يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَجِيبُوا۟ لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ ٱلْمَرْءِ وَقَلْبِهِۦ وَأَنَّهُۥٓ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan. (Qs. Al-Anfal Ayat 24)
Begitulah judul dan ayat yang disampaikan Kiyai MNatsir dalam kitab Fiqh Dakwah-nya. Mengingatkan khususnya kepada para duat, yang sedang menekuni pembinaan di masyarakat agar senantiasa semangat menjalani perintah Rasul. Dimana Rasul sendiri telah mencontohkan bagaimana dakwah yang paling baik.
Dengan kesungguhan, ketekunan, kesabaran, keberanian, keteguhan sikap dan tentu pengharapan dari Allah swt sebagai pemberi hidayah. Dimana dai hanya menyampaikan dengan berbagai cara, dai bukan satu satunya faktor dakwah sehingga dianggap selesai. Dai hanyalah satu diantara rukun dakwah (da’i, mad’u, pesan, cara, dan hasilnya). Namun dai dapat memerankan dirinya dalam posisi yang memungkin diantara rukun tersebut.
Dalam lapangan, uswah hasanah, contoh yang baik bisa dimainkan oleh dai sebagai peran konten (pesan) dakwah, dimana mad’u meniru tingkah polah dai. Hal ini bisa dianalogikan dengan perintah Nabi, “Sholatlah kalian sebagaimana Aku shalat”. Dalam lapangan yang baik baik, masyarakat memanfaatkan momentum belajar saat sang dai mempraktekkan nilai nilai Islam. Apalagi jika merujuk pada training dalam pendidikan dimana 70% orang belajar melalui melihat.
Jadi, seorang dai dengan demikian dituntut untuk terus dalam kondisi yang baik dalam kehidupannya, terutama terkait dengan nilai nilai kemuliaan dalam Islam. Dan kondisi ini akan memudahkan tuntutan dakwah. Masyarakat akan ikut serta melaksanakan perintah dengan senang hati dan ringan, karena apa yamg dilakukannya itu pula yang dipraktekkan oleh sang dai panutannya.
Dalam pembinaan masyarakat, ada pondasi yang harus ditegakkan sebagai ciri dari dakawah Islam itu sendiri yaitu : tauhid dan ibadah. Tauhidnya musti benar dan dipraktekkan, demikian juga dengan ibadahnya. Kekuatan tauhid akan mendorong masyrakat lebih mudah kelanjutan pembinaan, karena perbaikan diri didorong oleh kesatuan keyakinan, bukan karena ta’asub kepada guru, golongan dan kebangsaan. Tauhid memerdekakan manusia dari penjajahan dirinya dan orang lain. Sementara kemerdekaan adalah satu konsep yang sedang dirindukan dan di perjuangkan oleh setiap orang.
Ringannya ibadah, tergantung pada akidah yang kuat. Dua konten dakwah yang akan bisa dilakukan manakala seseorang berusaha kembali kepada Allah dan Rasul-Nya. Para dai memerlukan kondisi dimana tauhid dijadikan pondasi dan ibadah sebagai bata bata yang disusunya sehingga kuat dan bermanfaat.
Ditengah banyaknya anasir-anasir kesesatan dalam ibadah yang ditawarkan, kembali kepada seruan Allah dan RasulNya adalah bentuk dari pemncarian jaminan kebenaran atas berbagai perilaku.
Yo! Kembali kepada panggilan Allah dan RasulNya, semoga memudahkan dakwah ditengah masyarakat.