Beberapa hari lalu saya menemui anak Doktor Zain An Najah di suatu tempat. Anak ini menangis. Saya tanya kenapa menangis, “Saya takut bapak saya seperti Siyono. Ditangkap polisi kemudian meninggal.”
Saya kaget. Dalam batin saya, pintar anak ini ingatannya tajam. Kemudian saya katakan, “Jangan takut insyaallah bapak kamu nggak apa-apa. Polisi nggak akan berani macam-macam. Banyak yang mengawasi, ustaz-ustaz, masyarakat, media dan lain-lain. Saya kenal bapakmu kok. Ia orang baik. Para pahlawan itu banyak yang dipenjara. Bapakmu hebat. Pak Natsir, Buya Hamka dan lain-lain itu pernah dipenjara. Jangan minder, justru kamu harus bangga. Jadi tetaplah belajar yang rajin. Bapak kamu ingin lihat kamu rajin dan terus semangat belajar.”
Saya memang tidak mengenal akrab Dr. Zain An Najah. Tapi saya pernah satu grup di WA dengannya dan puluhan ustaz lainnya. Hampir akhir di grup WA itu saya ingat Dr. Zain membagi tulisan di detik.com tentang Nasaruddin Umar yang meraih rekor MURI sebagai penulis kolom terbanyak. Ia menulis, “Dalam 5 tahun menulis 6000 artikel secara konsisten. Setiap hari menulis 12 halaman, dari jam 2-6 pagi.” Ia kemudian menyemangati para dai di grup itu agar menulis.
Saya ketemu Dr. Zain beberapa kali dan saya lihat, selain orangnya cerdas juga ramah. Sehingga dia mengajar di banyak tempat. Di kantor-kantor, perumahan, masjid dan lain-lain.
Saya pernah diberi buku “Membangun Negara dengan Tauhid”. Buku ini saya lihat bagus isinya. Penuh dengan ayat Al-Qur’an, Hadits dan pendapat para ulama.
Apakah dengan buku ini Dr. Zain ingin seperti Kartosuwiryo mendirikan Darul Islam di Indonesia? Tidak. Dr. Zain setahu saya mengidolakan Partai Masyumi. Ia ingin memperjuangkan Islam menjadi nilai bangsa ini dengan cara konstitusional (dengan dakwah dan parlementer).
Dr. Zain juga kritis kepada ulama lain yang pendapatnya menyimpang. Doktor lulusan Universitas Al Azhar, Kairo ini berani menerbitkan buku mengkritik pendapat Dr Quraisy Syihab tentang jilbab. Ia menyatakan bahwa jilbab hukumnya wajib, bukan mubah/sunnah seperti pendapat Quraisy Syihab. Ia menguraikan dengan bagus dalil-dalil Al-Qur’an, Hadits dan pendapat para ulama Islam yang terkemuka (muktabar).
Bagaimana dengan Ustaz Farid Okbah? Ia memang seorang dai dengan orasi yang bagus. Saya juga satu grup WA dengannya dan puluhan dai lainnya.
Saya beberapa kali berbincang dengannya. Orangnya ramah dan tidak suka menghina orang. Pernah suatu kali ia memprotes tulisan saya “Mengapa Partai Islam Mudah Pecah?” Saya dianggap outsider oleh dia. Saya katakan bahwa saya telah berbincang lama dengan KH Kholil Ridwan tentang Partai Dakwah Rakyat Indonesia, jadi saya tahu sejarahnya. Kemudian ia menjelaskan perpecahan yang terjadi pada awal pembentukan partai itu. PDRI memang ingin menjadi Partai Islam Masyumi yang dalam sejarahnya disegani oleh kawan atau lawan. Kiai Kholil Ridwan adalah salah satu tokoh penggagasnya. Kiai Kholil adalah pengagum Mohammad Natsir, tokoh Masyumi.
Dalam perbincangan di WA itu, Ustaz Farid kemudian menawari saya sesuatu. Tapi saya mendiamkannya (off the record). Saya tidak cerita kepada Farid bahwa tulisan saya mendapat pujian dari seorang profesor.
Memang saya tahu Ustaz Farid ini dikenal anti Syiah. Ia punya pengalaman buruk dengan orang-orang Syiah di Indonesia, sehingga ini terbawa dalam gaya dakwahnya dalam menghantam Syiah. Tapi setahu saya ia hanya menyerukan waspada terhadap Syiah, tidak menyuruh pembunuhan kepada orang-orang Syiah.
Memang sikap muslim yang beraliran Sunni berbeda-beda kepada Syiah. Tergantung pada bacaan dan pengalaman hidupnya.
Di grup WA itu, Ustaz Farid juga aktif membagi ceramah dan sosialisasi PDRI di berbagai daerah. PDRI memang ingin menjadi partai resmi dengan mendaftar ke Menkumham. Tentu, sebelum menjadi partai resmi, ia harus sosialisasi dan mendirikan cabangnya di berbagai provinsi dan kabupaten dulu.
