی (٣١) وَأَشۡرِكۡهُ فِیۤ أَمۡرِی (٣٢) كَیۡ نُسَبِّحَكَ كَثِیرࣰا (٣٣) وَنَذۡكُرَكَ كَثِیرًا (٣٤) إِنَّكَ كُنتَ بِنَا بَصِیرࣰا (٣٥)
“…dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (29) yaitu Harun, saudaraku, (30) teguhkanlah kekuatanku dengan (adanya) dia, (31) dan jadikanlah dia teman dalam urusanku, (32) agar kami banyak bertasbih kepada-Mu, (33) dan banyak mengingat-Mu, (34) sesungguhnya Engkau Maha Melihat (keadaan) kami. (35)” [Q.S. Taha (20): 29-35]
Manusia ini katanya tak bisa hidup sendirian, dan begitulah kenyataannya. Mereka memerlukan kawan untuk bediskusi, mendengar atau menyampaikan gagasan dan juga menerima dan menyalurkan kebaikan kebaikannya. Allah ciptakan makhluk selalu berpasangan. Makhluk sosial, istilah yang biasa disematkan.
Dalam dakwah, kawan seiring adalah suatu keniscayaan yang tak mungkin dinafikan. Para nabi selalu ditemani oleh hawariyyun, sahabat, santri dan istilah lain yang semakna. Tujuanya, agar dakwah ini lebih ringan untuk dijalankan. Sementara diri pribadi banyak kekurangan untuk merespon berbagai tuntutan lapangan.
Nabi Musa, juag demikian. Meminta kepada Allah kawan untuk membersamainya dalam dakwah, Nabi Harun namanya. Beliau, bagi Musa adalah penerjemah dan eksekutor lapangan yang handal katena kemampuan dialognya. Mampu membahasakan ide Musa ketengah tengah maayarakat. Dalam kontek hari ini biasa disebut ddengan JUBIR, juru bicara.
Dalam lapangan dan penerjemahan yang lebih luas, kawan disini bisa dimaknai adalah seluruh yang terlibat dalam dalam dakwah adalah penerjemah, dimana kepemimpinan dakwah dibangun. Kadang sang pemimpin sangat terbatas diksi dan kesempatannya untuk menjelaakan dengan kata kata. Maka, tim dakwah bisa lebih mengkongkritkannya dalam bentuk aksi aksi lapangan yang lebih nyata.
Pasangan hidup dai, adalah kawan berdakwah. Banyak juga fenomena, masyarakat terbantu dengan adanya istri dari seorang dai sebagai tempat curhatnya. Apalagi jamaah wanita tentunakan merasa segan bertanya langsung kepada dai, pastilah istri akan menjadi pintu untuk mengajukan pertanyaan, demikian juga jawaban. Berbajagialah kalo begitu bagi para istri, Anda menjadi bagian dari tugaa dakwah ini. Jangan sampai malah menjadi penghambat, karena kekhawatiran yang berlebihan kepada jamaah.
Lepas dari berbagai hal tersebut, jelas bahwa seorang juru dakwah tak mungkin mereka berjalan sendirian. Dia harus beramal jamaai dengan tim dakwah. Ummat perlu penjelasan yang menyeluruh, sementara dai memiliki keterbatasn ilmu. Siapkan asisten asisten yang akan membantu menjelaskannya ditengah masyarakat, sementara sang dai menyiapkan konsep dan strateginya.
Yang jelas, jika kita seorang dai, jangan sendirian dalam dakwah, dalam artian menggerakkan dakwah. Perlu kawan berdiskusi, berdialog, memberikan pertimbangan, saling menguatkan dan tentu memberikan uswah hasanah kepada jamaah. Bahwa dakwah tak boleh sendirin!