Syekh Sa’ad bin ‘Atiq al-‘Atiq menceritakan:
Kasihan sungguh pemuda itu. Usianya 27 tahun,tapi tubuhnya terserang stroke.Terbaring lemah di rumah sakit. Tak ada yang dapat digerakkan lagi kakinya, kedua tangannya, Kepalanya payah menegak.
Hanya kedua mata yang masih menerawang, dan bibir yang agak kaku tapi selalu menyungging senyum.
Tapi yang menakjubkan adalah:
Ia mengkhatamkan Kitabullah setiap 3 hari dengan kedua bibirnya yang kaku, ia menggigit sebuah sendok kayu, demi membuka lembar-lembar al-Qur’an
untuk dieja dan dibacanya…
Dan itulah yang terjadi dengan cara tilawah sepayah itu, pemuda itu mengkhatamkan al-Qur’an setiap 3 hari!
Seorang penjenguk mendatanginya.
“Mengapa kau selalu tersenyum?”
Ia menjawab:
“Aku bersyukur dan memuji Allah tanpa batas.”
“Apa yang kau syukuri?
Kau bahkan tak punya nikmat apa-apa lagi!
Selain mata yang masih melihat
dan mulut yang sedikit bisa bertutur!”
Pemuda itu tersenyum lagi.
“Aku bersyukur padaNya karena Ia masih membiarkanku bersyukur padaNya,
karena Ia telah melumpuhkanku hingga bisa selalu berdzikir padaNya.
Dulu saat aku sehat, Demi Allah, aku bahkan tak pernah berdzikir padaNya sedikit pun…”
Maka wahai engkau yang sehat sejahtera!
Apa yang kau tunggu untuk bersyukur?
Apa yang kau nanti untuk berdzikir padaNya?
Apa yang tunggu untuk mengeja ayat-ayatNya?
Jangan katakan:
Kau menunggu kematian tiba!
Karena jika ia benar-benar hadir,
Semuanya tak lagi berarti.
Apakah kisah ini nyata atau fiksi? wallohu’aklam.
Semoga manfaat.