Dengan Dr Anung Al Hamad, saya tidak begitu mengenal. Saya ketemu beberapa kali, tapi tidak pernah ngobrol lama. Di grup WA, ia juga jarang berkomentar. Ia memang mengagumi Abdullah Azzam, terutama buku “Tarbiyah Jihadiyah”-nya.
Seperti diketahui, Abdullah Azzam adalah guru para mujahid di Afghanistan. Azzam, adalah seorang ulama yang alim dan semangat jihadnya tinggi melawan penjajah Afghanistan.
Yang saya sedih, banyak orang tidak paham Pesantren Ngruki dan alumni Afghanistan. Wartawan-wartawan yang malas baca, bila nulis alumni Ngruki dan alumni Afghanistan langsung diopinikan jelek. Begitu juga polisi atau masyarakat yang awam terhadap dunia pesantren dan dunia Islam yang terjajah.
Alumni Ngruki macam-macam. Ada yang menjadi wartawan, ada yang menjadi pengusaha, ada yang menjadi dai dan ada yang menjadi ‘terduga teroris.’
Dr. Zain An Najah yang merupakan alumni Ngruki, saya sedih ia dianggap terduga teroris. Netizen, bahkan di MUI sendiri ada yang mencap dia teroris karena ditangkap Densus. Mereka menganggap teroris menyusup ke ormas-ormas Islam. Sebuah tuduhan yang keji. Dr. Zain itu seorang intelektual Islam yang ikhlas ingin menyumbangkan ilmunya untuk membangun masyarakat dan negara berdasarkan ilmu yang diperolehnya
Begitulah orang yang tidak mengenal dengan baik seseorang. Seringkali prasangka buruk ia dulukan. Padahal sebagai muslim, ia harus mendulukan prasangka baik. Apalagi ia seorang guru Islam yang cerdas dan selama ini diketahui mengajar dimana-mana.
Begitu juga Ustaz Farid Okbah. Banyak wartawan yang awam terhadap keislaman, nulis ngawur. Mengopinikan bahwa Farid adalah mentor yang pintar berkamuflase dan lain-lain. Wartawan malas untuk mengambil opini dari sumber selain Polri. Padahal prinsip wartawan harusnya “cover both side”. Ada juga sih wartawan yang mencoba berimbang, tapi jumlahnya saya lihat sedikit.
Alumni Afghanistan itu bermacam-macam profesinya setelah kembali di tanah air. Ada yang jadi guru/ustaz, penulis, mendirikan pesantren dan ada pula memang yang pingin mengebom musuh di tanah air. Orang-orang teralhir seperti ini biasanya pengalaman, pergaulan dan bacaannya tidak luas.
Saya lihat Ustaz Farid itu mempunyai bacaan dan pergaulan yang luas. Sehingga ia mampu mendirikan Pesantren Al Islam di Bekasi. Ia mempunyai kemampuan yang bagus sebagai guru, sehingga bisa memberikan nasihat mulai dari tukang becak sampai presiden.
Bagaimana dengan Dr. Anung Al Hamad? Ia juga seorang guru atau dosen. Ia mengajar di berbagai tempat. Kekagumannya terhadap Abdullah Azzam dalam Tarbiyah Jihadiyah tidak menjadikannya melakukan aksi-aksi pengeboman di tanah air. Kekagumannya, karena melihat sosok laki-laki yang berani melawan penindasan Soviet di Afghanistan. Muslim yang baik dimanapun akan mempunyai semangat melawan kezaliman atau penindasan. Karena itu jelas diperintahkan Al-Qur’an dan Hadits.
Abdullah Azzam adakah gurunya mujahid Afghanistan. Ia adalah pengagum Sayid Qutb. Azzam dengan anaknya akhirnya syahid di dalam mobil yang ternyata telah ditaruh bom sebelumnya.
Itulah sekelumit kisah tentang tiga dai yang ditangkap itu. Saya hanya berdoa semoga pimpinan Polri dibukakan pintu hatinya oleh Allah. Sehingga bisa melihat yang putih adalah putih dan yang hitam adalah hitam. Tidak melihat putih dengan kesimpulan hitam karena lupa menaruh kacamata.
Semua kejadian ada hikmahnya. Dan semoga kita semua bisa mengambil pelajaran dari kejadian yang menggoncang umat Islam di tanah air ini.
Kata Al-Qur’an, “Mereka buat rekayasa. Allah buat rekayasa. Dan Allah lah sebaik-baik pembuat rekayasa.”
Allah Maha Perkasa, Allah Maha Bijaksana. Wallahu azizun hakim.
Nuim Hidayat, Penulis Buku “Sayid Qutb dan Kejernihan Pemikirannya”